Ketika cinta mengambil alih segalanya. Ada kalimat yang tak sempat terucap, serangkaian kenangan yang tak mampu terikat pun hanyut dalam luasnya angkasa, kini tinggal hati yang terlanjur patah juga rasa bersalah.
Semua yang terjadi di dunia ini sebenarnya sederhana, tetapi manusialah yang membuatnya jadi rumit. Salah satunya perihal cinta.
Tidak perlu diceritakan sekalipun, satu kampus sudah tahu kalau Arumi selalu mengagumi seseorang dari jarak jauh sejak lama. Arumi tidak pernah mau untuk beranjak dan berjalan mendekat. Orang-orang bahkan sampai jengkel dan berujung masa bodo.
Arumi Lenggani mencintai Januar Gemawan sejak tiga tahun yang lalu. Arumi pertama kali melihat sosok yang kerap dipanggil Gema itu di minimarket dekat kampus. Dari situlah Arumi penasaran dan mencari lebih jauh tentang Gema.
Di sisi lain, Gema sadar bahwa sudah sedari lama ada yang mengikutinya diam-diam—tak lain dan tak bukan adalah Arumi. Pada awalnya, Gema menganggap hal ini sebagai angin lalu. Namun, lambat laun ia merasa bahwa Arumi sudah melewati batas. Dinding yang selama ini ia bangun tidak boleh sampai yang memasuki. Gema paling tidak suka orang yang turut campur dengan hidupnya.
Hingga suatu hari, Gema memberanikan diri untuk bertemu dengan Arumi. Ia berniat membicarakan apa yang ia rasa. Bagaimana hari-hari menjadi berantakan dan terganggu dengan apa yang Arumi perbuat.
Tebak, apa yang Arumi pikirkan ketika Gema mengajaknya bertemu. Tentu saja ia senang bukan main, bahkan ia sampai berkali-kali mencubit pipinya sendiri untuk memastikan apakah ini mimpi, apakah ia sedang berhalusinasi. Akan tetapi, ini kenyataan.
Mereka bertemu di minimarket yang menjadi tempat mereka pertama kali kenal. Kebetulan di minimarket tersebut tersedia kursi.
"Jadi ... ada apa?" tanya Arumi memecah keheningan, meredakan rasa canggung yang hinggap di tengah mereka.
Gema mengusap muka dan menyugar rambutnya dengan asal. Dengan hembusan napas penuh beban, Gema akhirnya bicara.
"Aku mohon, tolong berhenti."
Arumi mengerutkan dahinya, bingung. "Apa maksudmu? Aku tidak paham."
Sebenarnya Gema malas harus berlama-lama. Ia harus bersabar. Ia harus menyelesaikan semua ini.
"Jangan pura-pura tidak tahu, Arumi."
Arumi tetegun, Gema baru saja menyebut namanya. Demi kucing berekor sembilan! Arumi berteriak dalam hati, berusaha menahan mukanya agar tidak semerah tomat.
Gema tak sadar akan hal itu. Ia melanjutkan, "Tolong berhenti mengikutiku dan mencari semua hal yang berhubungan denganku. Selama ini aku sudah berusaha untuk menahan, tetapi sepertinya makin lama aku makin terganggu."
"Kamu ingin aku berhenti? Orang-orang saja sudah tahu kalau aku menyukaimu, Gema. Apa kamu tidak bisa melihat itu? Apa aku ini tidak bisa jadi lebih dari teman satu kampus?" balas Arumi.
"Aku tidak pernah memintamu untuk terus menyukaiku 'kan? Kamu tahu, kamu sudah kelewat batas!" emosi Gema mulai naik, ia masih berusaha untuk melanjutkan kalimatnya.
"Kumohon, Arumi. Lepaskan aku. Carilah seseorang untuk mengisi hatimu. Carilah seseorang yang mampu mencintaimu juga. Cinta adalah hubungan yang melibatkan dua orang, adanya timbal balik. Dan kita tidak. Perlukah kuperjelas? Aku tidak menyukaimu."
Arumi mulai menangis dan tertawa. Ia tidak bisa mencerna kalimat panjang yang baru saja dikatakan oleh Gema.
"Jadi, maaf aku tidak bisa menerimamu. Dan terima kasih sudah suka padaku. Kalau begitu aku pamit. Kuharap, kamu tidak muncul lagi dalam hidupku. Aku juga berharap kamu bisa menemukan cintamu yang sesungguhnya, Arumi."
Arumi menangis dengan sesegukan. Ia keluarkan semua rasa sakit dari hatinya dengan bulir-bulir air mata yang selama ini ia tahan. Ternyata Gema terganggu dengan keberadaannya.
Ia tidak tahu sekarang harus apa. Hari sudah semakin sore. Matahari tak lama akan meninggalkannya pula. Arumi begitu sedih.
Meski begitu, ada yang Arumi lupakan. Bahwa ketika matahari meninggalkannya, akan ada bulan yang menggantikan. Akan ada bulan yang menyapu kesedihan Arumi.
"Mungkin lebih baik aku pulang sekarang," batin Arumi.
Arumi pun melangkah menuju halte bus terdekat. Ia butuh kurang lebih tiga puluh menit untuk sampai di rumah.
Baru saja ingin masuk ke kamar, Arumi teringat kalau ia sama sekali belum mengisi perutnya. Masa bodo, ia hanya ingin tidur. Ia ingin melupakan kenyataan bahwa Gema tidak menyukainya balik. Ia tidak terima.
"Aku harus apa ... "
Di seberang sana, Gema tengah menatap langit. Bulan nampak lebih terang dari kemarin. Bintang-bintang juga terlihat lebih banyak menghiasi gelapnya malam.
"Akhirnya aku lepas juga. Akhirnya aku bisa bernapas dan hidup lebih damai. Kini tidak ada lagi yang bisa mengganggu hidupku."
Dua manusia yang masih berusaha meraih kebahagiaannya masing-masing. Walau yang satu baru saja dipatahkan oleh kenyataan pahit, dipastikan akan sulit untuk dilupakan. Bagaimana tidak, hati sudah telanjur tertoreh dengan luka.
"Arumi, semoga kamu bisa menemuka tambatan hatimu. Semoga kamu bisa melepas aku sepenuhnya, dan menguburku dalam ingatanmu. Cukuplah dengan apa yang dahulu kamu harapkan."
Kalimat itu terlintas begitu saja di pikiran seorang Januar Gemawan. Hari makin larut dan ia menjadi makin kalut. Dia pikir dia sudah bebas. Tak ada lagi yang menggangu.
Namun, kenapa rasanya kini ada sesuatu yang hilang? Kenapa seperti ada yang diambil dari jiwanya? Kenapa sekarang hatinya sakit? Astaga, ia pusing tujuh keliling. Tidak paham dengan apa yang terjadi pada dirinya sendiri.
Satu dari banyaknya hal tersulit di dunia adalah melepaskan sesuatu yang tidak pernah kita genggam. Melupakan yang tidak pernah sekalipun dienyahkan dari pikiran. Perihal ikhlas dan berserah akan apa yang nantinya akan datang.
Siapa sangka, jawaban dari melepaskan adalah mendapat ganti yang terlampau sempurna. Bahkan sampai sekarang Arumi masih tidak menyangka bisa memiliki sepenuhnya Gema.
Kejadian dua tahun lalu telah mereka tuntaskan. Kondisi rumah Gema yang pada saat itu berantakan membuat hati juga pikirannya tak kalah berantakan.
Arumi setia menunggu. Arumi berusahalah mati-matian untuk tidak datang menemui Gema dan memeluknya. Ia ingin menyelematkan Gema yang rapuh. Ia ingin menyelematkan Gema dari derasnya air laut yang kapal saja bisa tenggelam dan hancur bila terseret ke sana.
"Selamat tinggal masa lalu dan selamat datang masa depan. Terima kasih untuk segala luka yang pernah ada. Terima kasih juga kepada diriku yang tidak mudah menyerah. Aku juga harus berterimakasih kepadamu, Gema. Karenamu, aku tidak berhenti berjuang menggapai mimpiku—untuk memilikimu sepenuhnya. Untuk bisa terus menemani dan terus ada di sisimu."
Tidak akan ada yang menyangka dengan akhir dari suatu cerita. Bisa jadi bahagia, bisa jadi menyedihkan. Meski begitu, tak ada salahnya untuk menyadari bahwa sebenarnya semua akan indah pada waktu yang telah ditentukan. Pada waktu di mana luka yang terbubuh menjadi sembuh.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE WIND THAT RUNS ABOVE THE DREAMS
Cerita PendekIni kumpulan dari beberapa kisah yang menjadi bagian dari kembalinya seorang Athi dalam dunia menulis. Semoga siapa saja yang membaca, dapat terhibur dan bisa rehat sejenak dari riuhnya hiruk pikuk hari.