Ataraxia 8;

147 11 0
                                    

Pagi ke pagi sudah Awa lalui dengan sebagaimana mestinya hari biasanya. Menyiapkan kopi Bima pada pagi hari, memastikan mejanya tertata rapi, serta memastikan sofa tamu di ruangannya yang selalu tersediakan beberapa pencuci mulut disana.

Tidak ada sesuatu yang begitu membebani Awa pada setiap pekerjaannya akhir-ahir ini selain tingkah menyebalkan dari atasannya itu sendiri. Seperti saat ini, beberapa jam lagi Bima akan menemui beberapa klien penting. Pagi hari buta tadi dirinya ditugaskan oleh Juna supaya mencarikan sebuah setelan secara tiba-tiba.

Sebenarnya Awa tidak jengkel, hanya saja diberikan tugas dengan begitu terburu sepeti itu membuat Awa sedikit kelimpungan. Dimana ada butik yang buka pada jam tujuh pagi dan menjual sebuah setelan dengan harga minimal yang hampir mencapai satu milyar, dengan merk Kiton K-50 sebagai bandrol merknya.

"Awa?" panggil Bima.

Yang dipanggil memutar bola matanya malas, "Apaan lagi?"

"Pasangin." Satu tangan Bima terulur ke depan, dengan sebuah dasi berwarna dark navy yang senada dengan setelan yang ia pakai. Kerah kemeja itu masih belum rapi, kancing teratasnya juga belum terkait sempurna.

Bima saat ini lebih mirip seperti seorang anak pada usia pertengahan remaja yang minta dipasangkan dasi pada seragam sekolahnya ketika akan berangkat sekolah. Awa merasa gemas, namun tetap ia tahan.

Sementara yang dipasangkan dasinya kini diam dan lamat mempehatikan paras Awa yang terlampau sempurna dari jarak yang sangat dekat. Bahkan Bima yakin kalau dirinya tidak salah, dari nafas Awa menguar sebuah bau yang mirip dengan manisan yang ada di sofa ruangannya, sepertinya tadi Awa memakan permen jelly itu.

Bibir Awa yang sedikit terbuka rasanya membuat pikiran Bima mengawang jauh, memikirkan segala skenario gila dalam otaknya. Bilah kenyal itu bagaimana rasanya, akan semanis apa waktu ia icip barang untuk satu kecupan saja?

"Hey.."

"Eung?"

Astaga, tatapan mematikan macam apa itu? Awa mendongak ketika ia memanggilnya, mata berbinar dan rona merah itu turut hadir di pipi Awahiya.

"Cantik." Singkat, namun dapat membuat degup jantung Awa kembali menggila.

Bugh!

"Ishh apaan sih!"

Yang diberi pukulan kecil pada bagian atas dadanya hanya membalas tersenyum hingga ke mata setelah satu ringisan yang dibarengi dengan kekehan pelannya.

Sekian detik ruangan itu kembali sunyi seiring dengan Awa yang masih setia berkutat dengan dasi Bima yang kunjung selesai ia pakaikan. Entah memang Awa yang masih belum terbiasa dengan simpul dasi atau justru ingin lebih lama pada posisinya saat ini. Bima harap itu adalah opsi kedua.

"Boleh cium gak.." Lirih Bima mengutarakan pintanya.

Jemari lentik Awa untuk sekian detik berhenti menari disana. Awa memutuskan untuk tidak menjawab pertanyaan Bima setelah sekali ia lirik mata Bima yang masih fokus terhadapnya. Sekarang dasi itu sudah sempurna terpasang di kerah kemeja Bima, Awa beri tepukan ringan di kedua sisi pundak Bima guna merapikan beberapa lekukan yang membuatnya nampak kusut.

Usapan terakhir yang Awa berikan membuat telapak tangan Awa berhenti di pundak lelaki yang tengah ada pada jarak kurang dari setengah meter di depannya ini. Secara ajaib Awa bawa tangannya bergerak naik dan berhenti pada dagu tegas Bimantara, menangkup dengan sebelah tangan dan mengusapnya dengan ibu jari sebanyak dua kali.

Nayanika tergerak naik, beradu pandang dengan jelaga kelam yang Bima lontarkan sejak awal di jarak mereka yang semakin terkikis habis. "You know that your request's wrong, right? —ah naur, very wrong."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 21, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Ataraxia [Nomin]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang