6 KEHIDUPAN

116 11 1
                                    

"Ayo kak. Kita harus ke rumah sakit sekarang" pemuda jangkung ini menepis kuat tangan gadis dengan surai hitam panjang itu.

"Jangan keras kepala, nanti makin parah jadinya" lanjut gadis itu dengan raut panik.

Soalnya Harraz sudah berjalan sempoyongan menahan rasa sakit kepala yang menjalar itu.

Ia sempat muntah darah beberapa minit yang lalu. Penglihatan nya semakin buram dan mata semakin perih.

Tapi Harraz masih menunjukkan sisi kuatnya jika berhadapan dengan sang adek. Yap Harraz punya adek perempuan yang bernama Narayana Sabiru.

Satu satunya keluarga yang Harraz punya sekarang. Orang tua mereka sudah meninggal beberapa tahun yang lalu.

Sehingga Harraz harus menanggung semua tanggungjawab yang diamanahkan oleh orang tuanya. Iaitu menjaga harta Keluarga Sabiru dan menjaga adeknya. Narayana Sabiru.

"Kak, jangan pura pura kuat deh. Nara nggak suka lihat kakak gini. Ayok kita ke rumah sakit" masih Harraz menggeleng kepala.

Ia amat degil jika berkaitan dengan kesehatannya. Harraz sudah muak harus masuk- keluar- masuk keluar dari Rs.

"Ngapain ke RS jika rasa sakit ini tiada penawarnya?" Nara bungkam akan kalimat kakaknya ini.

Sudah berapa kali Harraz mengatakan kata itu. Nara dibuat pilu olehnya.

Mengapa semesta sangat jahat dengan gadis ini? Mengapa harus semua masalah yang besar diberikan kepadanya saat dirinya yang masih berumur 17 Tahun?

Apa dia akan kehilangan seorang alih keluarga lagi? Apa ia akan menjadi sebatang kara?

Nara menatap iba kakaknya. Ia mengangguk, mungkin ini takdir buatnya. Mungkin ini cabaran buatnya.

Gadis ini harus kuat, jika sesuatu hari nanti ia harus sendirian.

Nara mendamping ke arah Harraz lalu memapah kakaknya itu ke kamar.

Ia menyandarkan Harraz pada atas ranjang itu. Kemudian ia mengambil beberapa pil obat yang seharusnya Harraz telan.

"Jika masih bekeras lagi nggak mau telen obat ini. Nara paksa kakak buat ke rs lagi mau!" Ancam Nara dengan wajah galaknya. Tapi terlihat gemes

Harraz terkekeh memandang wajah adeknya yang sedikit tembam pipi itu. Gadis ini benar benar mirip mendiang ibu jika sedang dalam keadaan kesel.

Harraz menelen obat yang Nara berikan. Walau ia nggak suka obat tapi harus ia paksakan, karena ia harus bertahan buat adek kesayangan dan cinta kesayangannya (?).

Gadis dengan surai hitam panjang ini menyelimuti Harraz yang sudah tertidur. Harraz tidak mengambil masa yang lama untuk tidur, mungkin karena efek obat atau pengaruh penyakitnya.

Nara menutup pelan pintu kamar itu, ia berlari ke kamarnya dan menumpahkan cecair bening dimata.

Sungguh ia tidak tahan untuk menahan air mata itu. Jika berhadapan dengan Harraz ia akan menyimpan rasa sakitnya.

Takut Harraz tidak mahu berusaha untuk meneruskan hidupnya. Sakit melihat kakaknya yang sangat menderita.

Mengapa kakaknya itu tidak ingin berkongsi lukanya dengan orang lain? Mengapa harus ia pendam sendiri?

"Ya, Tuhan. Apa aku harus memohon kepada-Mu agar kakakku masih bisa hidup dengan lebih lama?" Gumam gadis itu sambil menatap langit langit dengan pipi yang sudah basah itu.

 Apa aku harus memohon kepada-Mu agar kakakku masih bisa hidup dengan lebih lama?" Gumam gadis itu sambil menatap langit langit dengan pipi yang sudah basah itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
REAL [ HAJEONGWOO]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang