Pelabuhan kedua (bagian dua)

425 7 1
                                    

Mereka tiba di sebuah kapal yang lebih kecil dari kapal sebelumnya, disini tidak begitu banyak penumpang. Hanya ada dia, Julio dan beberapa penumpang yang memiliki tujuan sama seperti mereka, yaitu Pulau Huahua.

Kondisi kapal ini tidak begitu bagus, tempatnya agak lembab akibat cipratan ombak dari laut serta aromanya yang menguat Kiano merasa mual.

Selain kondisi yang tidak layak, suasana dalam kapal ini juga sangat panas, serta tidak ada tempat yang nyaman untuk istirahat. Kiano gelisah sepanjang perjalanan dan mencoba untuk mencari tempat agar dia bisa bernafas dengan tenang, Kiano berdiri di luar untuk menghirup udara di laut.

Menyadari kegelisahan Kiano, dengan cepat Julio menghampirinya. "Ada apa?" Tanya Julio dengan wajah khawatir, dia memegang bahu Kiano dengan erat karena khawatir pemuda itu akan jatuh kedalam laut yang begitu dalam.

Kiano menepis tangan Julio, dia menghela nafas kasar dan mengacak acak rambutnya. "Aku benar-benar menyesal berkunjung di pulau ini, ini tidak seperti apa yang aku bayangkan."

Mendengar apa yang Kiano katakan, Julio juga merasa sangat menyesal. Dia tau ini pasti sangat sulit untuk di lalui, terlebih kondisi Kiano sangat lemah dan rentan akibat luka di tubuhnya.

"kamu benar. Pulau Huahua adalah pulau terpencil dan belum banyak yang tau bahwa ada tempat wisata disana, media juga belum banyak meliput tentang pulau tersebut, dan mungkin itulah sebabnya pemerintah belum melirik akses menuju pulau ini," jelas Julio dengan sabar, dia mengelus bahu Kiano kemudian tersenyum.

Pria dewasa itu menatap ke arah lautan yang luas, kulitnya yang kecoklatan terlihat mengkilap karena cahaya matahari dan keringat yang membasahi permukaannya.

Julio sangat tenang, tatapan matanya teduh dan menyejukkan. Siapapun yang mengenal Julio akan sadar bahwa dia adalah pria yang sabar dan tidak menyukai keributan.

Pria itu menutup matanya, menikmati tiupan angin laut yang meniup rambutnya. Baju lusuh yang ia gunakan pun berkibar karena tiupan angin dan membuat aroma parfum Julio tercium hingga ke indra penciuman Kiano.

Aroma itu tidak begitu jelas, namun ada aroma keringat yang tercampur pada aroma parfum itu. Tidak heran, sebelumnya Julio berdesak-desakan bersama banyak orang, belum lagi dia berjemur di bawah sinar matahari yang terik hingga membuat keringat di tubuhnya semakin deras.

Kiano mencibir. Pria seharusnya memiliki aroma wangi yang maskulin, tapi Julio berbeda, alih-alih wangi, tubuhnya tercium seperti pakaian yang di jemur di bawah sinar matahari.

Ya, tidak di ragukan lagi. Julio terlalu miskin untuk sekedar membeli pewangi pakaian atau parfum yang lebih wangi. Julio miskin, dan Kiano sadar akan hal itu. Lantas, apa yang ia harapkan dari penampilan Julio?

Yah, setidaknya Julio memiliki poin plus yaitu wajah dan bentuk tubuhnya. Julio memiliki alis yang tebal dan rapi terutama bagian ujungnya sangat runcing, lehernya agak panjang dengan jakun yang menonjol.

Tapi daya tarik dari wajah Julio menurut Kiano adalah mata dan senyumnya. Mata Julio melengkung saat dia tersenyum dan ketika dia sedang bingung, matanya agak melebar seperti mata seekor kelinci.

"aku malu jika kau menatap ku seperti itu." Julio melirik ke arah Kiano, pemuda itu tertangkap basah saat sedang memandang wajahnya. Dia sadar sejak tadi, rasanya seperti seseorang tengah memandang wajahnya dalam waktu yang lama.

Mendengar itu, Kiano hanya terkekeh dan mengalihkan pandanganya. "Aku hanya melihat bekas luka yang ada di kening mu, itu terlihat sangat dan parah."

Julio menyentuh keningnya, tepat pada bekas luka yang Kiano katakan. Setelah itu, dia tersenyum,"oh ini.." cetusnya, "ya, aku mendapatkan luka ini karena kecerobohan ku."

Go Wild In The Middle Of The ForestTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang