Dentang sepatu kulitku melangkah masuk, memecah kesunyian yang memekakkan telinga. Setiap hentakan menggetarkan lantai marmer, mengirimkan resonansi langsung ke jantungku-seolah memompa adrenalin lebih cepat melalui urat nadiku. Ruang tunggu foyer ini terasa sepi, sebuah penjara kecil yang memisahkan aku dari kehidupan di ballroom yang sudah dipenuhi oleh tamu-tamu terhormat.
Di balik pintu-pintu besar itu, aku bisa merasakan energi yang sangat berbeda: sebuah ruangan yang penuh dengan tawa, diskusi, dan percakapan yang menyeruak ke udara, menciptakan sebuah dunia yang berlawanan dengan tempat aku berdiri sekarang. Atmosfer itu kontras dengan keheningan ruang tunggu yang kudiami, seolah aku berada di garis depan yang kosong, menjauhi kebisingan pertempuran.
Di dalam sakuku, naskah pidato yang berat terasa lebih berat dari biasanya. Ujung jariku menelusuri baris-barisnya, berhenti pada lelucon pembuka yang seharusnya meredakan kekakuan suasana. Tapi seolah menampar wajahku, jokenya memprovokasi bukan hanya rasa kecewa, tapi juga kemarahan.
"Bagaimana caranya tentara merayakan kemenangan? Dengan bertukar helm, karena itu satu-satunya saat mereka menggunakan kepala," tulisnya. Detik itu juga, perutku mengejang, serasa ada batu besar yang terjatuh, menghantam martabat orang-orang yang telah memberikan lebih dari apa yang bisa dibayangkan untuk keamanan negeri ini.
Aku harus merevisi lelucon yang sama sekali tidak lucu ini, namun waktu tak bisa diperdebatkan. The show must go on.
Dengan napas yang berat, aku meraih kenop pintu dan menariknya.
Heningnya foyer tergantikan oleh desir suara yang memenuhi ruangan, semacam gelombang riuh rendah yang langsung mengepungku. Seakan-akan aku tengah melintasi medan perang, langkah kakiku menyerap ke dalam karpet tebal yang memadamkan dentang sepatu kulitku.
Ruangan ini adalah paduan antara keindahan dan kekuasaan; setiap sudutnya merefleksikan kemewahan yang tak terkira. Dinding-dindingnya adalah papan peraga bagi keberhasilan ekonomi, sedangkan ornamen berlapis emas berkilauan di bawah lampu gantung kristal yang mencerminkan wajah-wajah tamu. Pria dan wanita berbincang di setiap penjuru, menyesap champagne dari gelas kristal, masing-masing dengan aura keberhasilan yang hampir menyilaukan.
Di sepanjang dinding, berdiri pohon-pohon palem tropis, daunnya menjulur keluar, membingkai wajah-wajah elit ini dalam bayangan-bayangannya. Sorotan lampu dari atas menyoroti mereka seperti aktor di panggung
Namun, di antara semua itu-di antara semua kemilau dan kebisingan-satu sosok berdiri seolah memisahkan diri dari segalanya. Kapten Abdi.
Sosoknya yang maskulin hampir menyedot semua cahaya di sekitarnya, membuatnya menjadi pusat gravitasi yang tak bisa diabaikan. Seragam TNI-AD yang dikenakannya berwarna hijau loreng, berdiri kontras melawan ruangan yang didominasi warna emas dan merah. Tanda pangkat dan lencana di dada kekarnya yang membusung memberikan isyarat jelas tentang siapa dirinya tanpa perlu kata-kata.
Kumisnya yang sempurna, tampaknya dicukur dengan presisi yang sama dengan cara dia mengendalikan senjata di medan pertempuran. Setiap helai rambut hitam pendeknya tampak berada di tempat yang seharusnya, tak satu pun berani melanggar formasi ketat militer. Wajahnya tenang tapi penuh otoritas, seolah dia telah menghadapi lebih dari sekadar pertempuran fisik; dia telah berperang melawan waktu, melawan takdir, dan menang.
Tarikan napasku menjadi lebih berat seiring aku menembus kerumunan, melangkahi jarak antara kursi-kursi berbantalan beludru yang sudah ditempati oleh para tamu. Berbagai percakapan terputus-putus dan aroma parfum berharga mengisi udara. Setiap langkahku menunjukkan keputusanku, getarannya mencapai Kapten Abdi meski ia berada di ujung ruangan.
Tepat saat itulah mata kami bertemu. Dalam detik yang serasa membeku, sepertinya semua suara di ruangan ini meredup, digantikan oleh desiran intensitas antara kami. Dan dalam sekejap, ia kembali menatap lurus ke depan, seolah-olah tatapan kami barusan tidak pernah terjadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
A B D I
Short StoryAdrian, adalah seorang diplomat muda yang cerdas, ambisius, dan karismatik. Ia sudah dikenal luas karena keberhasilannya dalam menangani negosiasi internasional yang kompleks meski usianya masih sangat muda. Penampilannya yang tampan dan pesonanya y...