Nyata tetapi Tiada (Malay ver)

134 6 2
                                    

(I'm not too good at Malay so if anything is wrong, forgive me-)

Dalam keheningan hutan yang tenang, Rimba dan Solar duduk di atas batu yang dilapisi lumut, dikelilingi oleh bisikan lembut daun-daun dan nyanyian jauh burung-burung. Keduanya telah menjalani berbagai petualangan, tetapi hari ini berbeda. Mereka mencari tempat tenang ini untuk berbicara secara jujur, menjauh dari kekacauan tugas-tugas superhero mereka.

Rimba, yang dulu dikenal sebagai Daun, telah berubah seiring berjalannya waktu. Dia telah berkembang dari seorang Elemental Daun yang muda dan polos menjadi penjaga alam yang bijak dan penuh pemikiran. Solar, yang seharusnya menjadi pasangan Rimba, seperti ikatan matahari dengan alam, akhirnya mulai mengagumi perjalanan pertumbuhan Rimba.

Solar berbalik ke arah Rimba, yang sedang berbaring di atas batu tempat mereka berada, dengan ekspresi berpikir. "Rimba, transformasimu dari Daun menjadi Duri, hingga akhirnya menjadi dirimu sekarang, membuatku penasaran," ujarnya. "Mengapa kamu memutuskan untuk berubah? Bukankah dulu kamu selalu bilang bahwa kamu lebih suka memiliki kebahagiaan seorang anak yang hidup dalam ketidakpedulian yang bahagia?" Solar berkata, dengan sedikit nada menggoda untuk memancing Rimba agar bertengkar seperti yang selalu mereka lakukan ketika Rimba masih menjadi Duri, tingkat kedua dari elemen alam.

Rimba, bukannya memandang Solar dengan tajam seperti yang biasa dia lakukan saat masih menjadi Duri, hanya memberikan senyuman penuh pemahaman kepada Solar, matanya mencerminkan kebijaksanaan yang telah tumbuh di dalamnya. "Pengalaman hidup dan waktu memiliki cara untuk membentuk kita," jawabnya. "Ketika saya masih Daun, saya penuh dengan kepolosan dan kepercayaan buta. Saya percaya pada kebaikan setiap orang dan segala sesuatu."

Solar mengangguk mengerti. "Ya, saya ingat masa-masa itu," katanya. "Kamu agak bodoh." Solar melanjutkan tanpa rasa bersalah ketika mengucapkan kata-kata tersebut.

Rimba tertawa lembut, mengingat petualangan-petualangan masa muda mereka. "Benar sekali, saya memang begitu. Tetapi seiring bertambahnya usia dan saya menghadapi kompleksitas dunia kita, saya mulai melihat kenyataan yang keras dalam kehidupan. Saya belajar bahwa tidak semua orang dapat dipercayai, dan bahwa tindakan memiliki konsekuensi."

Kembali, dengan Rimba tidak bereaksi seperti yang Solar kira, Solar akhirnya bergeser posisinya untuk menghadap Rimba dan mendengarkan dengan penuh perhatian, mulai menghargai wawasan yang dimiliki Rimba karena apa yang dikatakan Rimba memiliki tingkat kebenaran yang dalam. "Baiklah, ceritakan lebih lanjut," katanya, sekarang sudah tahu untuk melihat Rimba sebagai pribadi yang berbeda, bukan lagi Duri seperti yang ia kenal dulu, yang merupakan pengendali alam yang ceroboh. Solar menyadari bahwa sosok Duri mungkin sudah tiada, dan ia merasa ada rasa getir meski tahu bahwa Rimba dan Duri adalah satu orang.

Rimba memandang kanopi pepohonan di atasnya, pikirannya melayang ke kenangan masa lalu. "Salah satu pelajaran mendalam yang saya pelajari adalah konsep kematian," katanya, dengan nada yang menjadi serius. "Orang yang sudah meninggal menerima lebih banyak bunga daripada orang yang masih hidup karena penyesalan lebih kuat daripada rasa syukur."

Solar mengernyitkan keningnya, merenungkan kata-kata Rimba. "Saya tidak yakin saya benar-benar memahaminya. Bisakah Anda menjelaskannya lebih lanjut?" Solar merasa agak kecewa karena seharusnya dia yang lebih bijak, namun sekarang dia tidak bisa sepenuhnya memahami apa yang dikatakan Rimba.

Rimba menghela nafas dengan lembut. "Orang sering kali menganggap remeh orang yang masih hidup, mengasumsikan bahwa mereka akan selalu ada. Baru ketika seseorang sudah tiada, mereka menyadari betapa pentingnya keberadaan orang tersebut. Penyesalan karena tidak menghargai mereka cukup menjadi bayangan di atas rasa syukur yang mereka rasakan saat orang tersebut masih hidup."

Solar mengangguk perlahan, menyerap hikmah dalam kata-kata Rimba. "Dan orang tersebut tidak perlu sudah meninggal untuk pergi..." Solar melanjutkan apa yang dikatakan Rimba, pandangannya beralih ke arah Rimba yang tidak menyadari bahwa kalimat yang diucapkan Solar ditujukan untuknya, untuk Duri. Sebuah sisi dari Rimba yang tidak pernah Solar hargai saat dia masih bersamanya, dan sekarang bahwa sosok Duri yang ceria dan ceroboh sudah tiada, Solar merasakan sedikit kesepian meskipun dia tahu bahwa Rimba dan Duri adalah satu orang.

Rimba, matanya masih terpaku ke langit, merasakan perubahan dalam nada bicara Solar dan emosi yang tak terucapkan di balik kata-katanya. Dia memutar kepala untuk bertemu dengan pandangan Solar, dan ada pemahaman yang mendalam di matanya. Rimba menyadari kerinduan dalam mata Solar, kerinduan akan masa-masa ketika mereka masih Daun dan Duri, pasangan dalam kenakalan dan persahabatan. Dia tahu bahwa Solar merindukan olok-olok bermain-main dan semangat ceria Duri yang dulu, yang telah menjadi teman seperjalanan Solar begitu lama.

Dengan senyuman lembut yang penuh pengertian, Rimba bergeser untuk kembali duduk, lalu meraih bahu Solar dengan penuh penghiburan. "Saya tahu, Solar," katanya dengan lembut. "Saya juga merindukan hari-hari itu, tawa dan petualangan yang kami bagikan sebagai Daun dan Duri. Tetapi seperti saya telah berubah, Anda juga telah tumbuh. Dan ikatan kita, itu masih ada, hanya dalam

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Sep 03, 2023 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Short ass boboiboy oneshots (request open but Im picky)Where stories live. Discover now