Bab 14

13 2 0
                                    


Ibunya Adnan tersenyum jahil, mengingatkan Kaia pada senyum Adnan yang biasa dia lihat ketika dia menggodanya. "Syarat apa, Tante?"

"Jangan panggil aku Tante. Panggil Mama aja."

Kaia mengerjap, merasa telinganya salah mendengar apa yang wanita itu katakan. "Ya?"

"Dari dulu Tante mau anak perempuan, tapi anak Tante cuman dua laki-laki minim ekspresi yang gak asik diajak ngobrol." Wanita itu berkata sambil mengerucutkan bibirnya, setengah mengeluh pada Kaia. Dia kemudian menggenggam kedua tangan Kiara dengan lembut. "Mau yah panggil aku Mama?"

Kaia bisa merasakan kehangatan yang diberikan wanita di kedua tangannya. Belum pernah ada yang memberikan kehangatan yang mampu membuat hatinya terasa penuh seperti itu dari orang lain padanya. Kehangatan yang membuat Kaia merasa diinginkan dan dicintai.

Kaia mengerjap-erjapkan matanya yang basah. "Mama?"

Ibu Adnan melepaskan tawa kecil mendengar Kaia yang memanggilnya dengan tidak yakin. Dia kemudian merangkul Kaia dan membawanya masuk kembali.

"Kamu biasanya masak apa di rumah?"

Kaia menggoyangkan tangannya. "Aku gak biasa masak di rumah. Ibuku suka marah kalau aku ada di dapur."

Mama mengernyitkan dahinya. "Kenapa dimarahi?"

"Soalnya aku sering bikin kacau dapurnya."

Kaia melihat ada ketidaksetujuan di wajah wanita itu. "Kenapa harus dimarahin? Namanya juga dapurkan, yah, pasti kacau dan berantakan."

Kaia meringis. Tidak ingin menimpali perkataan itu.

Ibu Adnan lalu menepuk pelan pundak Kaia. "Kalau begitu, kamu sering-sering aja ke sini. Nanti Mama bantuin kamu belajar masak."

Kaia mengangguk senang. Gadis itu senang dengan sambutan hangat dan terbuka yang dia terima pada wanita itu. sekarang dia bisa mengerti dari mana sikap lembut dan jahil Adnan berasal. Itu tidak lain dari wanita ini. Dan dia tidak bisa tidak berterima kasih dalam hati.

---

Adnan muncul ke ruang makan dan menyadari suasana yang berbeda dari sebelum dia meninggalkan Kaia dan ibunya tadi. Suasana canggung sudah mencair. Sekarang pria itu mendapati kedua wanita itu memasak membelakanginya sambil tertawa.

Adnan lantas mengambil duduk di salah satu kursi di meja makan dan memperhatikan keduanya dalam diam.

Tidak lama, Kaia berbalik dan melihat Adnan. "Oh, kamu sudah ada?"

Adnan mengulum senyumnya sambil mengangguk. "Kalian sedang ngobrol apa? Keliatan seru."

Ibu Adnan mendekat sambil menaruh sayur yang sudah dia masak ke meja. "Bukan urusan laki-laki sepertimu," kata wanita itu sambil mendengus pada Adnan.

"Wah, Mama. Mentang-mentang punya teman baru, aku dibuang," protes Adnan.

"Mama memang udah dari dulu mau tukar kalian berdua dengan anak perempuan. Sekarang akhirnya kesampaian juga mimpi Mama."

"Mama, Adnan sakit hati loh." Adnan memegang dada kirinya dengan wajah yang pura-pura kesakitan.

"Trik itu udah gak mempan lagi sama Mama," kata wanita itu. "Udah sana, panggil adik kamu buat makan."

"Iya, iya," ujar Adnan sambil keluar dari ruangan.

Kaia yang tadi memperhatikan dari jauh hanya tertawa geli dengan tingkah Adnan. Rasanya menggemaskan melihat sisi pria itu yang jarang dia tunjukkan pada orang lain.

Tidak lama Adnan datang bersama seorang laki-laki yang lebih kurus dan tinggi dari Adnan. Laki-laki itu memiliki mata yang tajam dan hidung yang mancung seperti Adnan. Namun, dia terlihat lebih muda dari Adnan karena lemak pipinya yang menutupi rahang.

Selebihnya, kedua kakak beradik itu nyaris mirip satu sama lain. Kaia bisa mengerti mengapa Mama tadi berkata dua pria itu minim ekspresi dan tidak asyik diajak ngobrol.

Laki-laki itu tidak mengatakan apa-apa pada Kaia. Dia hanya memandangnya sekilas dan mengambil salah satu kursi terdekat dengannya.

Sementara Adnan duduk di sebelahnya, berhadapan dengan adiknya.

"Mama boleh tau gak, bagaimana kalian berdua saling kenal?" tanya Mama sambil duduk di kursi kosong yang berhadapan dengan Kaia.

Kaia melirik Adnan sekilas, lalu berkata, "aku kenal Adnan dari teman SMA-nya Adnan, Ma. Terus—"

"Ma?" potong Adnan.

"Apa?" Kaia sedikit ngelag karena Adnan tiba-tiba memotong perkataannya.

"Sejak kapan kamu manggil Mama, 'Mama'?"

"Mama yang minta," Mama menyela.

"Oh," gumam Adnan.

Kaia melihat anak dan ibu itu saling melemparkan senyuman. Lalu, Mama meminta Kaia untuk melanjutkan perkataannya sambil makan. Dia menceritakan keinginannya untuk menulis sebuah novel dengan tokoh utama yang sama dengan jurusan Adnan, karena itu dia ingin mewawancarai Adnan untuk bertanya hal-hal yang tidak Kaia ketahui.

Percakapan kemudian mengalir dengan lancar dan apa adanya. Mulai dari masa kecil Adnan dan adiknya yang sangat jarang menangis sampai mama khawatir ada yang salah dari kedua anak laki-lakinya. Butuh waktu lama sampai mama sadar kalau kepribadian mereka berdua memang seperti itu. Tidak seperti saudara-saudara lainnya di luar sana, mereka juga sangat jarang berkelahi dan meributkan hal yang sama. Adnan yang tahu tugasnya sebagai kakak akan selalu mengalah untuk adiknya dan Adit sebagai adik pun mencoba menahan diri untuk tidak merepotkan kakaknya.

Setelah menghabiskan banyak waktu bersama keluarga itu, Kaia jadi tersadar: hal yang seperti ini tidak mungkin terjadi di ruang makan keluarganya. Ayahnya yang keras itu tidak akan membiarkan ada seorang membuka mulut sampai makanan yang ada di piring mereka habis. Tidak ada lelucon manis atau tawa kecil. Hanya ada suara sendok yang sesekali terkena piring dan jarum jam dinding yang berdetak tiap detik. Menyesakkan.

Matahari sudah terbenam sepenuhnya ketika Kaia meninggalkan rumah yang penuh kehangatan milik keluarga Adnan. Begitu dia membuka kunci pintu rumahnya, suasana dingin menerpa wajahnya. Tangan Kaia terangkat untuk menyalakan lampu. Kaia tidak mendapati siapapun di sana. Hanya keheningan yang menggantung di udara.

Seakan kehangatan yang dia rasakan beberapa jam yang lalu terasa begitu jauh dan tidak nyata, nyaris seperti cerita-cerita magis yang penuh warna yang selalu Kaia baca sewaktu kecil ketika dia ingin kabur dari kenyataannya.

Dengan sempoyongan, Kaia masuk ke kamarnya yang gelap dan menjatuhkan tubuhnya pada kasur. Rasa kantuk dan lelah muncul hingga perlahan-lahan kesadaran Kaia menghilang.

Wheel of Fortune [Wonwoo's AU]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang