🍀🍀🍀
Arthur mendapati kertas yang ada digenggamannya semakin memanas. Ia baca lamat-lamat tulisan yang tertera pada kertas tersebut. Setitik demi setitik air mata mulai menghiasi wajahnya.
Selama ini, cinta yang ia berikan ternyata tidak dapat memuaskan wanita tersebut. Ibu dari anak-anaknya—tidak mungkin lebih tepatnya ibu dari anaknya. Bagaimana mungkin istrinya sendiri, istri yang telah menjadi tempat ia pulang selama 8 tahun belakang ini mencintai laki-laki lain dan bahkan membawa anak hasil dari hubungan mereka ke dalam rumah ini. Rumah yang ia jaga cinta dan kasihnya.
Arthur menjatuhkan tubuhnya, ia meraung. Beruntung ruangannya merupakan ruangan kedap suara. Rintihan kesakitan dapat terdengar dari mulutnya, seperti seekor binatang yang dicambuk dengan keras namun tetap tak berdaya. Ia memeluk kepalanya sendiri.
Ia menangis sambil memanggil sang ibu, "Ma... Arthur salah apa? Kurang besar apa cinta yang Arthur berikan kepadanya?"
"Ma... Jatuh cinta itu sakit. Jadi dewasa itu sakit. Arthur gak mau jadi dewasa, Arthur mau jadi anak mama aja."
"Sekarang dia ninggalin aku, ma. Tanpa permintaan maaf, tanpa penjelasan kurangnya diriku ada dimana, dia ninggalin aku tanpa ngasih tau aku kemana tempatku pulang setelah ini."
"Ma... Aku cinta dia, tapi cinta itu sakit. Sakit sampai rasanya mau mati."
Arthur meringkuk, memeluk tubuhnya sendiri yang bergetar karena tangisan.
Arthur membanting pintu kamarnya, dapat ia lihat Siera yang sedang menunduk sambil bermain handphone berjingkat kaget.
Arthur pun melemparkan kertas yang ia bawa ke arah Siera. Terlihat kertas kusut tersebut seperti sudah diremas dengan kuat.
"INI MAKSUDNYA APA SIERA?" hardik Arthur.
"Hasil Identifikasi DNA" dari suatu rumah sakit besar di bawah perusahaan Arthur dapat ia lihat dari kertas tersebut.
Siera yang dapat mengenali kertas itu tergagap sambil mencoba membaca kertas tersebut dengan tangan gemetar, "Aku...., itu...."
Melihat itu, Arthur bertambah marah. Saat itu ia menyadari bahwa Siera sudah mengetahui hal tersebut sejak lama. Arthur memilih keluar dari ruangan tersebut sebelum amarahnya makin memuncak. Ia takut akan melakukan kekerasan kepada istrinya sendiri.
Di luar ruangan, ia berpapasan dengan Julian kecil yang saat itu menatapnya dengan berbinar.
"Ayah kok udah pulang?" tanya Julian dengan riang.
Arthur yang melihat hal tersebut merasakan perasaan sakit hati, berpikir bahwa ibu dari anaknya tega mengkhianati keluarga kecil mereka. Semakin melihat wajah Julian, semakin besar rasa bersalah yang ia rasakan.
Ia bertanya-tanya apakah ia merupakan suami yang buruk? Sehingga bahkan kebahagiaan yang selama ini mereka rasakan merupakan suatu kepalsuan.
Arthur yang merasa sedih akhirnya memilih beranjak pergi tanpa kata, meninggalkan Julian yang kebingungan karena ayahnya yang tidak menjawab pertanyaannya.
Arthur mendudukkan dirinya disalah satu kursi club, suara berisik dari musik dan teriakan manusia terhalang karena ia berada di salah satu ruangan pribadi. Satu-satunya hal yang ia pikirkan sekarang adalah mabuk agar menghilangkan pikirannya yang berantakan.
Tidak lama muncul satu sosok perempuan yang memasukki ruangan. Wajah perempuan tersebut tidak lagi asing bagi Arthur karena wajah itu sangatlah mirip dengan istrinya, dia Siena Smith —kembaran dari istri Arthur.
"Arthur, you okey?" tanya Siena.
"No." Arthur menggelengkan kepalanya. Belakangan ini, Arthur sering melakukan kontak dengan Siena, semenjak pertengkarannya dengan sang istri. Arthur kerap kali curhat kepada Siena soal segala hal yang ia rasakan.
Arthur entah mengapa merasakan perasaan kedekatan dengan Siena. Perasaan itu seperti Siena sangatlah mengenal dirinya, terkadang Siena mengerti bagaimana cara menghibur dirinya. Ia merasa kebingungan dengan perasaan tersebut.
Apakah karena Siena sangatlah mirip dengan istrinya? Ia tidak tau.
Arthur memiliki perasaan bahwa ia sangat mengenal Siena padahal jelas ia jarang bertemu karena sebelumnya Siena telah berkeluarga dan Siena memilih tinggal di luar negri setelah perceraiannya dengan sang suami.
Darimanakah perasaan itu datang?
"Arthur," suara Siena memecahkan lamunan Arthur. Terlihat raut wajah khawatir Siena.
"Na, gw udah 3 hari gak pulang ke rumah. Gw ngerasa sulit untuk menginjakan kaki gw ke rumah itu. Padahal gw pikir selama ini keluarga kita bahagia-bahagia aja," kata Arthur dengan lirih.
Siena hanya dapat memandang Arthur makin khawatir.
"Gw gak sanggup, na. Setiap kali gw mikir soal istri gw, hal yang melintas cuma potongan foto dia berhubungan sama lelaki itu. Bahkan selama 3 hari gw gak pulang, gw dapet kabar kalo dia kabur sama lelaki itu."
"Arthur, pulang dulu ya. Istri lo emang milih untuk kabur dari rumah, tapi anak-anak lo masih butuh orang tua mereka. Kalo lo masih belum sanggup, seengaknya titipin dulu mereka ke orang tua lo," kata Siena dengan meyakinkan.
"Bantu gw, na. Gw gak sanggup setiap kali ngeliat muka Alvian, gw cuma bisa liat wajah lelaki itu."
"Iya, tapi lo gak bisa nyalahin Alvian. Dia baru umur 1 tahun, dia gak bisa milih akan dilahirkan oleh siapa."
Arthur menanggukan kepalanya, lagi-lagi Siena merupakan salah satu tempat curhat terbaiknya. Siena, di sisi lain, menatap Arthur dengan pandangan yang sulit diartikan. Terdapat kesedihan, ketidakberdayaan, dan amarah yang Siena rasakan.
Hiii, i'm back :)
Jujur sebenernya, chapter ini udah ada di draft dari 4 bulan yang lalu.
Tapi bingung mau di-up atau enggak karena kayanya kurang sreg aja. Gimana guyss? menurut kalian chapter ini gimana? apa alurnya terlalu cepet ya?
Tapi karena cerita ini udah gak aku update lama banget, jadi aku memutuskan untuk up aja deh bagian ini tanpa perubahan apapun.
So if you guys have any questions or complaints, you can contact me through DM.
I hope you enjoy this chapter :D
Happy (late) Eid Mubarak. Thank You and See you next time :)
#AL#
KAMU SEDANG MEMBACA
the heart of a father
General FictionEric Alkevno tidak pernah menyangka akan bertransmigrasi ke dalam tubuh ayah dari karakter sampingan favoritnya dalam novel "The Seventh Curse". Arthur Alexandre, dingin dan acuh tak acuh. Arthur merupakan ayah yang tidak memedulikan anak-anaknya se...