24. Terkuak I

999 25 1
                                    

Rasa pening di kepalanya tidak kunjung hilang. Samar-samar pendengarannya mendengar suara bising. Kilauan cahaya menusuk pandangannya, beberapa kali ia mengerjapkan matanya yang di tembaki oleh cahaya tersebut. Samar-samar semua kian nampak jelas dimatanya.

Sekuat tenaga ia mencoba terbangun. Entah berapa lama ia terbaring di lantai membuat seluruh pinggangnya linu. Sambil memegang kepalanya yang berdengung keras sampai membuat telinganya bising.

Gadis itu berusaha mengingat ingat apa yang terjadi dengannya sehingga ia berakhir disini?

Sala satu dari mereka yang menyadari gadis ini ini mulai tersadar segera menghampiri. Selik mata gadis itu menatap pria yang berdiri di hadapannya kini.

"Pagi princess" sapa pria tersebut adalah Eric. Gadis yang baru saja pingsan barusan adalah Erina..., calon tunangan sang Devano Revendra. Musuh yang sudah sadari dulu ingin dia habisi.

Namun sayangnya kesempatan itu tidak pernah kunjung datang, sampai akhirnya dia mendapatkan kesempatan emas ini di tangannya. Eric tidak akan menyerah sampai Devan benar-benar mampus di tangannya.

"L-lo siapa? Kenapa gw disini?" Tanya Erin mulai takut namun juga terheran-heran kenapa tubuhnya terbaring di perpustakaan. Erina yakin sekarang sudah bukan lagi waktunyapara murid masih di sekolah! Matanya mendekik menatap keluar jendela yang menunjukan hari sudah mulai gelap. Diselimuti oleh badai dan juga hujan yang deras.

"Lo gak inget kenapa bisa disini?" Bukannya menjawab Eric melemparkan kembali pertanyaan nya. Kerut di kening Erin mulai nampak mencoba mengingat-ingat kembali apa yang terjadi dengannya.

Sebelum kelas dimulai Erina datang cukup terlambat ke sekolah. Tapi untungnya guru yang mengajar belum juga masuk ke kelas. Tapi selang tidak lama kemudian Erin dipanggil oleh pengurus kelas untuk datang ke ruang guru. Ia yang merasa bingung ada urusan apa sampai harus guru memanggilnya ke kantor hanya mengerutkan dahi dan berjalan keluar.
Mungkin karena semua sudah jam pelajaran dimulai, lorong sekolah terlihat begitu sepi. Hanya dirinyalah yang berada di luar kelas.

Sesampainya di kantor ternyata ia langsung di hadapkan oleh wali kelasnya yang sudah menunggu kehadirannya. Nyatanya wanita tua itu hanya ingin membahas penurunan nilai Erin yang kian tidak memuaskan. Cukup lama mereka berbicara satu sama lain, sehingga tidak kerasa sudah lewat 30 menit kehadirannya disini. Segera saja Erin menyudahi berbincangan mereka, dan tidak lupa Erin pamit permisi untuk kembali ke kelasnya. Setelah di perbolehkan, Ia segera menaiki tangga, tapi anehnya firasatnya mengatakan ada seseorang yang mengikutinya sejak ia keluar dari ruang kantor tadi. Setelah dia melihat tidak ada siapa pun kecuali dirinya yang masih di luar kelas.

Mulailah Erin merasa parno dan memantapkan langkahnya untuk segera sampai di kelas. Namun diluar dugaan seseorang menutup hidung dan juga mulutnya dengan sebuah sapu tangan usang yang tercium bau aneh. Tidak henti-hentinya Erin meronta ronta agar terlepas dari bekapan orang itu di belakang. Dan secara mendadak pandangannya mulai memudar.., menampakan seluruh kegelapan menyelimutinya.

sekarang ia mulai mengerti kenapa bisa berada di sini. semua pertanyaannya kini mengarah ke eric! kenapa ia melakukan ini? bahkan dirinya sendiri pun tidak mengenal pria di hadapannya.

"Tapi kenapa? gw bahkan gak kenal lo sama sekali" jelas Erin yang kini mulai panik. bagaimana jika pria di hadaannya kini mulai berbuat yang sesuatu kepadanya?

"Emang enggak. Tapi lo bisa tanya perihal diri gw ke pacar kesayangan lo itu."

"L-lo kenal Devan?" ternyata pria ini ada kaitannya dengan Devan. Erin mengerti betul bahwa calon tunangan nya itu si pembuat masalah sadari mereka kecil bersama. Bahkan sudah tak terhitung lagi banyaknya musuh Devan. Cuma baru kali ini saja ia ikut terseret dengan masalah yang devan buat.

"Kita bukti in aja... apa cowo lo itu kenal dengan gw!" setelah mengatakan itu Eric mengeluarkan hp miliknya dari saku celana. Di tekannya beberapa nomor yang entah nomor siapa kini ia sedang mencoba menghubungi.

Selang beberapa menit akhirnya telepon itu terangkat dari seberang sana. Namun bukannya mengucapkan kalimat yang ingin disampaikannya, Eric malah menyerahkan telepon itu kepada Erin. Gadis itu yang bingung menerima hp tersebut, tapi anehnya ia tidak mendapatkan nama pemilik dari telepon itu. Menyadari gerak gerik Erin yang terlihat bingung, Eric memberi isyarat untuk lebih dulu berbicara. Ia yang merasa seperti sedang di ancam hanya mengiyakan.

"H-Halo?" tidak ada jawaban, namun selang beberapa barulah ia mendapat jawaban.

"ERIN?!" ia tau betul suara ini! tidak lain ini adalah suara Devan.

"LO DIMANA? INI NOMOR SIAPA?!" Teriak devan di seberang sana yang kian panik. Devan kenal betul bagaimana tabiat Erina sejak kecil. Dia tidak akan menelpon lewat nomor yang tidak di kenal, sudah 10 tahun Erina tidak mengganti nomor ponselnya. Dan lagi dia Erin terdengar sedikit ragu dari suaranya.

"Dev~ tolong... a-ak.." tidak sempat Erin menyelesaikan kalimatnya, Eric segera merenggut ponsel miliknya kembali.

"kalo lo mau cewek lo balik..., temuin gw di sekolah. Kita selesein yang waktu itu" ucap Eric menantang tidak kenal takut.

"Anjing lo! Lo tunggu disitu bangsat!" telepon segera di matikan oleh Devan. Ia tau betul pertarungan mana yang harus di selesaikan. Itu adalah ketika tawuran di depan sekolah nya waktu itu. Sayang waktu itu pertarungan antar mereka berdua harus terhentikan karena di bubarkan oleh para anggota osis. Jadi kesempatan kali ini adalah penentu siapa yang akan jadi pemenangnya.

BRAK~

Erin mendapati sesorang pria masuk menghampiri mereka berdua, tapi pria itu membawa seseorang di pundaknya. Orang yang di pundaknya terikat baik tangan dan juga kakinya. Ia sangat yakin orang itu adalah korban kedua yang salah berurusan dengan Eric. Namun sepertinya semesta selalu memberikan jawaban atas banyaknya pertanyaan di kepalanya. Tidak lama pria tersebut meletakan seseorang di pundaknya tepat di sebelahnya. Dan dia adalah Alena, baik dirinya dan juga Alena terkejut satu sama lain.

Rio segera melepaskan bekapan di mulut Alena. Kini tampak dengan jelas raut wajah gadis itu yang sangat ketakutan.

" Alena lo kenapa bisa dibawa kesini?" Erin sangat penasaran kenapa Alena di perlakukan seperti ini oleh anteknya Eric

"Erin..., lo sendiri kenapa bisa ada disini?" Seharusnya Erin tidak akan ada disini. Dirinya bahkan sengaja tidak menampakan diri di sekolah agar Eric tidak bisa memperalatnya untuk menangkap Erina.

"Hahaha~ lo kira gw orang serampangan itu?! gw tau lo gak bakal setuju ngebantu gw memperalat teman lo ini. Jadi biar gw yang memperalat lo berdua untuk mancing Devan kesini" Jelas Eric meninterupsi kedua pertanyaan mereka dengan rencana yang sudah dia susun begitu lama.

Mendengar hal tersebut membuat rasa bersalah di hati Erin. Seharusnya ini adalah masalah dia dengan Devan. Namun nyatanya teman terbaik nya haru ikut terseret dengan masalah ini. Ia hanya takut Alena yang tidak tau menahu akan tersakiti tanpa alasan yang jelas.

"Tolong jangan bawa masalah ini sama Alena..., Gw orang terdekat dengan Devan. Sedangkan Alena tidak ada hubungan apa pun tentang masalah ini. Jadi tolong biarkan Alena pergi.." pinta Erin memohon kepada Eric untuk melepaskan temannya ini pergi.

Tapi bukannya mendapatkan tanggapan dari Eric, pria itu hanya melebarkan senyumnya ngeri dan mulai tertawa terbahak-bahak seperti orang kerasukan. Baik Alena dan juga Erin merasa terheran dengan gelak tawa Eric yang sepertinya menertawakan mereka berdua. Seolah-olah mereka berdua seperti badut yang abis membuat lolucon untuk Eric.

"Haah~ menarik..., jadi lo gatau yang sebenarnya terjadi?" tanya Eric menatap kedua gadis bodoh ini di hadapanya.

"M-maksud lo?" tanya Erin

"Jadi lo gatau siapa Alena bagi Devano?"

Candu [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang