bagian 13

42 8 0
                                    

Keesokan hari.

Kediaman Lee.

Di taman super luas, pekerja taman memangkas rumput sembari membawa mesin potong di punggung. Sayatan-sayatan dari pisau berputar itu menghamburkan serpihan-serpihan hijau ke tanah.

Dari arah sisi taman, dekat dinding beton tinggi, pekerja lain terlihat menyirami bunga -bunga indah yang bergoyang tersapu angin.

Jauh ke belakang, hamparan rumput luas membentang serasa tak berujung.
Pada sisi-sisi tertentu tertancap bendera kecil berkibar. Diatas tanah berumput halus terdapat liang-liang seukuran bola golf. Disini, kakek biasanya berolahraga.

Pada tahap kehidupan ini, orang awam mungkin akan berpikir si pemilik sudah pasti santai menghadapi hidupnya yang telah berkecukupan.

Rumah mewah pada kawasan elite. Mobil keluaran terbaru berharga fantastis berjejer di garasi. Perusahaan setiap hari menghasilkan laba. Sandang, pangan tercukupi. Apakah kehidupan seperti ini lantas membuat manusia puas? Jawabannya, tidak.

Lihat!

Jauh, masuk ke dalam rumah super mewah_ tepatnya berada di ruang keluarga, hampir seluruh keluarga besar Lee tengah berkumpul. Dihari seindah ini mereka meributkan kedudukan yang mampu mereka raih.

Coba dengar apa yang sedang mereka bahas.

"Ayah, kenapa menyerahkan tanggungjawab besar pada anak labil itu. Lihat saja sekarang. Dia tak bisa membedakan mana yang penting, mana yang tidak."

"Pak Jang, kenapa bapak tinggalkan dia. Harusnya jangan penuhi permintaannya. Bawa saja pulang."

"Kau tidak dengar apa yang pak Jang katakan? Tak tau seberapa nekad anak itu? Saat kita menolak merestui hubungannya dengan wanita itu saja~ dia sudah tak terkendali."

"Kalian semua, tutup mulut! Tenangkan diri. Saat dia kembali, aku  akan menghukumnya." Kakek Lee membenarkan lensa mata.

"Ayah, kali ini jangan beli dia kelonggaran. Kalau bisa copot saja jabatannya." Bibi kecil menyahut.

"Jangan terlalu keras padanya, kakek. Saat dia kembali, bicarakan baik-baik. Menyudutkan dia tidak ada untungnya bagi kita." Untuk pertama kali sepupu Dong-min mengeluarkan pendapat.

Pria tambun berwajah besar memandang pria yang jauh lebih muda darinya dengan tampang jijik.

Betapa munafiknya pria satu ini. Omongannya terlihat selalu mendukung Dong-min, padahal jauh didalam hati~ pria inilah yang paling ingin Dongmin hancur.

Dia pikir tak ada yang tahu, apa saja yang sudah dia lakukan untuk membuat Dongmin terlihat buruk dimata keluarga. Anak itu tak ubah seperti musuh dalam selimut.




_





Desa Bahagia.

Kemarin ditengah bersantap, tubuh Dongmin tumbang. Dia mengalami demam tinggi, yang hingga kini masih tertidur pulas.

-

"Dia tak makan?"
Tangan nenek telaten mengelap meja. Sedangkan Yi an mengemasi sisa lauk ke dalam kotak bekal, menutupnya sempurna.

"Katanya nanti."

"Bagaimana kondisi pria itu?" Tambah nenek.

"Entah. Harusnya sudah mendingan."

"Kau? Bagaimana perasaanmu?"

Yi an terhenyak oleh pertanyaan nenek. Perasaan? Dia tak punya rasa untuk Hanna. Kenapa nenek ingin tahu isi hatinya.

Welcome Home (On Going) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang