LVM - 16

92 13 0
                                    

Happy Reading ✨️

***

“Hati-hati.”

Camila menepis tangan yang hendak membantunya berjalan. “Aku nggak butuh bantuan dari kamu!” ketusnya. Baru berkata seperti itu, tubuh Camila mulai oleng. Untungnya ada sesosok yang sejak tadi memerhatikan wanita itu dan bergegas menolongnya sebelum tubuh seksi Camila terjatuh mengenaskan.

“Aku bilang juga apa. Kondisi kamu tuh masih lemah, Camila. Jangan gaya-gayaan nolak bantuan orang lain,” imbuh orang tersebut. Dia kembali mengulurkan tangan membantu Camila, kali ini dengan paksaan agar wanita itu tidak lagi bisa menolaknya.

Kesal karena bagian tubuhnya disentuh, Camila kembali berkata tajam, “Ini semua salah kamu, sial!”

“Salah takdir, Mil. Bukan salah aku.” Dia menyanggah, tapi tetap membantu Camila memasuki rumah.

Baru sampai di halaman rumah, wanita dengan tubuh semampainya berhenti melangkah dan berdiri menghadap orang yang telah membantunya. “Takdir macem apa yang buat aku hamil anak dari musuhku sendiri! Sialan, andai malem itu aku langsung keluar klub begitu ngelihat kamu, mungkin kondisiku nggak bakal kayak gini, Noah!”

“Yaudah sih, gitu aja dipusingin.”

Mendapat balasan teramat santai dari pria di depannya, membuat telinga Camila berdenging hebat. Bajingan satu ini terlalu menggampangkan hidup.

“Aku bukan kamu yang selalu menanggapi masalah dengan amat santai. Sikap kamu yang menggampangkan sebuah masalah inilah yang aku benci, Noah. Kalau udah begini, gimana nasib aku ke depannya? Karir yang udah aku susun seapik mungkin dari lama hancur gara-gara hamil anak kamu!”

Noah mulai termakan perkataan Camila barusan. “Jadi, anak aku itu pembawa sial maksud kamu?”

“Iya!” bentak Camila.

Bahkan kedua mata Noah sampai terpejam. Sesuatu tampak menikam uluh hatinya begitu mendengar bahwa darah dagingnyalah yang akan menyebabkan kesialan untuk wanita bernama Camila. Saat kelopak matanya terbuka, Noah berusaha meredam emosinya ketika melihat kembali wajah cantik itu. “Oke, kalau gitu aku bakal tanggung jawab. Camila, ayo kita menikah.”

“Menikah demi nutupin aib maksud kamu?”

“Anakku bukan aib, Camila!” Semakin lama, Noah tidak bisa mengendalikan dirinya. Ia teramat marah terhadap mulut wanita itu yang selalu berkata pedas. Bagaimana pun jabang bayi itu juga bagian dari diri Camila. Sekejam itukah dia?

Camila merotasi matanya malas. “Terserah apa mau kamu. Pokoknya aku nggak mau kita nikah. Apa kata orang?”

“Nggak usah dengerin omongan orang lain. Atau kamu memang malu karena hamil anak dari mantan adik ipar sendiri?” Tatapan Noah menajam.

“Itu salah satunya,” balas Camila. Salah lainnya, jika ia menikah dengan Noah yang notabenenya sebagai mantan adik ipar, maka kesempatan ia untuk mengejar-ngejar Adam sudah tidak ada lagi.

“Yaudah, aku nggak bakal maksa kamu. Tapi satu yang aku pinta. Lahirin anak aku sampe selamat, dan jangan berani-beraninya kamu gugurin dia. Demi Tuhan, walaupun cara kehadirannya salah, tapi bayi itu nggak bersalah, dia suci. Pegang omongan aku baik-baik, Camila. Aku bakal jagain dia dari jauh dan semua kebutuhan kamu selama hamil anakku bakal aku penuhi. Asal di otakmu itu nggak ada sebesit pun pemikiran buat nyelakain dia atau kamu yang bakal celaka di tanganku. Paham?”

Camila menggeram marah. Kedua tangannya mengepal sampai buku-buku jarinya memutih. Sungguh, kebenciannya terhadap Noah semakin menjadi. Sudah Camila katakan menolak untuk dinikahi pria itu, tandanya ia memang tidak mau terikat dengan Noah. Termasuk anak yang dikandungnya saat ini, tadinya Camila akan melenyapkannya sebelum terlambat. Namun, kesempatan itu sudah hilang begitu mendengar ancaman Noah.

Sebelum pergi meninggalkan kediaman Camila, Noah memberi tatapan peringatan kepada wanita hamil itu. “Awas kamu kalau berani main-main sama aku, Camila Bethari.”

Astagfirullah, janda gatel.”

“Tutup mulut kamu, Ci. Kalau kedengeran bisa gawat.”

“Biarin, ‘kan ada Om yang selalu jadi garda terdepanku.” Cira menyengir kemudian mengecup pipi Adam kanan dan kiri.

Adam berdecak malas dan tidak membalas ucapan Cira. Sebagai gantinya, ia menarik tangan sang istri untuk masuk ke dalam rumah setelah menutup pintu gerbang. Adam membawa Cira ke kamar mereka, tak lama ia pun melepas genggaman tangannya.

“Saya mau mandi, Ci,” imbuh Adam sembari melepas jaket yang melekat di tubuh proporsionalnya.

Cira yang sudah duduk di depan meja rias pun terpaksa menoleh ke arah suaminya yang mulai membuka kaos. “Bukannya sore udah mandi?” tanyanya dengan tangan yang bergerak menuangkan pembersih wajah pada kapas.

“Emang, tapi sekarang saya ngerasa gerah. Mending mandi, Ci, daripada saya nggak bisa tidur.”

“Oh, yaudah. Mandinya pake air anget aja ya.”

Pria itu mengangguk, tangannya terulur memunguti jaket dan kaos yang dibukanya tadi. Sebelum melangkah ke kamar mandi, Adam bertanya, “Kamu nggak ikutan mandi?”

Dengan kepala yang menggeleng, Cira menjawab, “Nggak. Paling cuman cuci muka dan sikat gigi doang. Pintu kamar mandinya jangan dikunci, nanti aku nyusul.”

“Oke.” Selepas berkata demikian, tungkai Adam berjalan ke kamar mandi. Di dalam sana, ia melepas sisa pakaian yang masih menempel di tubuhnya. Diletakkannya baju kotor itu ke keranjang pakaian, kemudian Adam mulai mengatur suhu air agar hangat.

***

Adult content only available at KaryaKarsa 21+

***

TBC

♡ Follow IG-ku: @wlsrhmwt (Di sana, aku sering bikin spoiler untuk bab yang akan dipublish besoknya).

♡ Baca cepat di KaryaKarsa.

Love Very Much [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang