Jingga benar-benar mendatangi Kafe Serenity keesokan harinya dengan membawa berkas lamaran lengkap. Ternyata niatan kemarin bukan hanya sekedar impulsif belaka, tapi benar-benar direalisasikan oleh Jingga.
"Lho, Jingga! Kamu ngapain berdiri disini." Arun bertanya heran karena Jingga berdiri di depan pintu Kafe yang masih tertutup.
"Pagi mbak."
Bukannya menjawab Jingga malah menyapa Arun dengan ramah dan tidak lupa senyum manis.
"Kamu ngapain pagi-pagi udah di depan kafe? Biasanya juga datangnya siang atau sore. Ini kafe belum buka udah nunggu di depan pintu."
Jingga menggaruk tengkuknya yang tidak gatal karena salah tingkah. Dia sedikit malu karena ketahuan Arun berdiri seperti anak hilang di depan kafe yang masih tertutup, "Ehehe, iya mbak kepagian aku. Kayaknya karena terlalu semangat."
"Yaudah masuk yuk, duduk di dalam." Arun mengajak Jingga untuk ikut masuk setelah dia membuka pintu kafe.
"Eh, nggak usah mbak, ntar malah jadi ganggu. Aku nitip ini aja ya."
Jingga menyodorkan sebuah amplop coklat yang langsung diterima Arun dengan ekspresi bingung.
"Nitip ya, mbak. Kasihin ke Pak Riffa, siapa tahu aku diterima," ujar Jingga dan langsung berlari kecil menjauh dari kafe karena malu, meninggalkan Arun yang masih kebingungan.
"Mbak, ngapain bengong di depan pintu?"
"Hah?" Arun sedikit kaget ketika Rei menegurnya.
"Masuk mbak, kamu ngehalangin jalan kalau berdiri di sini," titah Rei sekali lagi menegur Arun yang masih berdiri diam di ambang pintu.
Setelah tersadar dengan cepat Arun bergeser dan membiarkan Rei masuk membawa bahan-bahan untuk menu kafe hari ini.
"Rei, ini tadi ada yang mau daftar pegawai part time. Amplopnya bawa ke atas ya, soalnya kalau nunggu Pak Riffa takut malah kotor berkasnya," ucap Arun sambil menyerahkan beberapa amplop coklat kepada Rei.
"Aku sekalian mau kasih amplop lamaran juga. Lumayan dapet barista satu kalau ini di acc sama Riffa walaupun nyarinya waiter."
"Kan udah ada kamu, Rei." Arun menatap bingung Rei yang terlihat senang karena ada yang mendaftar sebagai barista. Padahal selama ini yang mengurus soal semua jenis minuman di kafe adalah Rei dan rasanya itu sudah cukup.
Rei hanya tersenyum tipis dan lanjut menaiki tangga untuk meletakan amplop yang dibawanya ke meja kerja Riffa.
"Kamu ngapain di sini?" Riffa sedikit kaget, melihat Rei berada di ruangannya. Karena tidak biasanya anak itu mau masuk ke ruangan ini, kecuali ada keperluan.
"Noh, nganter berkas. Ngomong-ngomong kamu beneran mau ikut turun di dapur?"
"Iya, udah lama nggak eksperimen bikin dessert," sahut Riffa sambil membuka salah satu amplop untuk membaca isinya.
"Barista. Ambil nggak nih?" Riffa menunjukkan salah satu resume yang dia buka tadi.
"Spesialisasi apa dia? Kalau coffe nggak usah. Tapi kalau non coffe boleh lah. Biar variasi menu kita banyak."
"All milk based and frozen fruit based."
"Terima dia, biar aku ada patner," ucap Rey yakin. "Ini sisanya waiter sama waiteress semua." Rei menyerahkan beberapa amplop yang sudah dia buka dan baca pada Riffa.
"Kan kita butuhnya emang waiter. Kira-kira butuh banyak orang nggak kafe?" Riffa meminta pendapat kembarannya karena memang dia tidak terlalu tahu bagaimana keadaan kafe secara keseluruhan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Just for You [TERBIT]
RomanceReivandra menyukai Jingga, juniornya di kafe, ah bukan tapi mencintainya. Rei akan melakukan apapun asalkan Jingga bahagia. Katakan Rei bodoh, karena mengharapkan seseorang yang sama sekali tidak melihatnya. Tapi apakah benar seperti itu? Credit cov...