Ataraxia 5;

115 11 0
                                    

Tatap mata mereka memang saling beradu. Tapi secara jelas terdapat perbedaan disana. Yang satu melotot dengan mulut yang melongo tanda tak percaya pada apa yang dilihatnya, sementara yang satu lagi sudah menampilkan sebuah senyum dengan cengiran khasnya yang sumpah demi apapun bisa Awahiya jamin bahwa Bimantara seperti orang bodoh yang terlalu girang saat ini.

"Kok jadi lo sih, Bim?" Mata itu masih melotot ketika dirinya melempar tanya.

Sebuah dengusan tawa keluar dari mulut Bima, menanggapi apa yang Awahiya tanyakan. "Emangnya Ayah gak bilang kalo lo bakal kerja dimana dan atasan lo siapa?"

"Ayah-Ayah seenak lo! Bapak gue itu!" Jawab Awa sewot. "Lagian Ayah juga kenapa bisa gak bilang sih kalo gue bakal dikasih ke kambing garut kayak lo?!"

Bima sungguh merasa terhibur dengan segala keterkejutan yang dirasakan oleh Awa. Semua umpatan yang Awa utarakan selalu ditanggapi dengan senyumnya yang sampai ke mata. Sosok cantik di hadapannya ini sungguh terlihat mengagumkan, dan akan terus seperti itu.

"Ayah yang gak bilang atau lo yang gak tanya, Wa?"

"Ya.. dua-duanya sih,"

"Udahlah gue pulang aja!"

"Ett!" Tubuh Awa yang hendak berbalik dan melangkahkan kakinya tiba-tiba urung ketika Bima dengan sigap memanggil dan menghentikannya. "Lo gak bisa dengan seenaknya pulang semau lo, Awa. Ayah udah ngirim lo kesini-"

"Ayah gue!"

"IYAAA AYAH LO ELAHH," ujar Bima dengan memutar bola matanya. " Ayah LO udah ngirim lo kesini dan itu udah otomatis menjadikan sebagai tanggung jawab gue. Dan yang perlu lo tau, Lo kerja disini bukan cuma numpang duduk terus pulang kalo lo bosen. Awahiya, cantiknya Abim-

"Dih!"

"Haiss jangan dipotong dulu kek. Jadi, lo kerja jadi sekretaris pribadi gue udah terikat kontrak, dan lo mau gak mau harus kerja sesuai dengan prosedur yang udah berlaku sekaligus terikat dengan aturan yang ada di perusahaan ini."

Penjelasan yang Bima utarakan sepertinya tidak cukup membuat Awa puas. Dirinya akan tetap menginginkan untuk pulang dan segera pergi dari tempat ini secepatnya. Lagi pula, bukan sepenuhnya salah Awa yang tidak mengetahui tentang hal ini. Pokoknya, nanti sewaktu sampai di rumah dirinya akan meminta sang Bunda untuk mencubit ayahnya sampai merah.

Kembali ke keadaan saat ini. Awa masih dengan setia mematung di ambang pintu yang masih terbuka. Untungnya, satu lantai ini hanya ditempati oleh Bima dan juga sekretarisnya yang Awa tau adalah Arjuna yang merupakan sahabatnya sendiri.

"Okey, mari kita mulai dengan panggilan resmi yang harus dilakukan pada lingkup kantor dan lingkungan kerja. Kamu sebagai sekretaris pribadi saya harus berlaku sopan. Mana ada bawahan yang notabenenya adalah anak baru neriakin anjing ke pimpinannya? Cuma kamu." Apa itu? Sebuah senyum miring bisa Awa lihat tertarik pada satu sisi sudut bibir Bima di sebelah kiri. Seketika itu pula, sebuah desiran angin halus menerpa pemukaan kulit pada tengkuk Awa hingga membuatnya merinding. Ada sesuatu yang tidak beres disini.

Intercom yang berada tepat di atas meja kerja itu Bima tekan lantas berucap, "Juna, anak baru sudah datang. Saya mohon kamu dampingi dia untuk mempelajari dasar-dasarnya dulu saja, jangan lupa perkenalkan dia pada yang lain dan beri tau dimana saja letak ruangan yang harus ia ketahui supaya tidak nyasar padahal baru pertama kerja." Sial, ada sebuah nada mengejek disana.

Bima secara pasti tau bahwa dari dulu Awahiya tidak akan pernah bisa membaca google maps dan berujung mereka tersasar berdua. Tapi hey, tiga negara dan sembilan kota berbeda di dunia sudah Awa jelajahi. Mengapa harus takut untuk tersasar di gedung yang tingginya hanya mencapai lima puluh lantai ini? Awa pasti bisa menakhlukannya.

Ataraxia [Nomin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang