Terungkap

800 10 6
                                    

Seseorang bisa berubah karena dua hal, pikirannya terbuka atau hatinya terluka.


***

Brak

Tubuh Johan tergeletak tak sadarkan diri usai di pukul dari belakang oleh pemuda yang sekarang tengah terpaku dengan sebuah kayu balok di tangannya. Tubuhnya bergetar hebat dengan apa yang barusan dilakukannya, pandangannya melihat sekeliling berharap tidak ada yang melihat, dengan nafas memburu pemuda itu menyeret Johan ke tempat sepi yang jauh dari keramaian sekolah. Jantungnya tak henti-hentinya berdetak kencang, tapi tekadnya sudah bulat ia harus mencari tahu siapa dua wanita yang sudah merendahkan dirinya kemarin.


"Woi apa-apaan ni ?" Bentak Johan setelah siraman air mengenai wajah dan seluruh tubuhnya basah kuyup.


Mata Johan terbelalak melihat siapa yang baru saja menyiramnya, terlihat seorang pemuda berdiri didepannya dengan tatapan tajam menunjukkan seolah-olah ia akan melakukan hal yang buruk. Johan sadar sekarang ia dalam keadaan kedua tangannya terikat ke atas, serta ruangan yang sangat jauh dari lalu lalang orang lewat. Sepi.


"Maksud lu apaan ? Lepaskan gua anak bangsat!" Teriak Johan yang sia-sia membuat pemuda itu tersenyum sinis.


Satria sudah sangat geram dengan Johan rasa takut serta resiko kedepannya bakal seperti apa lama kelamaan pudar seiring dengan teriakan Johan yang memohon untuk segera dilepaskan, bagaimanapun tidak sepantasnya ia menjebak Satria agar memuaskan nafsu kedua perempuan kemarin yang membuat monster dalam diri Satria bangun.


"Ternyata senikmat ini ya ? hm." batin Satria.


Bertubi-tubi pukulan dari benda tumpul mendarat di tubuh Johan di ikuti dengan raungan,


"Salah gua apa Sat ? Woi."


Tidak menghiraukan perkataan Johan, dengan liarnya Satria menghujani tubuh Johan dengan balok kayu. Aktivitasnya terhenti saat melihat Johan lemas dan sekujur tubuhnya lebam.


"Sumpah gua gak tau maksud lu apa ? Udah cukup, cukup Sat uhuk..." Mata Johan terbuka setengah.
"Gua bakal melakukan apa saja asal lu hentikan ini semua." imbuhnya.

"Emang itu yang ingin aku dengar dari tadi. Jadi siapa dua perempuan yang menjadikan aku anjing kemarin ?" Menjambak rambut Johan lalu mendekatkan wajahnya.

"Apa ? Dua ? Apa maksud lu ?" jawab Johan merintih menahan sakit.

"Jangan berlagak bo..." Ucapan Satria terpotong, tangannya terhenti sesaat akan memukul kembali badan Johan.

"Ok ok, jangan stop stop, gua cuma tahu satu orang." rengek Johan.

"Jelaskan."

"Jadi memang benar gua menyuruh lu untuk memberikan sebuah bingkisan ke Siska. Gak ada niatan lain sebab hari itu Siska yang memintanya sendiri. Saat gua tanya alasannya, Siska gak memberitahu gua kenapa harus lu yang memberikannya." jelas Johan yang ketakutan.

"Lalu kenapa dua perempuan itu menyiksaku ?" Mata Satria melotot.

"Gua bener-bener gak tahu Sat." menggelengkan kepala.

"Kamu tahu siapa itu Rara ?"

"Rara ?" Johan mengernyitkan dahi.
"Itu adalah panggilan akrab Almira, hanya orang-orang terdekat yang memanggilnya dengan sebutan itu." tambahnya.


Satria mendongakkan kepala menetralisir amarahnya, membuka pikiran menelaah perkataan Johan.


"Apa maksud semua ini ? Apakah Mira dibalik semua ini ? Lantas apa tujuannya."


"Sumpah hanya itu yang gua tahu Sat, tolong jangan pukul gua lagi, gua mohon." pinta Johan memelas.

"Asal kamu tutup mulut bangsat mu itu, semuanya akan baik-baik saja. Tapi jika bocor, mungkin aku bisa buat kamu tidak bisa berjalan selamanya." ancam Satria.


Satria tersenyum lebar dengan tatapan tajam ke arah Johan, sekarang ia sudah mengantongi satu nama.


"Siska. Bagaimana kalau kita bermain ? hm ?" batin Satria


Ia langsung meninggalkan Johan dalam keadaan pingsan setelah belakang lehernya ia hantam keras menggunakan benda tumpul tak lupa juga melepaskan ikatan yang menggantung tubuh Johan sedari tadi.


Malamnya di kamar, Satria memikirkan kejadian yang terjadi di gudang sekolahan siang tadi. Rasa amarah dan tak terima memaksa jiwa Satria meronta mengakibatkan sisi lain dari diri Satria bangun membuat penahannya terlepas dan meledak. Disamping itu ia juga heran dengan dirinya sendiri bisa melakukan hal yang nekat dan beresiko serta tidak memperdulikan konsekuensi apa yang akan diterimanya, pikirannya fokus mencari tahu siapa pelaku satunya serta apa tujuannya.

Terserah KamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang