⚠️ Bahasa non-baku
"Ayang Ken!" Seruan heboh itu terdengar jelas sampai-sampai mengundang pasang mata yang ada di kafe. Ken malu bukan main. Dia cepet-cepet berdiri pengen kabur dari cewek sinting yang terus ngejar dia.
"Elah. Ngapa dia sampai sini, sih?" keluh Ken. Kepalanya celingukan berusaha nyari jalan keluar selain pintu masuk buat menghindari Dira-juniornya di kampus.
Terlambat. Dira udah lebih dulu mengaitkan tangannya di tangan Ken. "Udah. Nggak usah kabur-kaburan gitu. Kita udah jadian, 'kan, Ayang?"
"Ayang apaan? Gue belum bilang apa-apa, ya. Lo nggak malu diliatin orang-orang?"
Dira menggeleng.
Mata Ken terpaku sama cewek yang tertunduk lesu di meja nomor 10. Cewek itu menenggelamkan wajahnya. Ken rasa, itu adalah sebuah pertolongan buat dia.
"Lo mau tahu nggak gue di sini ngapain?" Ken bertanya ke Dira.
"Ngapain lagi kalau bukan makan? Ya, 'kan, Ayang?"
"Lepasin tangan lo dan ikut gue. Gue bakal tunjukkin ngapain gue di sini," ucap Ken dan Dira menurut.
Ken berjalan cepat menghampiri mejanya. Menepuk pelan pundak si cewek. Nggak ada reaksi apa-apa.
"Sayang," panggil Ken lembut.
Cewek itu mendongakkan kepalanya. Mengernyit sebentar, terus pakai masker dan kacamata di mejanya. Kenapa coba kek gitu?
"Gue ke sini mau ketemuan sama pacar gue. Ini pacar gue, Dir." Ken ngelakuin hal kek yang dilakuin sama Dira sebelumnya. Menarik tangan si cewek dan membawanya ke dekapannya.
"T-tera?" ucap Dira gagap.
"Tera, gue nggak nyangka banget. Lo diem-diem juga nge-crush-in Ken? Mana gue keduluan lagi! Asem lo, Tera!" Dira menggerutu.
"Tapi, nggak pa-pa. Sekarang lo bisa jadi pacar Ken. Besok yang jadi istri Ken pasti gue. Kali ini gue mundur dulu. Tera, gue percayain Ken sama lo. Bye-bye!" Dira pergi ninggalin mereka berdua.
"Bener-bener cewek sinting." Ken bergumam.
Ken masih setia atau bahkan ngerasa nyaman dengan posisi begitu. Sampai-sampai lupa buat ngelepasin dekapan tangan si cewek. Ken baru sadar pas tepukan kasar nyentuh kulitnya.
"Lepas!" desis si cewek.
"Eh, sorr-"
Belum sempat Ken nyelesain permintaan maafnya. Si cewek udah ngacir dan ninggalin dia.
"Galak amat tatapannya. Kek mau makan orang."
"Gue kek nggak asing sama tatapan, tuh, cewek," lanjut Ken.
Sebuah pesan masuk ke ponsel Ken.
Buruan balik, Woi! Kelas bentar lagi mulai.
Ken bergegas menuju kampus. Hanya butuh dua puluh menit untuk nyampe ke kampus. Ken tadi cuma nyari makan selain di kantin kampus. Niatnya pengen tenang. Eh, tetap aja ada gangguan.
Kelasnya udah selesai. Ken mau balik ke rumah. Udah seharian di kampus dan sekarang waktunya rest alias malas-malasan, tapi semesta ngatur sesuatu buat Ken, deh. Dia ngelihat si cewek itu ada di kampus yang sama. Di depan. Keknya lagi nunggu jemputan.
"Dipikir-pikir ucapan Dira tadi, Dira kenal nggak, sih, sama cewek itu? Tera, 'kan, tadi namanya?" Ken baru nyadar sama ucapan Dira.
"Gue samperin aja kali, ya? Gue ajak nebeng sebagai permintaan maaf." Ken buru-buru nyalain motornya dan gas ngeng ke tempat si cewek.
"Mau pulang?"
Ken agaknya bego, deh. Udah tahu masih aja nanya. Ken bego!
"Buat yang tadi, gue minta maaf. Tera, sorry udah bikin lo nggak nyaman."
Tera masih dengan tatapan sengitnya. 'Ini cowok mau ngapain lagi, sih?' Tera membatin.
"Lo lagi nunggu ojek online, 'kan, pasti? Sini sama gue aja. Gue anterin."
"Sebagai permohonan maaf gue." Ken nerusin ucapannya.
"No, thanks. Ojek online gue udah datang."
Akhirnya, Tera nggak nyuekin Ken.
"Oke. Take care, Tera."
Setelah Tera pergi. Ken ikutan lanjutin perjalanan buat ke rumahnya. Sampai rumah udah ada Mbak Jenna, kakak Ken.
"Sepet amat, tuh, muka," celetuk Mbak Jenna.
"Gimana, sih, biar cewek ilfeel? Bisa gila gue diuber mulu. Kek ayam tahu nggak?!" Ken lagi-lagi mengeluh.
"Lo beneran jadi gila aja, Ken. Biar rumah ini bisa gue kuasai. Harta warisan jatuh ke tangan gue, deh."
Oke. Mbak Jenna cuma bergurau. Nggak mungkin dia beneran ngomong gitu. "Udahlah. Lo udah di semester 5, 'kan? Udah nanggung. Terlanjur basah. Jadi, nikmati ajalah." Mbak Jenna ngomong gitu ke Ken.
"Apa gue beneran harus punya pacar, ya, Mbak?"
"Bisa jadi. Lagian lo kenapa menyia-nyiakan fasilitas kegantengan lo, sih?"
"Mbak Jenna ceritanya lagi muji gue, nih?" tanya Ken.
"Duh, nyesel gue ngomong gitu."
Ken agak ketawa. "Mbak Jenna mending gedein perutnya aja, gengsinya jangan!" kata Ken terus ngibrit ke kamar. Takut dilempar sendal sama Mbak Jenna.
"Kenziro! Ada akhlak lo begitu?!" Mbak Jenna teriak sampai burung-burung yang lagi nyantuy di genteng berhamburan terbang ke angkasa.
Ken lanjutin ngakaknya di kamar. Baru setelahnya dia mandi, nge-game, dan makan malam bareng Mbak Jenna. Di rumah cuma ada Ken sama Mbak Jenna. Jadi, ya, gitu. Akur, terus perang. Balik lagi akur, nggak lama perang lagi. Gitu alurnya.
Hari udah pagi. Ken udah siap ke kampus.
Kece banget nggak, sih? Awas, Ken, ntar lo kerepotan ngadepin cewek-cewek lagi. Kek sekarang, Ken udah capek banget ngebalasin sapaan dari cewek-cewek di kampus.
"Pagi, Ken!"
"Morning, Ayang!"
"Halo, Ken!"
"Ken, udah sarapan?"
"Ken, gue masakin sesuatu buat lo." Nah, kalau ini Olin. Dia teman sekelasnya Ken. "Sama matcha kesukaan lo," tambahnya.
"Emang lo bisa masak?" tanya Ken.
"Masak air." Olin jawab gitu.
"Cakep," balas Ken tanpa sadar.
"Gue nggak lagi nge-pantun, Ken."
"Buatan camer, tuh. Jangan ditolak, please." Olin memohon.
Ken terima dan dia milih buat buka bekal dari Olin di bangku depan kelasnya. "Nasi goreng seafood." Ken ngomong sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Get Her Attention
Ficção Adolescente✅ Short Story "Tipe ideal lo yang kek gimana?" "Ganteng, humoris, atau apa?" Ken nanya ke Tera. "Cowok yang jago main gitar," jawab Tera. "Oh, main? Oke, gue bisa." "Ntar gue ajak gitarnya main. Gue bakal nyanyiin lagu Pok Ame Ame," lanjut Ken. "St...