Ketakutan

465 51 0
                                    

Dalam perjalanan dengan kecepatan yang melebihi rata-rata, Gabriel merasa adrenalinnya seolah berlari lebih cepat dari kendaraannya. Berita dari Win tentang perilaku aneh Fauzan membuat hatinya berdesir kecemasan. Ia merasakan kekhawatiran mendalam terhadap lelaki mungil yang kini telah menjadi pasangannya.

Pemandangan yang biasanya indah di sepanjang perjalanan seakan kabur di mata Gabriel, tergantikan oleh bayangan-bayangan pikiran. Bagaimana jika Fauzan benar-benar kehilangan kendali atas emosinya? Bagaimana jika Fauzan mendapatkan masalah yang lebih besar?

Gabriel menggigit bibir, mencoba menenangkan diri. Ia ingin segera tiba di tempat tujuan, ingin memastikan bahwa Fauzan baik-baik saja. Pikirannya berputar-putar dalam kekhawatiran, seperti hujan lebat yang tak kunjung reda.

Namun, di balik semua rasa khawatir itu, ada juga getaran kehangatan. Keinginan kuat untuk melindungi pasangannya, berada di sisinya ketika Fauzan mungkin merasa terjebak dalam gejolak emosi. Kecemasannya bukan hanya tentang Fauzan sendiri, tapi juga tentang bagaimana ia bisa memberikan dukungan dan ketenangan yang dibutuhkan Fauzan saat ini.

Akhirnya, tiba di tempat tujuan, Gabriel segera bergerak menuju Fauzan. Ia melihatnya dari kejauhan, lelaki mungil dengan segala kepribadiannya yang unik. Namun, seiring langkahnya mendekat, ia juga menyaksikan perdebatan hebat antara Fauzan dan Kanaya. Sungguh tidak ada yang berani melerai keduanya.

Senyum tipis muncul di wajah Gabriel, seperti matahari pagi yang perlahan muncul di ufuk. Ia merasa bangga melihat bagaimana Fauzan berhasil mengendalikan amarahnya, menjaga kendali dengan begitu bijaksana. Senyuman itu semakin melebar ketika Kanaya pergi, membawa kepuasan tersendiri bagi Gabriel.

Fauzan-nya berhasil melumpuhkan musuh tanpa melukai fisik lawan.

Mereka berdua tahu betapa kuatnya kekuatan kata-kata. Bisa membangun atau meruntuhkan, menggoreskan luka yang lebih dalam daripada yang bisa terlihat. Menghancurkan harga diri hingga tidak tersisa.

Tidak ada yang lebih kejam daripada perkataan.

"Setakut itu ya, sampe lu harus datang juga," Perkataan itu muncul dari seseorang yang tidak asing lagi bagi Gabriel. Lelaki yang memakai tuxedo putih itu berdiri dengan sikap yang memancarkan keangkuhan, seolah tidak sadar bahwa telah menghancurkan reputasi pasangannya di hadapan publik yang ramai.

Gabriel menoleh perlahan, mata tajamnya menyapu wajah Karel dengan ekspresi meremehkan. "Bukannya lu yang sedang ketakutan?" Tanya Gabriel dengan nada sarkastik yang membuyarkan ketenangan di sekitarnya.

"Mencari masalah dengan menantu kesayangan Darmawangsa, seharusnya cukup membuat lu gemetar ketakutan sekarang," lanjut Gabriel, suaranya bergetar penuh keyakinan, menggugah dendam yang membara dalam diri Karel.

"Bahkan tanpa bantuan gua sekalipun," Gabriel melanjutkan dengan kekehan pelan yang menusuk hati, "Fauzan bisa menyelesaikannya dengan baik."

Karel pun menggigit bibirnya, menahan amarah yang melonjak dalam dirinya. Namun, di antara sorotan mata tajam Gabriel dan rasa dendam yang membara, terdengar kata-kata yang membuat napas Karel tercekat, "But let me be clear, when it comes to him, I have no problem ruining my reputation. I'll burn the world down to protect him, and I'll wave the match proudly so everyone knows it was me."

Karel bisa merasakan keputusasaan dalam dirinya saat melihat Gabriel yang begitu sungguh-sungguh dalam ucapannya. Tatapannya yang tajam dan kata-kata keras yang diucapkan oleh Gabriel membuat Karel merasa terjepit. Dengan berat hati, Karel menarik napas panjang sebelum perlahan meninggalkan ruangan, meninggalkan Gabriel yang telah memberikan ancaman padanya.

ScandalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang