Bab 2

43 0 0
                                    

"Kak Tata, Nek, calon istrinya kak Zayyan." Sayangnya, Tasya justru tidak mengerti akan kode kedipan mata dari sang ibu yang menyuruhnya untuk diam. Anita, sang ibu pun melototinya.

"Apa?! Calon istri Zayyan berkhianat? Berkhianat bagaimana maksudnya?" Asih--sang nenek pun cukup syok mendengar kabar ini. Wanita berumur tujuh puluhan itu adalah ibu dari Rafi.

Anita gelagapan. Ibu mertuanya sudah terlanjur mendengar kabar tidak menyenangkan ini, dan sekarang ia bingung bagaimana menjelaskannya. "Anu, Bu, bukan begitu maksudnya Tasya."

"Jelaskan bagaimana kejadian sebenarnya, Anita. Jangan sembunyikan apapun dari ibu!" tuntut Asih. Ia memegangi dadanya yang tiba-tiba terasa nyeri.

Melihat sang ibu mertua yang seperti menahan sakit, Anita pun sontak memegangi lengan tangan mertuanya itu. "Kita bicara di dalam ya, Bu. Ayo masuk, dan tenangkan diri dulu."

Wanita lanjut usia itu pun menurut. Ia masuk ke rumah dengan dituntut oleh Anita di sebelah kanan, dan Tasya di sebelah kiri.

Anita, dan Tasya mendudukkan Asih di sofa panjang. Asih menghela napas, lalu menatap satu persatu ke arah menantu, dan cucu perempuannya itu.

"Aku masih sehat, jangan perlakukan aku seperti orang pesakitan saja!" ujar Asih.

"Maaf, Bu," ucap Anita yang kini memilih duduk di sofa yang berseberangan dengan sang mertua.

"Sudahlah, sekarang ceritakan yang sebenar-benarnya. Jangan sembunyikan apa pun, apalagi ini menyangkut cucuku Zayyan," tuntut Asih, kemudian menoleh ke sebelah kirinya di mana Tasya duduk. "Kalau mamamu tidak mau cerita, kamu saja yang menjelaskan, Tasya."

"Eh?" Tasya gelagapan. "Aku, Nek?" Ia menunjuk dirinya sendiri.

"Iya," balas Asih.

"Mamah ajalah." Tasya berkedip pada sang ibu.

Anita pun menghela napas. Sebenarnya ia ingin menyembunyikan dulu kabar tidak mengenakkan ini dari ibu mertuanya, tapi karena sudah terlanjur ketahuan seperti ini, mau tidak mau ia harus memberi tahu.

=====

"Kamu ini sungguh tidak kompeten memilih calon menantu yang baik untuk Zayyan, Rafi!" omel Asih.

Malam hari seusai makan malam, keluarga Rafi berkumpul bersama, minus Zayyan yang kini sedang berada di luar kota karena mengikuti program penyuluhan kesehatan.

Asih sudah mendengar dengan detail apa yang sedang terjadi. Tadi pagi Anita sudah menceritakan semuanya. Maka dari itu, kini ia melampiaskan rasa marahnya pada Rafi, karena berawal dari Rafi lah rencana pernikahan Zayyan berasal.

"Kalau sudah begini, kasihan Zayyan," lanjut Asih.

"Maaf, Bu. Tadinya saya pikir, Tata adalah wanita yang baik untuk menjadi pendamping Zayyan. Tapi, ternyata saya salah," ucap Rafi. Ia sungguh merasa menyesal.

"Ya kamu itu terlalu gegabah sih. Zayyan itu masih muda, masih asik-asiknya menikmati karirnya jadi dokter. Kamu malah nyuruh dia menikah." Asih mencibir.

"Zayyan sudah berumur 32 tahun, Bu, sudah saatnya untuk menikah. Dulu waktu saya umur 30 tahun saja Ibu sudah berisik menyuruh saya untuk cepat-cepat menikah," kata Rafi.

"Tapi kan dulu ibu tidak menjodoh-jodohkan kamu. Ibu menyerahkan sepenuhnya sama siapa kamu akan menikah, hingga akhirnya kamu menikah sama Anita. Harusnya kamu juga seperti itu. Serahkan sepenuhnya kepada Zayyan untuk memilih siapa calon istrinya," tutur Asih.

Rafi menghela napas. "Sudah dari dua tahun yang lalu saya menyuruh Zayyan untuk menikah, Bu. Saya pada awalnya juga membebaskan Zayyan untuk mencari sendiri calon istrinya. Tapi nyatanya Zayyan justru santai-santai saja. Ya sudah, terpaksa saya memilihkan Zayyan calon istri yang berasal dari keluarga rekan bisnis saya."

Cinta Untuk Sang Dokter Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang