7

3.1K 224 19
                                    

Haechan duduk sambil bersenandung santai di kursi penumpang. Matanya menatap lurus ke jalanan sambil tangannya memainkan jemari yang ia genggam di atas pahanya. Sementara Jaemin yang duduk di sebelahnya hanya diam dan fokus mengemudikan mobilnya ke hotel langganan ayah angkatnya.

Ya. Hari ini adalah jadwalnya Haechan untuk bertemu dengan Jaehyun. Sebelumnya Jaemin sudah mengantarkan ayah angkatnya terlebih dahulu ke hotel dan membukakan kamar seperti biasa. Sekarang ia sedang dalam tugasnya mengantarkan sugar baby ayah angkat sekaligus atasannya itu.

Berbanding jauh dengan Haechan yang nampak tenang. Jaemin justru terlihat kaku. Ya, memang biasanya lelaki agustus itu memang kaku jika dalam mode "kerja". Tapi kaku disini berbeda karena meski sulit untuk ditampik, Jaemin menaruh hati kepada Haechan. Dan mengantarkan seseorang yang mengisi ruang hatinya untuk tujuan yang Jaemin tahu persis apa yang akan Haechan dan Jaehyun lakukan ke depannya diam-diam membuat perasaan cemburu menggerogoti hatinya.

Sepanjang perjalanan tak ada percakapan yang terjadi di dalam mobil. Hanya ada Haechan yang bersenandung mengikuti lagu yang diputar dan Jaemin yang fokus menyetir. Hingga mobil itu sampai ke parkiran hotel.

Haechan melepaskan seatbeltnya dan menoleh ke arah Jaemin yang nampaknya tidak berniat turun.

"Kamu nggak nganterin?" Tanya Haechan dengan nada kecewa.

Jaemin menoleh, menatapnya datar, kemudian menggeleng.

"Bapak sudah tunggu kamu di lantai 7, kamar 710." Sahutnya dingin.

Haechan mengerucutkan bibirnya kemudian merentangkan tangannya, "peluuk." Pintanya manja.

Jaemin awalnya hanya menatapnya datar, namun kegemasan seorang Lee Haechan memanglah kelemahan Jaemin. Akhirnya lelaki itu menghela nafas dan menarik si manis untuk ia dekap. Dalam.

Haechan pun membalas pelukan Jaemin sama eratnya. Menghirup aroma tubuh Jaemin yang sangat ia sukai. Mendengarkan detak jantung Jaemin yang memburu cepat. Seolah lelaki itu sedang berusaha sekuat tenaga meredam amarahnya.

Setelah beberapa waktu, akhirnya Haechan melepaskan pelukannya terlebih dahulu. Mata keduanya bertemu. Terlihat tipis raut tak rela dari wajah Jaemin. Buat Haechan merasa berat untuk meninggalkan lelaki itu.

Haechan angkat tangannya dan usap pipi Jaemin lembut. Sambil matanya terus bersitatap dengan lelaki agustus itu.

"Aku nggak lama, kok. Kamu tau kan staminanya Om Jae kaya gimana. Paling keluar sekali juga udahan." Canda Haechan namun tetap saja tak membuat lelaki di hadapannya ikut tertawa.

"Samperin aku lagi ya, nanti. Temenin aku tidur." Pinta Haechan dengan wajah memelas.

Permintaan gila yang Haechan lontarkan kepada asisten sugar daddynya. Yang dengan bodohnya malah mengiyakan. Membuat si manis tersenyum senang. Permintaannya selalu dituruti.

🌹🌹🌹

Setelah mengantar Jaehyun pulang ke kediamannya, Jaemin kembali ke hotel tempat Haechan menunggunya. Lelaki manis itu barusan mandi, masih mengenakan bathrobe dan handuk melilit di kepalanya. Wajahnya sumringah senang melihat kedatangan Jaemin di depan pintunya. Tanpa ba bi bu, Haechan tarik tangan Jaemin untuk segera melangkah masuk ke dalam kamar hotel.

"Bantuin keringin rambut aku, ya?" Pinta Haechan manis.

Jaemin menurut. Permintaan Haechan tersebut bukanlah hal yang sulit pun baru bagi Jaemin. Ia sudah sering membantu Haechan mengeringkan rambutnya. Lelaki Leo itu bahkan biasa melakukannya tanpa diminta. Secara suka rela.

Jaemin berdiri di belakang Haechan yang membuka untaian handuk di kepalanya. Rambutnya masih basah dan wangi semerbak.

Jaemin ambil hairdryer dan mulai melakukan tugasnya. Tangannya dengan lembut menyisir rambut Haechan, sambil tangan yang satunya dengan telaten bergerak menggoyangkan hairdryer.

"Kamu udah makan?" Tanya Haechan memulai percakapan.

Jaemin hanya merespon dengan "hm." Matanya masih terfokus pada helaian rambut Haechan di genggamannya.

"Makan apa tadi?" Tanya Haechan masih berniat untuk membuka obrolan.

"Nasi." Sahut Jaemin singkat.

Haechan memutar bola matanya. Menatap Jaemin sebal dari pantulan di depannya. Sayangnya lelaki itu tak peka. Fokusnya benar-benar mengambil alih.

"Lagi sakit gigi, ya? Irit banget ngomongnya." Ucap Haechan terdengar sarkas.

Sukses buat Jaemin menghentikan gerakan tangannya dan mendongak. Hingga tatapan mereka bertemu di pantulan cermin.

"Kenapa?" Tanya Jaemin buat sabar Haechan bagai tisu dibagi 8.

Si manis lantas berbalik, mengambil alih hairdryer di tangan Jaemin dan mengembalikkannya ke tempatnya. Sorot matanya terlihat menuntut menatap Jaemin yang hanya balas menatapnya datar.

Tangannya terangkat, mendorong sudut bibir Jaemin ke dalam dengan dua jari telunjuknya.

"Senyum dongg. Flat amat tuh muka." Protes Haechan melebarkan senyumnya. Memamerkan deretan giginya. Layaknya mengajari Jaemin bagaiman cara tersenyum.

Namun nihil. Jaemin masih berekspresi sama.

"Aku mesti ngapain biar kamu happy, sih?" Tanya Haechan pantang menyerah.

"Berhenti berhubungan dengan Bapak."

Oh tentu saja Jaemin tidak segila itu untuk mengutarakan isi hatinya. Ia lebih memilih mengunci rapat-rapat mulutnya.

Dari jarak sedekat ini, Jaemin dapat melihat dengan jelas, tanda merah keunguan yang tersebar di leher hingga tulang selangka Haechan. Pemandangan itu memantik api cemburu dalam dirinya. Buat Jaemin merasakan panas dan sesak luar biasa. Rasanya marah, benci, tak senang, melihat seseorang yang dicintainya, dihak miliki oleh orang lain, selain dirinya.

Jaemin benci berbagi.

Maka dari itu, ketika amarah menguasai dirinya. Jaemin, dengan kasar tarik tengkuk Haechan dan cium dalam lelaki juni itu. Haechan nampak terkesiap dan tak menyangka akan pergerakan tiba-tiba Jaemin.

Ciumannya benar-benar berantakan. Terasa memburu dan tak sabaran. Haechan sampai tak diberi waktu untuk mengambil nafasnya. Tangan mungilnya meremat kemeja Jaemin, berusaha memberi tahu bahwa dirinya kewalahan.

Tak berkutik. Jaemin semakin mendorong tengkuk Haechan, memperdalam ciumannya. Kali ini dengan mengikut sertakan lidahnya. Menerobos masuk dan bergerak liar di dalam mulut Haechan dan membelit lidahnya.

Haechan yang tak berdaya hanya bisa membuka mulutnya, membiarkan Jaemin mengeksplorasi mulutnya. Memasrahkan dirinya. Meskipun dapat ia rasakan saliva yang mengalir keluar dari mulutnya, menetes di dagunya.

Sebelah tangan Jaemin yang bebas mulai menelusur kaki Haechan, dan secara tiba-tiba mengangkat kaki mulus lelaki manis itu, membawanya hingga terduduk di atas wastafel.

Haechan memekik kecil, namun tak dapat berkata-kata lagi karena sedetik kemudian Jaemin kembali melumat bibirnya dengan tak sabar.

Ciuman Jaemin semakin dalam dan semakin dalam. Mendorong Haechan hingga punggungnya membentur cermin.

Namun lagi-lagi Jaemin tak mengindahkan Haechan yang mengaduh. Kini ciumannya mulai turun ke rahang Haechan, kemudian leher dan tulang selangkanya. Menghisap dan gigit permukaan kulit Haechan, menimpa tanda yang terlebih dahulu ada dengan miliknya.

Haechan hanya bisa mendongakkan kepalanya, jenjangkan lehernya, dan biarkan Jaemin melakukan apa yang ingin ia lakukan terhadap Haechan. Jika Jaemin ingin memberikan tanda baru di tubuhnya, maka Haechan akan dengan senang hati menyerahkan dirinya.

Kini Jaemin menghentikan aksinya. Menatap Haechan yang sibuk mengatur nafasnya dengan tubuh lemah tersandar di atas wastafel. Begitu berantakan karna dirinya.

Senyum kecil tersungging di bibir Jaemin.

Haechan terlihat kacau. Dengan wajah memerah, bibir membengkak dengan kilauan saliva di dagunya, serta pakaian yang tak terbalut dengan sempurna. Jangan lupakan tanda-tanda baru yang ia buat di sepanjang leher hingga selangka Haechan.

Puas.

Jaemin puas melihat maha karyanya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 01, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Sugar Baby | NahyuckTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang