Ia berdiri di dalam, menungguku.
Aku masuk ke dalam ruangan, kursi-kursi sudah terisi penuh, ia disana, berdiri di dekat podium, sosoknya yang perkasa berseragam sangat mengintimidasi.
Tatapan kami bertemu untuk sesaat, lalu ia kembali menghadap lurus ke depan, dengan ekspresi mukanya kaku dan dingin.
Aku duduk di kursi dan menanti giliranku untuk berbicara. Ketika akhirnya pembawa acara mempersilahkan waktu dan tempat, aku naik ke podium.
Ia mempertahankan posisi yang sama, dengan mimik yang sama.
Aku memasang ekspresi seramah mungkin di wajahku dan mulai berbicara. Untuk mencairkan suasana, kubuka pidato dengan sebuah lelucon, aku berhasil membuat semua orang dalam ruangan tertawa.
Hampir semua orang, kecuali dia, mulutnya terkatup rapat, tatapannya tak bergeming.
Melirik ke bawah ke contekanku, membaca arahan yang ditulis orang PR di pinggiran kertas, yang menyarankanku untuk berinteraksi.
Kuletakan tanganku di bahunya yang kokoh tubuhnya terasa hangat, kuremas ototnya yang keras dan padat.
Lalu mulai memuji prestasi para abdi negara berseragam, kutepuk otot bahunya yang kokoh dengan mantap untuk menunjukan betapa perkasanya mereka, lalu perlahan tanganku merayap turun mengikuti lekuk otot punggungnya sambil terus berbicara tentang betapa membanggakannya mereka.
Selama itu, ia benar-benar diam tak bergerak, ekspresi wajahnya masih seperti yang tadi, kaku dan dingin.
Penonton bertepuk tangan, ketika aku selesai berpidato.
Aku membungkuk ke arahnya, lalu meminta tolong kepadanya untuk mengambilkanku sebotol air kemasan. Ia meraih ke meja disampingnya, sementara tanganku terus menempel di punggungnya, tanpa disadari oleh semua orang, tanganku meluncur ke bawah, dan meremas bokong kekarnya.
Ia terkejut, tubuhnya sedikit tersentak, otot gluteusnya yang kenyal sontak berubah sekeras granit, tapi berhasil untuk tetap tenang, dan menutup mulut rapat-rapat.
Ketika ia menyerahkan botol air kepadaku, aku berbisik di telinganya, "Apa pejuku mengalir keluar dari memekmu sekarang?" Dengan sengaja menyebut liang kejantanannya itu 'memek' karena aku tahu ia selalu mengerenyit mendengarnya.
Tidak memberinya kesempatan menjawab, aku segera kembali ke posisiku semuala di podium untuk sesi tanya jawab.
Kakinya sedikit bergetar, sepertinya air maniku yang baru saja kusimpan di dalam liangnya sebelum konfrensi mengalir keluar.
Memamerkan rentetan gigi putihku, aku mulai menjawab pertanyaan. Sepanjang waktu, tanganku selalu menempel di tubuh kekarnya, mengelus, meremas, setiap point jawaban kugaris bawahi dengan tepukan.
Ia tetap berdiri disampingku, gagah, tegap, menjulang, dengan ekspresi wajah yang selalu kaku dan dingin, tapi bisa kurasakan seragamnya semakin lama semakin lembab oleh keringat.
KAMU SEDANG MEMBACA
A B D I
Short StoryAdrian, adalah seorang diplomat muda yang cerdas, ambisius, dan karismatik. Ia sudah dikenal luas karena keberhasilannya dalam menangani negosiasi internasional yang kompleks meski usianya masih sangat muda. Penampilannya yang tampan dan pesonanya y...