Chapter 1

23 1 0
                                    

Kata yang digaris miring adalah bahasa Perancis.

---------------

Udara Paris begitu dingin, tentu saja karena ini musim gugur, terlebih di Eropa. Namun berbeda dengan Rin, dia sungguh sangat menikmati musim gugur ini.

Ya, Rin sudah tinggal di Perancis sejak tahun lalu saat berumur 21 tahun. Dia berhasil menjadi striker yang hebat dan bergabung ke dalam club PxG. Sehingga membuatnya harus tinggal di kota mode itu.

Saat ini dia sedang duduk di dalam cafe. Menikmati teh hangatnya sambil mengerjakan tugas liburan musim gugurnya.

Jujur saja, walau tinggal di negara lain tidaklah mudah, terutama dengan bahasa dan budaya yang berbeda. Tetapi Rin berhasil beradaptasi dengan baik, bahkan dia sudah menjadi salah satu striker andalan club PxG. Walau tentu, dia merasa tidak puas karena belum pernah menang melawan Loki.

Waktu menunjukkan sudah pukul 2 siang. Dan dia harus segera pulang untuk latihan club nanti sore.

Rin menutup laptopnya, merapikan bukunya dan memikul tasnya keluar cafe. Meninggalkan aroma kopi dan kue yang sedari tadi menemaninya.

Dia melangkah dengan kaki jenjangnya, tanpa memedulikan suara seorang gadis yang berteriak seolah memanggil dirinya.

"Permisi! Bisakah kau berhenti?"

"Permisi maaf! Kau yang sedang berjalan!"

Rin tidak memiliki kenalan wanita di perancis. Tidak mungkin kan tiba-tiba ada wanita tidak dikenal memberhentikannya dan menyuruhnya menjadi model?

Rin tidak menghiraukan suara wanita itu. Dia melangkah cepat menjauhi cafe.

"Maaf! Maukah kau menjadi modelku?" Gadis itu menggenggam kuat lengan Rin yang terbalut mantel itu, membuat Rin sedikit tertarik ke belakang dan menoleh.

Tidak, sebenarnya bukan karena itu Rin menoleh, melainkan karena gadis itu berbahasa Jepang.

Itu adalah momen yang singkat, namun terasa begitu lama bagi Rin. Dalam waktu sesaat dia bisa melihat bagaimana penampilan wanita di hadapannya.

Kulit putih bersih yang terlihat sehat, rambut hitam legam sepunggung dengan poni belah pinggirnya, serta bibir ranumnya yang terlihat manis. Dengan tangan kirinya yang memegang sebuah tongkat.

Namun bukan itu yang menarik perhatian Rin, melainkan kacamata hitam yang dipakai gadis itu. Kacamata itu sangat hitam, bahkan Rin tidak bisa melihat dengan jelas bagaimana bentuk mata gadis itu padahal jarak pandangan mereka sudah dekat.

Tapi, bukan Rin namanya kalau tidak kesal saat ada yang menyentuh seenaknya. Dengan cepat Rin melepaskan tangannya dengan kasar dari gadis itu. Sontak membuat gadis itu sedikit terkejut.

"Ha? Apa yang kau lakukan sialan!" umpat Rin dengan aura seramnya. Tanpa sadar Rin menggunakan bahasa Jepang.

"Ah gomenasai, sungguh aku tidak bermaksud," ucap gadis itu dalam bahasa Jepang.

Rin menatapnya curiga, apakah gadis di hadapannya ini adalah salah satu penggemarnya dari Jepang? Mengingat namanya sebagai pemain sepak bola sudah cukup terkenal di dunia. Apalagi Jepang tentu saja, karena dia pernah bermain di tim Bluelock melawan timnas Jepang.

"Maaf, maukah kamu menjadi modelku?" tawar gadis itu sekali lagi.

Rin termenung, kebetulan macam apa ini. Baru saja sebelumnya dia berpikir bahwa tidak mungkin ada seseorang memintanya menjadi model. Tapi sekarang lihatlah apa yang ada di hadapannya. Sungguh tidak habis pikir.

"Bukankah kamu tahu siapa aku?" tanya Rin menatapnya tajam. Namun berbeda dengan apa yang diharapkannya, gadis itu memiringkan kepalanya, seolah bingung.

"Apa maksudmu?"

"Bukankah kau memanggilku dengan bahasa Jepang karena kau tahu siapa aku?"

Gadis itu semakin bingung "Emm tidak, aku tidak tahu dirimu, kalau aku tahu namamu aku pasti tidak perlu berlari dan menarik tanganmu."

Rin terhenyak, apa yang dikatakannya masuk akal. Lalu bagaimana gadis ini tahu kalau Rin berasal dari Jepang?

Rin menatapnya penuh kewaspadaan, membuat gadis itu mengerti bahwa saat ini dirinya cukup mencurigakan.

"Bagaimana kalau kita duduk dulu? Kebetulan ada meja lagi di depan cafe itu, kita bisa bicara disana," tawarnya.

Rin melihat jam tangannya, latihan club dimulai pukul 4 sore. Itu berarti dia masih waktu punya 2 jam untuk itu.

"Baiklah, satu jam saja," kata Rin akhirnya.

"Aku yakin ini tidak akan sampai satu jam," balas gadis itu.

Rin mengangguk, lalu mengikuti gadis itu berjalan dengan tongkat yang menuntunnya ke arah meja di depan cafe yang baru saja dia tinggalkan tadi.

"Jadi begini, aku seorang mahasiswi fashion design, jujur saja, aku sangat tertarik dengan penampilanmu, dan aku yakin kau bisa merepresentasikan karyaku dengan baik."

"Ah tidak, bukan kau yang merepresentasikan karyaku, melainkan aku akan merancang pakaian untukmu," ucap gadis itu penuh semangat. Walau tidak bisa melihat matanya, tapi Rin bisa merasakan kobaran api dari gadis itu.

Melihatnya membuat Rin sedikit teringat dengan si kuning tolol yang tingkahnya sungguh selalu membuat Rin darah tinggi.

"Tidak bisakah kau memperkenalkan dirimu dulu?" tanya Rin yang belum apa-apa sudah mulai lelah.

Gadis itu tersentak, lalu mengulurkan tangannya, "Ah maaf, aku terlalu bersemangat, J'm'appelle Mikata Reina, J'suis Japonaise," ucapnya dengan sedikit gugup

"Kau bisa memanggilku Reina, Rena, atau margaku juga boleh."

"Quel est votre nom?" tanya Reina balik.

Rin hanya melihat tangan terulur Reina, "Itoshi Rin."

Melihat Rin yang tidak membalas jabat tangannya, ia langsung menarik cepat tangannya. Sungguh, pria di hadapannya ini membuatnya terlihat seperti orang bodoh dan tidak tahu malu.

"Dari mana kau tahu kalau aku orang Jepang? Padahal kau tidak tahu siapa aku."

Reina gugup, dia merasa seperti di interogasi. Walau memang dari sudut pandang seorang Itoshi ini, Reina terlihat mencurigakan.

"Ah, dari struktur wajahmu saja aku cukup yakin kalau kau orang Jepang," jawab gadis itu gugup.

Rin menatap Reina dengan selidik. Seolah gadis di hadapannya adalah seorang narapidana yang sedang diinterogasi polisi.

"Tapi aku tidak yakin sepenuhnya kalau kau orang Jepang, kucoba memanggilmu dengan bahasa Jepang, ternyata kau langsung meresponku," terang Reina.

"Siapapun yang tangannya ditarik oleh orang lain, pasti langsung merespon," sangkal Rin.

"Hahaha," Reina mencoba tertawa agar terhindar dari suasana ini.

"Langsung saja kukatakan, aku tidak mau jadi modelmu."







*****
Maaf kalau ada kesalahan eja dalam bahasa perancisnya :)

Love in Paris (RIN X OC)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang