25. Terkuak II

952 24 0
                                    

Angin malam berhembus dengan kencang membuat seseorang yang sedang tertidur dibalik selimut kian merapatkan dekapan dirinya sendiri. Tidak hanyak itu, bahkan ditambah deras hujan yang membuat suasana bertambah dingin di ruangan ini. Merasakan hawa kian menjadi bertambah dingin membuatnya mulai tidak nyenyak dengan tidurnya kini, jadi segera saja ia mulai terbangun.

Ia adalah devan, entah kenapa ada suatu perasaan gundah yang menghampirinya saat ini, entah apa penyebab pastinya. Namun tidak lama setelah ia berpikir seperti itu, dering telepon mulai terdengar dari hp nya yng ia letakan di meja sebelah ranjang. Devan merasa asing dengan nomor telepon itu jadi ia hanya mendiamkannya. Tapi semakin lama ia mendiamkan semakin berisik telepon tersebut.

Dengan berat hati ia mulai mengangkat telepon tersebut, siapa tau saja orang diseberang telepon hanya salah sambung. Jadi dirinya memutuskan tidak akan berbicara apa pun sebelum orang di seberang telepon berbicara lebih dulu.

"H-halo?"

Dirina seperti tengah tersihir sesaat. Ia mengenal betul suara siapa ini! sadari kecil mereka tumbuh bersama mustahil bahwa ia tidak mengenali suara gadis ini.

"ERIN?!" sepertinya ada yang salah! Jelas-jelas ini adalah nomor yang tidak ia kenal dan sedangkan Erin adalah orang yang tidak pernah mengganti nomor teleponnya selama 10 tahun. Bahkan ia memahami betul nada suara gadis ini yang tidak seperti biasanya.

"LO DIMANA? INI NOMOR SIAPA?!" tanpa basa basi ia segera menanyakan dimana gadis ini berada. Firasatnya mengatakan ada yang tidak beres degan hal ini.

"Dev~ tolong... a-ak.."

"kalo lo mau cewek lo balik..., temuin gw di sekolah. Kita selesein yang waktu itu" yang tadinya suara Erin kini langsung berubah menjadi suara pria. Mendengar tutur pria diseberang Devan segera mengeraskan rahangnya keras. siapa yang akan menduga bahwa Eric akan memancingnya dengan cara seperti ini. Sungguh pengecut!!!

"Anjing lo! Lo tunggu disitu bangsat!" tanpa lama Devan segera beranjak dari ranjang dan berjalan keluar dengan langkah tegas.  Orang rumah melihat Devan yang pergi terburu-buru dibuat keheranan.

Dengan sigap Devan mengendarai mobil nya menuju sekolah untuk menjemput Erin. Ia bersumpah jika saja Eric berbuat macam-macam dengan Erin, sudah pasti ia akan membuat hidup pria itu di neraka.

Di sisi lain selagi Devan menuju ke sekolah, Erin dan Alena sedang di buat bingung dengan penuturan Eric. Tapi melihat kebodohan kedua gadis ini Eric dibuat terkesan dengan drama yang dibuat devan. Atau lebih tepatnya drama di antara alena dan Devan yang tidak di ketahui oleh Erin.

Dan ya..., beberapa tempo hari ketika semua murid sudah berhamburan pulang, hanya dirinya saja yang memilih menetap di rooftop sekolah sambari mengisap rokoknya. Kala itu otak Eric sedang mengimbang-imbang bagaimana ia akan mengalahkan seorang Devano revendra.

Jika saja kejadian waktu itu Arkas dan anggota ossis lainnya tidak turut turun tangan menegahi perkelahian mereka, Eric bisa jamin bahwa dirinya lah yang akan memenangkan pertarungan tersebut. Sungguh momen yang sangat di sayangkan. Tidak terasa sudah 3 batang rokok ia hisap. Bahkan sudah tidak terlihat murid lagi dari atas sini. Ia rasa sudah cukup sampai sini, lebih baik ia juga segera pulang.

Belum sempat ia beranjak dari tepatnya, kini mata Eric mengikuti sebuah mobil yang kian memasuki perkarangan sekolah. Ia merasa sangat tidak asing dengam plat mobil tersebut, dan dengan cepat ia mendapatkan jawaban siapa yang ada di dalam mobil. Itu jelas Devan, karena kaca mobilnya yang tidak begitu gelap membaut mata Eric menangkap degan jelas siapa yang ada di kemudinya. Dan tidak lama mobil itu berhenti, segeralah seorang gadis menaiki mobil duduk di sebelah devan.

Tapi itu bukanlah point terpentingnya, yang terpenting adalah devan mencium pipi gadis itu di dalam mobil yang membuat Eric merasa tidak menyangka bahwa ternyata kekasih rivalnya berada di dekatnya selama ini. Jika saja ia megetahui itu lebih awal, sudah pasti ia tidak akan membuang kesempatan bagus ini untuk membuat Devan tunduk di hadapannya.

Segeralah segala rencana licik untuk membuat pria itu tertunduk tersusun dengan sempurna. Belum sirna rasa puasnya ini, tidak lama seseorang datang dengan raut yang sangat serius. Jelas saja Eric mengenal siapa orang ini, dia Rio. Entah apa yang membawanya kemari dengan raut wajah yang begitu serius.

"Gw punya informasi penting yang mungkin lo akan tertarik" ucap Rio tanpa basa basi di hadapan nya. Sedangkan Eric hanya menangapinya dengan anggukan menyuruh Rio melanjutkan.

"Lo tau tunangan Devano ternyata bersekolah disini" tepat menatakan itu, yang tadinya ia akan membakar kembali sebatang rokok kini mulai menunda aksinya. Kini ia mulai lebih tertarik dengan berita dari Rio

"Namanya Erina, dia baru pindah kesini gak begitu lama. Dan kabarnya keluarga mereka dekat dengan keluarga Revendra sadari mereka kecil. Itu makanya kini gadis itu menjadi calon tunangan Devan. Bahkan gw juga punya foto dia..." Rio memperlihatkan foto Erin yang diambilnya diam-diam.

Eric yang mengamati foto itu mulai tidak menyangka! gadis yang ada di foto dengan gadis yang memasuki mobil barusan jauh berbeda. Ketika munlai menerti arti maksud semua ini, Eric menyunggingkan senyum gembira. Ia tidak menyangka akan ada cerita semenarik ini di sekolahnya.

"Gw tau ini terdengar brengsek, tapi gw mau memanfaatkan tunangan Devan untuk menghancurkan pria itu. Kalo bukan karena dia, gw gak akan terluka saat itu dan hampir mati!" jelas Rio dengan nada penuh dendam.  Rasanya baru saja kemaren kejadian itu terjadi dan membuatnya naik pitam.

"Hahahaha~ lo tenang aja kita bakal pancing Devan kesini, dan gw bakal buat tontonan yang sangat seru nantinya" keberuntungan sedang memihaknya! itulah yang Eric rasakan kini.

Hingga sampai sekarang rencana nya masih berjalan sesuai dengan kehendaknya. Mendapatkan tunangan dan juga selingkuhan di waktu yang bersamaan mebuatnya semakin bergairah melihat Devan akan menyelamatkan siapa di antara kedua gadis nya ini.

"Menarik Alena..., jadi lo gamau cerita siapa diri lo sebenarnya?" tanya Eric memecah kehening di antara mereka.

"A-apa maksud lo?" seharusnya ia berdiam diri saja di rumah. Sungguh Alena menyesali keputusannya keluar mencari makan.

"sudah berapa lama lo jadi simpenan Devano?" pertanyaan itu sungguh mebuat Alena dan juga Erina seperti di tembak petir. Apalagi Alena, rasanya sangat sesak mendengar pertanyaan itu.

"Ini gak lucu! gw mohon lo jangan libatin temen gw di pertengkaran antara lo sama devan." potong Erin merasa bahwa Eric mulai meracau tidak jelas untuk menarik temannya terlibat dengan masalah ini.

"Gw gak bercanda. Kalo gak percaya lo bisa liat buktinya" segera Eric melemparkan beberapa potret foto yang menampakan Alena dan Devan berada di sebuah pasar malam. Untung saja keputusannya untuk membututi mereka dengan cepat terlintas di benaknya. sehingga ia mendapatkan barang bukti yang cukup memuaskan.

Tubuh Erin membeku, rasanya seperti merinding di sekujur tubuhnya. Membuatnya tidak dapat berkutik sedetik pun, namun hal itu juga Alena rasakan. Entah reaksi apa yang harus ia tunjukan. Sejak awal dia adalah korban namun juga pelaku, entah siapa yang akan memihaknya saat ini.

"Bos maaf mengganggu..., tapi mobil Devan baru saja memasuki perkarangan." interupsi sala satu antek Eric masuk ke dalam.

Candu [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang