4. Morning Glory

9K 648 9
                                    

Bel pulang berbunyi. Bunga membereskan bukunya dan dimasukkan ke dalam tasnya. Lalu dia berjalan ke depan kelas untuk pamit dengan Bu Mina yang tadi mengisi jam terakhir di kelasnya.

"Ah, Bunga, bagaimana dengan dia?" tanya Bu Mina sambil membereskan buku beliau yang banyak.

Bunga membantu Bu Mina membereskan buku. "Dia?" ulang Bunga mengangkat satu alisnya.

"Ray," bisik Bu Mina.

"Ah." Bunga manggut-manggut. "Terlalu sulit dijangkau, Bu. Masa ya, saya ngasih dia cokelat, dia langsung kasih ke orang lain. Terus saya kasih lagi, baru dia makan, Bu. Sebal, 'kan, Bu? Dia gak pernah ngomong sama saya. Saya jadinya capek, Bu. Masa saya terus yang ngoceh," cerocos Bunga sembari menyodorkan buku ke Bu Mina.

Bu Mina terkekeh. "Dia memang bukan tipe suka bicara kayak kamu, Bunga. Itulah namanya perjuangan. Kamu harus berjuang mendekatinya."

"Udah kayak mau berjuang untuk cinta, Bu?"

Bu Mina kini tertawa. "Bunga, saya yakin kamu pasti bisa. Kalau kamu berhasil, satu sekolah ini akan heboh. Dan gak ada yang bisa ngeremehin kamu," kata Bu Mina melirik meja-meja kelas yang kini kosong.

Bunga mengangguk. Benar juga kata Bu Mina. Dia nanti tidak akan dikerjai lagi dengan teman sekelasnya.

"Anak kelas XI IIS belum pulang. Mereka ada di aula pertemuan soalnya ada. Setelah pulang sekolah ini, Ray ada pelajaran tambahan matematika karena nilainya makin anjlok. Mungkin kamu bisa membujuk Ray agar bisa menghadiri kelas Pak Agil," kata Bu Mina sebelum beliau keluar dari kelas.

Tinggal Bunga seorang diri. Bunga menelan ludah. Mengajak Ray hadir di kelas Pak Agil? Ih, emang bisa? Itu cowok kan mana pernah bicara dengan dia kecuali keluarnya kalimat sarkastis yang membuat patah hati.

Bunga menarik napas dan memberikan semangat pada dirinya sendiri. Lalu dia pun berjalan menuju aula pertemuan yang ada di dekat ruang kepala sekolah. Matanya melotot lebar ketika melihat anak kelas XI IIS yang sudah pada keluar.

Langsung saja dia mencari sosok Ray. Tapi tak terlihat batang hidungnya. Ah, apa Ray langsung pulang? Yah, gagal deh.

Seseorang mencolek pundak Bunga. Membuat cewek itu langsung siaga saat memutar tubuhnya. Dia terkejut lagi melihat Ray yang ada di hadapannya kini. Wajah cowok itu datar. Pandangannya juga datar.

"Ray?! Aku tuh nyariin kamu," kata Bunga tersenyum lebar. Baru dia hendak mengatakan apa tujuannya mencari Ray, cowok itu menyerahkan sesuatu padanya. Bunga terdiam dan menatap sesuatu berbentuk kotak dan terbungkuk kertas hitam.

"Apa ini?" tanya Bunga mengambil kotak itu. Ah, ini cokelat batangan yang harganya lumayan. Bunga tersenyum menatap cokelat itu.

"Gue gak suka punya utang apapun," kata Ray lalu dia berbalik badan dan pergi.

Bunga mengerjapkan mata dan mengejar Ray. Dia menghadang jalan Ray.

"Kamu ada kelas khusus matematika sama Pak Agil," kata Bunga. "Kamu harus hadirin kelas itu biar nilai matematika kamu bagus."

Raut wajah Ray tak bisa ditebak. Dia melirik kelas-kelas yang kini pasti sudah kosong. "Gue mau pulang," katanya sambil bergeser.

Bunga bergeser dan kembali menghadang Ray. "Ayolah. Cuma hari ini doang kok. Cuma satu jam. Kalo kamu cepat ngerti, bisa setengah jam. Ayo."

"Gue malas."

Bunga menghela napas. Bingung harus mencari alasan apa lagi. "Aku temenin deh. Jadi kalo kamu bosen, kan bisa ngomong sama aku. Oke?" desak Bunga. Dalam hati, Bunga menjerit meminta Ray mengangguk.

Blossom EffectTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang