Ketika Adnan selesai menceritakan pertemuan-pertemuan ketika Kaia membantunya yang saat itu tersesat, ketika Adnan melihatnya menolong kucing yang kehujanan dan ketika Kaia membantu Adnan menemukan kacamatanya, Adnan melihat satu hal baru; gadis yang selalu punya pendirian dan pijakan yang jelas menjadi goyah.
"Aku sudah tertarik sejak pertama kali melihat wajahmu di bawah hujan dan semakin lama mengenalmu semakin aku sadar kalau perasaan itu lebih dalam dari ketertarikan semata. Aku suka kamu, Kaia, secara sadar dan penuh pertimbangan." Adnan mengatakan kalimat terakhirnya dengan pelan dan penuh penekanan untuk meyakinkan gadis itu.
Kaia menggigit bibir bawahnya. "Tapi aku bukan orang sebaik yang kamu ceritakan. Aku... aku ini egois. Aku sulit berempati. Aku hanya membantumu karena kebetulan saja. Dan aku..." Gadis itu berusaha mencari kata-kata.
Adnan meraih ujung lengan kemeja Kaia untuk menarik perhatian gadis itu padanya. "Aku tahu dan aku tetap pilih untuk suka kamu, Kaia."
"Tidak, kamu gak kenal aku." Gadis itu menggeleng frustasi." Aku sungguh bukan orang baik dan saat kamu mengenaliku, melihat aku yang sebenarnya kamu akan menyesal. You'll be wasting your time to be with someone like me."
Kali ini, tangan Adnan berada di kedua bahu Kaia hingga gadis itu tidak punya pilihan lain selain mematung dan memandangi Adnan.
"Pertanyaanku adalah ..." Adnan menatap lekat gadis itu, menelisik raut wajahnya, garis bibirnya untuk mencari jawaban. Banyak hal terlintas di sana. Haru dan takut adalah yang terjelas. "Kamu suka aku, gak?"
Detik berikutnya, Adnan melihat sesuatu yang selama ini gadis itu tutupi darinya; sorot mata pemujaan.
"Bagaimana aku bisa gak jatuh cinta dengan orang seperti kamu?"
Pertanyaan itu seakan menyirami Adnan dengan air madu yang begitu manis sampai dia tidak tahan untuk tersenyum lebar memperlihatkan deretan giginya. Tangan Adnan terlepas dari pundak Kai dan berganti menggengam tangan gadis itu. Sesuatu menggelitik perut Adnan begitu telapak tangan mereka bersentuhan untuk pertama kali.
"Aku kalau suka sesuatu jadi agak gila dan obsesif. Kamu bakal tahan, gak?" tantang Kaia.
Adnan mengulum senyumnya. Alisnya terangkat dan dia memajukan wajahnya pada Kaia. "Aku bisa tahan asal kamu gak masalah dengan orang posesif seperti aku."
Ada jeda yang cukup lama sampai Adnan berpikir gadis itu memilih untuk mundur. Namun, yang terjadi gadis itu justru ikut mendekatkan wajahnya pada Adnan hingga tersisa jarak sejengkal di antara mereka.
"Bagaimana kalau kamu suatu hari menyesal karena suka dengan orang seperti aku?"
"Aku ragu itu akan terjadi," balas Adnan.
Kaia mengangguk satu kali. Tampaknya sudah puas. "Ngomong-ngomong aku gak taruh kucing itu gitu aja di gazebo waktu itu. Aku sebenarnya pergi membeli makanan buat kucing itu dan pas balik kucingnya udah gak ada. Aku sempat khawatir kucing itu tersesat lagi di bawah hujan tapi aku sadar kemejaku juga diambil. Jadi kemungkinan besar ada orang lain yang selamatin kucing itu," ujar Kaia. "Eh, ternyata kamu yang nyulik."
"Kamu balik lagi?" kali ini Adnan yang terkejut.
"Iya," kaia mengangguk.
"Yah, kalau aku nunggu sebentar aja, kita bisa ketemu lagi waktu itu," kata Adnan dengan nada kecewa.
Kaia terkekeh kecil. "Would it be different if we met earlier?"
Adnan menggeleng. "Aku gak tahu. Tapi, aku pikir sekarang pun sudah sempurna."
"Benar." Kaia mengangguk. "Ngomong-ngomong, sekarang kucing itu di mana?"
"Ada di rumahku."
"Oh, dia udah jadi majikanmu?"
Adnan tertawa kecil. "Iya, kamu mau lihat fotonya?"
Kaia dengan semangat mengangguk, "mau!"
Adnan mengeluarkan ponselnya dan menunjukkan foto-foto kucing yang dia ambil.
"Wah, lucu banget. Aku jadi mau lihat langsung," gumam Kaia.
Senyum Adnan muncul. "Kamu mau ke rumahku?"
Kaia mengerjap dengan ajakan tidak terduga itu. Dia memundurkan tubuhnya dan melihat Adnan lebih seksama. "Kamu ajak aku ke rumahmu?" tanyanya memastikan.
"Iya," jawab Adnan. "Aku mau kenalin kamu ke Mama."
"Kamu gila." Kaia melotot. Ada semburat noda merah di kedua pipinya.
Adnan jadi ingin menggodanya. "Kenapa? Aku juga mau kembalikan kemejamu. Kamu bilang kan itu kemeja kesukaanmu."
"Bukan itu masalahnya. Aku belum mau ketemu Mama kamu."
Adnan menahan senyumnya. Dia kemudian mengangkat alisnya dengan memasang wajah sedih yang palsu. "Kenapa gak mau?"
"Berhenti pasang muka kayak gitu," ujar gadis itu sambil menutup wajah Adnan dengan kedua telapak tangannya.
Adnan tertawa. Dia melingkarkan jari-jarinya di pergelangan tangan gadis itu dan membiarkan jemari gadis itu menelurusi wajahnya untuk beberapa saat sampai dia dengan lembut melepaskannya.
Adnan kemudian mendekatkan, lalu menaruh dahinya di pundak Kaia. Dia menghirup parfum gadis beraroma vanila dalam-dalam. "I'm so glad to meet you again," bisiknya pelan.
Tangan Kaia bergerak untuk menepuk-nepuk puncak kepala Adnan dan sesekali memainkan rambutnya. Adnan menutup matanya dan merasakan jari-jari gadis itu di kepalanya.
Kaia terdiam tanpa berniat untuk mengatakan sesuatu. Hanya mencoba menikmati ketenangan di antara mereka. Sementara Adnan dilanda perasaan lega yang limbung karena sadar dia kini sudah menggapai bintang jatuhnya.
![](https://img.wattpad.com/cover/348708740-288-k730816.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Wheel of Fortune [Wonwoo's AU]
FanficKaianna Putri Adhisti sama seperti mahasiswa akhir lainnya yang dipusingi oleh perkara skripsi yang tidak ada habisnya. Namun di sela-sela kesibukannya itu, dia memutuskan untuk menulis sebuah novel misteri dan mewawancarai seorang pria berkacamata...