Bab 5.2

19 2 0
                                    

Kaia terbangun dengan topi Adnan yang menutupi separuh wajahnya. Dia menggosok matanya dengan punggung tangan, lalu mendapati Adnan yang sudah lebih dulu bangun di sampingnya. Wajahnya terlihat lebih segar dan ketika menyadari Kaia terbangun, pria itu memasang senyum teduh sampai-sampai keliatan kerutan ujung matanya.

"Kamu sudah bangun?" tanya pria itu.

Kaia memperhatikan sekitarnya dengan setengah kesadaran. "Kita udah di mana? Oh iya, ini topimu."

"Udah hampir sampai," jawab Adnan sambil mengambil topi yang diberikan Kaia dan memakainya. "Mungkin sekitar sepuluh menit lagi kita sampai."

Kaia menyandarkan kepalanya di kaca jendela sambil mengumpulkan kesadaran.

"Ngomong-ngomong kamu liat kacamataku tidak?"

Pertanyaan itu lantas membangun Kaia sepenuhnya. Buru-buru dia mengeluarkan kacamata Adnan dari tas selempangnya dan menyerahkannya ke pemiliknya. "Tadi pas kamu tidur, kacamatamu hampir jatuh. Jadi aku amankan."

"Oh, makasih," ujarnya.

Kaia memperhatikan Adnan yang memasang kacamatanya. "Ngomong-ngomong, aku boleh tanya?"

"Apa?"

"Kamu minus atau apa?"

"Minus tiga dan aku juga punya xerophthalmia."

"Xerophthalmia itu apa?"

"Mata kering." Jawab Adnan. "Jadi Aku tidak bisa pakai softlens dalam waktu lama. Tapi, aku tidak begitu masalah. Aku lebih suka memakai kacamata."

"Itu memang terlihat cocok untukmu," komentar Kaia.

"Kamu mau mencobanya?" tanya Adnan sambil menunjuk kacamatanya.

"Boleh?" Kaia mendekatkan tubuhnya.

Adnan melepas kacamatanya dan menyerahkannya pada Kaia.

"Wah." Kaia memakainya dan terkesan dengan pemandangan kabur yang dia lihat. "Aku gak bisa lihat apa-apa."

Adnan terkekeh kecil.

Begitu Kaia melepaskan kacamatanya dia mendapati Adnan menatapnya dengean sebuah seringai kecil yang nyaris membuat Kaia tidak bisa bernapas. "Kenapa melihatku seperti itu?" tanya Kaia setelah berhasil mengumpulkan kewarasannya sedetik kemudian.

"Kamu cantik." Adnan memundurkan tubuhnya dengan seringai yang tidak lagi dia sembunyikan.

Kaia mengerjapkan matanya. Terkejut dengan dua kata yang tidak terduga pria itu. Namun, tidak lama alarm tanda bahaya dalam kepalanya berbunyi. Dia lantas menyipitkan matanya pada Adnan. "Apa biasanya kamu bersikap semenggelikan itu pada orang lain juga?"

Adnan menggeleng. "Tidak. Aku biasanya tidak banyak bicara kalau sama orang lain."

Kaia masih menatap dengan raut tidak percaya.

"Aku serius," ujar Adnan.

Namun, Kaia hanya mengangkat bahunya dengan santai. "Iya, iya," balas Kaia, "aku percaya kok," dengan nada yang berkebalikan dengan perkataannya.

Pria itu tidak tahu kalau Kaia sedang mengatur jantungnya yang berdebar-depar. Tidak, dia tidak boleh membiarkan dirinya lengah hanya karena ditatap sehangat itu oleh seorang pria yang sebulan lalu dia kenal.

Perhatian mereka lalu teralihkan dengan suara dari pengeras suara kereta yang mengumumkan kalau mereka telah sampai di tempat tujuan mereka. Adnan dan Kaia perlahan turun bersama dengan puluhan orang yang sama tujuan dengan mereka.

Dan karena dari awal mereka hanya berencana pergi dan langsung pulang, mereka ingin langsung memesan tiket kereta untuk sejam berikutnya begitu berhasil turun dari kereta.

Wheel of Fortune [Wonwoo's AU]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang