"Dedek, bangun yuk. Dedekk, ayo lihat bang Bima sama bang Tara!"
"Ihh, dedek bangun ayuuk!"
"Iya ini dedek bangun abang. Sabar!"
Tengah malam, dan Gentala terbangun karna merasa khawatir dengan kedua abangnya yang sedang sakit itu, jadi dengan itu dia membangunkan Dika untuk menemaninya.
Dika yang sedang tertidur pun mau tak mau harus menemani sang abang.
Sekarang mereka sudah di kamar si kembar fraternal. Dapat mereka lihat Bima yang sedang menggigil dan Tara yang tidur dengan gelisah.
Tala dan Dika jadi merasa sedih.
"Abang, badan bang Tara panas banget!" Ditempelkan tangannya pada kening Tara yang panas.
Tala pun melakukan hal yang sama pada Bima.
"Hu'um. Bang Bima juga panas banget, dedek."
"Kasiann"
"Dedek, kita kompres abang-abang pake air hangat yuk!"
"Ayuk, bang. Yuk kita ke dapur pelan-pelan biar abang-abang yang lain nggak kebangun"
Di dapur, Tala dan Dika sibuk dengan air panas.
"Dedek, tolong ambilin mangkuk 2 ya"
"Abang, hati-hati nuang air panasnya, awas kena tangan!"
Baru saja diperingati oleh Dika, namun tetap saja Tala tak hati-hati yang membuat tangannya terkena air panas.
"Awwhss, panass" Ringis Tala. Saat ini tangannya memerah.
"Abang, dedek udah bilang hati-hati kan, aduh ini jadinya gimana. abang, sakit nggak? Dedek bangunin abang-abang ya biar di obati,"
Dika yang mau pergi pun ditahan oleh Tala.
"Nggak usah, dedek. Aku nggak papa! Nggak sakit! Mending sekarang kita kompres bang Bima sama bang Tara kasian mereka"
"Abang yakin? Tapi itu tangannya abang merah, loh? Pasti sakit?"
"Nggak dedek. Udah nggak papa. Ayok sekarang kamu bawa satu mangkuknya ya!"
"Yaudah ayuk"
Saat ini mereka sudah dikamar si kembar lagi dengan Tala yang di sisi Bima sedangkan Dika di sisi Tara.
"Aku kompres bang Tara, abang Tala tolong kompres bang Bima ya?"
Tala mengangguk mengiyakan ucapan Dika.
Tala mengompres dengan sedikit meringis karena tangannya yang terkena air panas tadi.
Sebenarnya Tala sangat tidak tahan sakit, namun Tala lebih tidak tahan lagi jika harus melihat saudaranya yang sakit.
Bagi Tala semua saudaranya adalah anugerah dari Tuhan yang sangat Tala syukuri.
Selesai mengompres, Tala melihat Dika yang bolak-balik mengerjapkan mata mengantuk.
"Dedek kalau ngantuk tidur aja, ya"
"Dedek mau tidur di samping bang Tara ya, bang. Ada space dikit disini"
Tala mengangguk.
Setelah beberapa menit Dika tertidur, Tala pun merasa ngantuk juga.
Dia tidur dengan posisi duduk sambil menggenggam tangan Bima. Cepet sembuh abang-abang.
*********
"Mau masak apa, Yo?" Tanya Tama menghampiri Zio yang sedang berkutat di dapur."Mau bikin bubur aja, bang. Sekalian buat Bima sama Tara"
"Oh iya, abang belum lihat mereka berdua. Abang ke kamar mereka dulu ya, Yo"
Tama melangkahkan kakinya menuju kamar Bima dan Tara. Tama baru ini punya waktu buat lihat Bima dan Tara. Pasalnya kemarin waktu dikabari oleh Kara bahwa kembar fraternal sakit Tama sedang banyak kerjaan di kantornya dan pulang disaat semua orang sudah tidur.
Saat membuka pintu kamar kembar fraternal pandangan Tama justru jatuh kepada Tala yang sedang tidur sambil duduk dan Dika yang tidur dengan memeluk Tara.
Bima dan Tara sebenarnya sudah bangun dari tadi. Mereka juga merasa sedikit enakan.
Saat buka mata, Bima dan Tara sedikit kaget dengan adanya Tala dan Dika disisi mereka.
"Ini kok mereka bisa ada disini?" Tanya Tama.
"Kayaknya adek sama dedek ngerawat kita deh, bang. Lihat aja nih, ada kompres di kening kita" Ujar Tara.
"Pindahin aja, bang. Kasian kalau dibangunin"
"Iya, bang. Pasti sakit tidur posisi kaya gitu. Apalagi adek tuh, dia tidurnya sambil duduk, kasian bang"
Tama pun bergegas menuju Tala untuk mengangkatnya duluan, namu pandangan teralihkan oleh tangan Tala yang sedikit merah dan melepuh.
"Ini tangan adek kenapa ya? Apa kena air panas?"
"Itu pasti sakit banget, bang. Adek kan nggak tahan sakit"
"Pindahin aja dulu, bang. Habis itu baru obatin tangannya adek. Kasiaan adeknya bang Bima."
"Abang pindahin adek dulu, ya. Kalian udah mendingan kan? Nanti turun kebawah ya, Zio buat bubur buat kalian berdua!" Ujar Tama sebelum pergi memindahkan Tala ke kamarnya.
"Lah si adek kenapa, bang?" Tanya Kara yang berpapasan dengan Tama.
"Adek sama dedek ketiduran di kamar Bima Tara. Kayaknya habis ngerawat mereka deh. Oh iya, tolong sekalian angkatin dedek dong, Kar. Pindahin ke kamarnya, kasian kayaknya tidurnya nggak nyaman."
Kara mengangguk patuh dan langsung melaksanakan perintah Tama.
Tama meletakkan Tala dengan hati-hati. Dan langsung mencari kota P3K di ruang tengah.
"Bang, kenapa tangannya adek?" Tanya Aven yang tadi mengikuti Tama karena membawa kotak P3K.
"Kayaknya kena air panas deh, Pen. Lihat nih, sampe melepuh gini"
"Kok bisa sih, bang? Kan adek sama dedek nggak boleh sentuh alat dapur!"
"Abang juga nggak tahu, Pen"
Aven memandang adiknya kasihan, pasalnya satu rumah tahu bahwa Tala memang tidak tahan sakit. Dia jadi membayangkan seberapa sakitnya jika terkena air panas.
"Bang aku tinggal dulu, ya. Aku mau bangunin Apin. Parah banget tau dia, bang. Kebo banget, ish kesel aku!"
"Nggak boleh gitu tau. Gitu-gitu juga dia kan kembaran kamu, Pen!"
"Iya tau sih, bang. Heheh"
Tama menggelengkan kepalanya. Adik-adiknya ini ternyata sudah pada besar, ya. Rasanya baru aja kemarin Tama menimang-nimang mereka. Tama merasa terharu sedikit. Soalnya membesarkan mereka semua tampa kehadiran kedua orang tua itu sangat sulit. Banyak hal yang Tama lalui hanyak untuk adik-adiknya. Apapun akan Tama lakukan hanya untuk adik-adik kecilnya ini.
Cut.
Hi. Maaf ya, aku baru sempet update. Makasih juga buat kalian yang udah baca cerita asal-asalan aku ini hehe. Semoga kalian sehat selalu ya, bahagia selalu jugaaa(。♡‿♡。)
KAMU SEDANG MEMBACA
Home - Zerobaseone
Short Storytentang sembilan saudara yang saling menyayangi dengan cara mereka sendiri.