🎄🎄🎄
“Jadi, kamu baru pindah ke sini?" tanya Jelita setelah mendengar cerita lawan bicaranya yang baru datang dari Batam. Tangannya sibuk memotong-motong chicken steak yang dia pesan.
Lelaki di hadapannya, Haikal, mengangguk dengan pandangan yang tak lepas dari Jelita. Setelah pertengkarannya dengan Remi tadi, Jelita menghabiskan waktu untuk berjalan-jalan di mal dan kini dia berakhir di restoran bersama Haikal sesuai janji mereka.
"Iya, aku pengin lanjut S2 di sini, walaupun harus jauh dari Mama sama Papa,” jelasnya lagi.
"Kenapa malah milih jauh dari orang tua? Emang bakal betah?" tanya Jelita.
Dia tak habis pikir dengan jalan pikiran lelaki di hadapannya itu. Dia saja berkeinginan untuk dekat dan berkumpul dengan keluarganya jika mereka masih ada. Namun lelaki itu yang masih diberi kesempatan untuk berkumpul dengan mereka malah memilih jauh.
"Ya gimana lagi. Aku pengin banget di sini lagi, udah lama banget.“
"Emang kamu pernah tinggal di sini?" tanya Jelita sambil menatap Haikal.
Haikal mengangguk.
"Iya, waktu kecil aku tinggal di sini. Terus waktu nenek meninggal pas aku kelas tiga SMP langsung pindah ke Batam."
Jelita mengangguk mendengar penjelasan Haikal. Dia bingung harus berbicara apa lagi, jujur dia tak pandai mencari topik pembicaraan ketika baru pertama kali bertemu. Seperti yang dia harapkan, Haikal sangat keren. Lelaki itu yang selalu mencari topik pembicaraan.
Sejauh ini, Jelita merasa nyaman.
"Jelita, boleh minta nomer WA-nya nggak? Biar kita makin akrab," tanya Haikal setelah beberapa saat terdiam.
Jelita tanpa pikir panjang pun mengangguk.
"Iya, boleh. Nih," ucapnya sambil memberikan ponselnya.
Dan lelaki itu langsung menerimanya dengan senang hati. Setelah selesai, dia memberikannya kepada Jelita.
“Btw, lo pulangnya gimana? Kalau mau gue anter, tapi bawa motor, sih,” tawar Haikal.
Jelita ingin menolaknya, namun mengingat sekarang sudah pukul sembilan dan dia tak ingin ribet mencari taksi, akhirnya gadis itu mengangguk.
“Boleh, deh.“
“Ya udah, ayok!“
Selama perjalanan, Haikal dan Jelita banyak mengobrol. Keduanya terlihat sangat akrab seraya menikmati angin malam di jalanan yang sepi. Sampai ketika tiba-tiba hujan turun dengan deras, keduanya resah.
“Deres banget, Ta. Mampir dulu ke rumah gue, ya? Nggak jauh, kok, itu di depan,” ucap Haikal yang sudah basah kuyup.
“Iya, deh. Dingin banget juga ini,” balas Jelita pada akhirnya.
•••
Remi mengecek kembali puluhan pesan yang dia kirimkan kepada Jelita sejak perpisahan mereka sore tadi. Pria itu tengah berada di kamarnya, gelisah karena Jelita tak kunjung membalas pesannya. Apalagi telefon, gadis itu sama sekali tak menghiraukan panggilan telefonnya sebanyak apa dia mencoba.
Remi tadi sudah ke rumah Jelita, namun gadis itu tak ada. Naomi, sahabat Jelita? Remi juga sudah mengitari rumahnya dan hanya ada Naomi di rumah. Remi semakin yakin bahwa Jelita benar-benar pergi menemui Haikal.
“Ah, sial. Mana mendung lagi. Ini Jelita ke mana, sih?“ Remi menghela napasnya kasar. Dia bingung harus mencari Jelita dengan cara apa lagi.
Getaran ponsel yang dia genggam memberikan secercah harapan untuk Remi. Dia berharap bahwa itu telefon dari Jelita, namun Remi harus menelan kekecewaan ketika melihat nama Jerico di layar ponselnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Bad Romance
RomanceRemi Andreas, seorang dosen 28 tahun yang sangat tergila-gila dengan Jelita Harun, mahasiswi tingkat akhir yang merupakan adik dari sahabatnya, Jerico. Sudah lima tahun lamanya, Remi si diktaktor dan keras kepala mengejar-ngejar cinta Jelita. Bagi...