01. Kopi Pembawa Sial

2 1 0
                                    

Bab 01. Kopi Pembawa Sial

~Happy Reading!

Setiap hari, akan ada hal baru

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Setiap hari, akan ada hal baru. Jadi, jangan terpaku dimasa lalu. Esok selalu menanti kamu, sedang kamu datang membawa hal yang ada pada kemarin.
---------------------------------------------------------------

Drap drap drap

Suara dejakan sepatu milik Kemala menggema dikoridor SMA 21 Jakarta, gadis itu bercucuran keringat. Menghindari kejaran Arsenio Gentala bersama dua bujang nya yang setia mengejarnya sejak kejadian Kemala menumpahkan kopinya ke buku biologi Arsen.

"Woi, mau kemana lu!" Pekik dua kecebong yang setia mengawal Arsen. Gibran dan Eza.

Napas Kemala terengah-engah, rasanya percuma jika melanjutkan pelarian dari Arsen. Koridor sekolah ini tak sepanjang jalan raya.

"Nah mau kemana lagi?" Tanya Gibran dengan senyum miring menyebalkan miliknya. Ia dan Eza dengan cekatan langsung memegangi lengan Kemala.

"Aduh, saya tadi gak sengaja beneran. Saya minta maaf, lepasin saya. Saya bakal ganti rugi, apa yang kamu mau bakal saya lakuin." Mohon Kemala, gadis itu semakin panik bila dikekang seperti ini.

Mata seluruh siswa yang ada dikoridor tersebut tertuju padanya, ada yang berkomentar buruk, ada yang hanya menyiniskan mata, ada yang berpikir bahwa Kemala sengaja untuk mencari perhatian Arsen yang terbilang cukup sulit didapatkan perempuan disekolah ini.

Katanya, cowok itu menyukai gadis depan rumahnya yang  tidak sekolah lagi sejak ayahnya diduga koruptor di PT. Maliba Entertaiment.

"Woi culun, gue nulis capek-capek malah lo siram pakai kopi."

"Tolong bebasin saya dulu, baru saya turutin apa yang kalian mau." Ujar Kemala, tapi dua insan itu masih kokoh dengan apa yang mereka lakukan.

"Oke, ikut kita clubbing malam ini. Lo bersedia?" Tanya Arsen sambil membuka bungkus permen kojek yang dicurinya dikantin Bu Asih.

"Kalau itu saya gak bisa, jangan yang berlebihan dong."

"Yaudah, kita bakal tetep gangguin lo."

"Duh, lepasin du-"

"Arsen! Lo masih suka gangguin orang ya? Gue laporin Ayah biar mampus lo." Potong seseorang dari belakang Arsen, dialah Saebra Narael. Kakak sambung dari Arsenio Gentala.

"Dih, dia yang ganggu gue. Dia numpahin kopi ke buku gue."

Mendengar itu, mata Rael mengarah pada Kemala. Gadis itu diam menunduk dan berhenti memberontak. Lalu cowok itu mendekatinya selangkah demi selangkah.

"Benar apa kata Arsen? Lo numpahin kopi ke buku dia." Tanya Rael.

"Saya gak sengaja kok. Tadi saya beli kopi biar gak ngantuk, terus ketabrak dia, terus kopinya ketumpah dibuku yang dipegang dia, terus dia kejar saya, terus saya lari-lari sampe sini, terus-"

"Udah, gak usah diterusin. Sen, gausah lo ganggu ni bocah. Lagian dia udah minta maaf, kasian lucu begitu." Jelas Rael.

"Minimal tanggung jawab deh, eh tapi apa kata lo, Lucu?"

"Biar gue aja urusan tanggung jawab. Oi cewek, besok pagi-pagi lo ke perumahan Pondok Pelita. Bawa motor." ucap Narael lalu meninggalkan mereka, Kemala memanfaatkan ketidak fokusan Gibran dan Eza lalu menghempaskan genggaman mereka dan pergi mengejar Narael yang belum jauh dari pandangan.

"Kak! Tunggu dulu!" pekiknya, sebab Narael berjalan terlalu cepat.

"Ada apa?" tanya Narael, gadis itu membungkukkan badannya dengan napas terengah-engah, "Kakak siapa? Kok tadi tiba-tiba datang terus apa maksud kakak yang nyuruh aku besok pagi-pagi ke perumahan pondok pelita terus pakai motor, tolong dijelaskan dulu kak soalnya aku masih rag--." Narael menyumpal mulut Kemala yang sibuk mencerocos dengan permen milkita kesukaannya.

"Pelan-pelan bisa gak ngomongnya, lu daritadi nyerocos terus. Apa emang kodrat nya cerewet?" ujar Narael, gadis didepannya sibuk mengunyah permen milkita yang teksturnya memang mudah dikunyah.

"Kan aku nanya,"

Narael menghela napasnya lalu bersender di tembok sebelah kelas X MIPA 1. "Gue kakaknya Arsen, Saebra Narael. Lo bisa panggil gue Sa atau Ebra. Dan untuk alasan gue kenapa nyuruh lo dateng besok itu karena lo harus tanggung jawab setelah numpahin kopi ke buku adek gue." papar Narael panjang lebar.

"Kenapa aku harus tanggung jawab sama kakak, kan aku salahnya sama Arsen."

"Yaudah kalo lo mau diajak clubbing sama dia."

"Eh jangan dong, hehehe." cegah Kemala. "Terus besok aku ngapain ke perumahan Pondok Pelita? Godain rt nya?" tanya Kemala asal membuat Narael tersedak permen dibuatnya.

"Ngomong sembarangan aja. Pondok Pelita itu ada rumah gue, dan besok lo jemput gue kesekolah karena gue males harus dianter jemput sama supir nyebelin itu." jelas Narael, lalu Kemala mengangguk-anggukkan kepalanya sebagai tanda paham.

"Jadi, setiap hari aku harus antar jemput kakak?"

"Iya. Satu lagi, nanti lo ambil buku yang udah lo siram pakai kopi itu dikelas Arsen. Ngomong dulu sama dia, ntar lu kena cegat lagi." ucap Narael.

"Dimana kelasnya?"

"IX IPS 2. Kalo lo mau cari gue, kelas gue di gedung sana, XI MIPA 1." balas Narael. Lalu beranjak dari sana, meninggalkan Kemala yang sibuk mematung disana.

Entah apa yang dipikirkan gadis itu sehingga tertabrak gadis dengan lipstik merah cabai menghiasi bibirnya.

"Minggir dong, lo ngalangin jalan gue."

"Astaghfirullahaladzim." Kemala terkejut akan kehadiran gadis itu, lalu ia tersenyum ramah dan mempersilahkan gadis itu melewatinya.

"Kenapa lo ngucap gitu? Gak suka liat gue?"

"Suka kok, nih aku liatin." balasnya sambil melototin senior sok berkelas itu, hampir saja mulutnya dislepet Dinda (Senior tsb) karena terlalu asal-asalan berbicara. Narael datang menarik tangannya untuk berbelok kearah tangga samping kelas X MIPA 1.

"Malu-maluin aja." ujar Narael.

"Kakak tadi ngawasin aku?"

"Nggak. Gak sengaja liat aja, kelakuan lo meresahkan banget." balas Narael, untung saja dia datang menyelamatkan Kemala dari Dinda yang mulutnya tak kalah pedas. Jika berurusan dengan gadis itu bisa-bisa panjang sampai jadi pembicaraan terpanas disekolah.

Kemala diam memalingkan wajahnya, kesal yang pasti. "Orang aku cuma menjelaskan kalau aku tuh bukan gak suka liatin Adinda,  jadi aku liatin dia biar dia puas." jelas Kemala. Narael hanya menghela napasnya.

"Terserah." ujar Narael, ia lanjut menaiki tangga sementara Kemala berbelok kearah lain dan menuju kelas Arsen yang berada diujung Koridor.

Pesawat Kertas (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang