Kerjaan

96 71 53
                                    

Film Hiu megalodon sudah selesai 5 menit lalu, sekarang Mika menunggu Devan didepan pintu masuk bioskop ditemani Santi. Mereka berdua duduk di sofa, masih diarea bioskop. Tak berapa lama keluarlah Devan dengan Dara, melewati Mika dan Santi.

"Kalian ternyata nunggu."

Mika sempat lemot mendengar ucapan Devan, ini gimana konsepnya ya. Bukannya yang nyuruh nunggu itu anda, pikir Mika. Malu juga sih, kalau Devan hanya bercanda menyuruhnya nunggu tadi.

"Kan tadi-"

"Kita ke caffe dekat sini aja, ayo."

Mika hanya bisa cengo ke sekian kalinya, Devan memotong ucapannya. Dan dengan santainya menyuruh mereka mengikuti dibelakang, ini mau apa sih? Mau bagi beras raskin apa gimana. Santi ya hanya mangut mangut walau kebingungan.

Sampailah mereka di lantai 5 mall, disana memang lantai penuh dengan kuliner. Disebuah caffe kopi, mereka berempat duduk dimeja bundar. Devan sedang memesan kopi untuk mereka, tinggal Mika, Santi dan Dara. Beberapa menit hanya ada keheningan, sebelum Santi memulai pembicaraan.

"Dek, itu bapaknya ya?"

Mika hampir saja memukul mulut Santi dengan keras, emang harus ya nanya hal selugas itu. Nggak ada sopan santunnya emang sahabat dakjal ini, walaupun sebenarnya Mika juga penasaran. Tapi baiknya kan basa basi dulu Santet.

Dara menyerit dahi, mengikuti pandangan Santi ke arah Devan yang sedang memesan kopi dikasir. Hampir saja Dara tertawa mendengarnya, kalau dilihat lihat abangnya itu memang cocok menjadi bapak-bapak.

"Bukan kak, itu abang ku." Jawab Dara terkekeh, membuat dua gadis didepannya itu mengangguk paham. Begitu juga Mika yang langsung bernapas lega, berarti dia tidak jadi berjodoh dengan duda satu anak.

Welcom to calon istri pria tampan kaya raya.

Devan sudah selesai memesan dan kembali ke meja mereka, Mika duduk berhadapan dengan Devan. Sedangkan Dara berhadapan dengan Santi, mereka terlihat canggung untuk berucap beberapa saat.

"Kamu kelas berapa dek?" Setelah berdehem pelan, dengan santai Mika membuka pembicaraan. Dugun dugun juga jantungnya lama-lama kalau berhadapan dengan om tampan didepannya ini, aura yang dimiliki Devan sungguh memabukkan mata.

"Aku kelas 3 SMP kak." Jawab Dara.

"Sekolah dimana dek? SMP deket sini ya?" Lagi, Mika persis tim sensus penduduk yang mendata warga. Tidak sekalian tanya biasa sholat dimana.

"Enggak kak, aku sekolah di Seoul center."

Mendengar jawaban Dara, bukan hanya Mika, Santi juga bingung. Sekolah mana yang namanya Seoul Center dikalimantan, nggak ada kan ya.

"Dimana tuh?"

"Dikorea lah kak." Dengan senyuman ramah Dara menjawab, membuat Mika dan Santi membulatkan matanya kaget. Korea selatan woi, seoul korea. Tempatnya oppah oppah tampan bertebaran, anak didepan mereka ini sekolah disana. Demi gigi ginsulnya kuntilanak, itu emezing!

"Nama kalian berdua siapa?"

Melihat akan ada pertanyaan yang menjerumus ke ranah per koreaan sebentar lagi, Devan dengan cepat mengalihkan pembicaraan. Bisa-bisa akan jadi dua hari mereka disini, bukan dua jam.

"Aku Santi bang." Dengan muka imutnya Santi memperkenalkan diri, Mika jengah.

"Aku Mika bang."

Devan manggut manggut, berarti yang berambut pendek bak polwan itu Santi. Dan gadis berambut sebahu berponi pagar yang tadi jatuh bersama dengan pencuri tadi, Mika. Dara memperhatikan Devan terus melihat ke arah tangan Mika yang terbalut handsaplast. Sepertinya, abangnya ini terlihat khawatir dengan gadis itu. Hah, keciduk lo bang!

Transparan SeriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang