Ini sebenarnya masih sangat sulit untuk dipercaya, tapi ia dan Sasuke benar-benar bisa tinggal bersama dengan cukup akur.
Perdebatan mungkin terjadi di antara mereka hanya karena beberapa kebiasaan dan sudut pandang yang berbeda. Namun menyebutnya sebagai perdebatan masih terasa kurang tepat. Mereka biasanya membicarakan hal itu dengan terus-terang dan menyelesaikannya dengan saling memahami sudut pandang masing-masing.
Hasilnya, tiga bulan lagi berlalu tanpa banyak masalah. Untuk seseorang yang banyak mempertanyakan hal-hal yang menurutnya aneh, Sasuke tak lagi memberi kesan angkuh setelah Sakura mengenalnya cukup dekat. Pria itu hanya mengutarakan pendapat dan pandangannya dengan cara yang mungkin cukup nyelekit saja. Tapi sama sekali tak memiliki maksud buruk.
"Kenapa? Apa kau sedang tidak punya uang?" Pria itu bertanya ketika Sakura ragu-ragu menjawab tentang hadiah yang akan ia berikan di ulang tahun Sasuke satu minggu lagi.
Memang Sasuke sudah menghapus kata miskin dari setiap kalimat yang keluar dari mulut pria itu, dan menggantinya dengan tidak punya uang. Namun membuatnya terdengar lebih halus bukan berarti makna kalimatnya berbeda sama sekali. Tetap saja kekhawatiran pria itu terhadap kondisi ekonomi dirinya masih terlihat begitu jelas. Menurut Sakura, Sasuke masih membutuhkan lebih banyak waktu untuk beradaptasi dengan lingkungan yang lebih sederhana.
"Aku punya," jawab Sakura. "Jika untuk membelikan hadiah kecil saja."
Masalahnya Sasuke sudah memiliki semuanya dan bisa mendapatkan semuanya dengan hanya menggesekkan kartu debit tak terbatasnya. Memikirkan hadiah apa yang harus ia berikan kepada orang seperti itu membuatnya sakit kepala. Apalagi ketika ia melihat mata kelam yang menatapnya dengan penuh harap.
"Aku tak bisa memikirkan sesuatu yang cocok untukmu bahkan setelah menguras uang tabunganku," jelasku lagi dengan menggelengkan kepala.
"Kau menghakimiku lagi," ujarnya dengan setengah rutukkan. "Bagaimana mungkin kau bisa menilai hadiah itu hanya dengan uang saja? Padahal aku akan senang dengan apapun yang akan kau berikan untukku."
Wajah Sakura terasa merona. Ia benar-benar malu dengan pola pikirnya yang teramat sempit. Menengok lagi ke belakang, Sasuke tak pernah mempermasalahkan tentang kondisi ekonominya. Pria itu hanya mengatakan sesuatu yang dilihatnya secara langsung bukan dengan maksud menghina.
"Maafkan aku," ucap Sakura menyesal. "Kurasa bukan hanya kau saja yang harus belajar lebih banyak tentang rasa empati, tapi aku."
Sasuke mimiringkan kepalanya dengan senyum tipis di bibirnya. "Kita bisa mempelajarinya bersama-sama," usulnya. "Dan soal hadiah, kau bisa memasakkanku makan malam, atau membelikanku sekeranjang tomat ceri, dan aku akan tetap menyukainya. Asal jangan tak memberiku hadiah apapun saja."
Beginilah Sasuke dan semua hal yang pria itu katakan dengan terlalu jujur. Sakura sangat menyesal pernah salah paham dengan niatan dan sikap pria itu.
Mereka sekarang sedang duduk di atas tempat tidur Sasuke seperti biasa, mengobrol dengan begitu kasual seolah mereka sungguh-sungguh sudah menjadi teman baik.
Tapi bagi Sakura, sulit untuk menjadi teman baik dengan seorang pria berpenampilan seperti Sasuke. Wajah pria itu terlihat segar setelah mandi. Piyama lengan pendeknya yang berwarna hitam dan berbahan sutera memiliki kancing depan yang bagian atasnya sengaja tak pria itu kancingnya, mempertontonkan tulang selangkanya yang kokoh serta sedikit potongan dada yang kencang.
Bahan sutera sendiri sebenarnya tak bisa menutupi bentuk tubuh Sasuke yang mengesankan. Ditambah dengan wajah itu, dan mata kelam yang membuat Sakura sulit untuk tak berdebar-debar. Entah kenapa ini mulai terasa sedikit berbahaya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Debt Trap (END)
FanfictionApa yang harus kau lakukan ketika bertemu dengan orang yang kau pernah memiliki hutang padanya dengan jumlah yang besar? Tentu saja harus membayarnya, jawab Sakura di dalam hati. Sebenarnya dengan penuh rasa malu. 00000 Naruto by Masashi Kishimoto