Chapter 6

290 26 2
                                    

Setelah beberapa hari dirawat, akhirnya aku di perbolehkan pulang. Kini aku dan Jay sedang sarapan di salah satu resto yang pernah di rekomendasikan oleh Jake.

Bicara soal Jake, lelaki itu tadinya ingin ikut mengantarku pulang ke rumah, namun di tolak oleh Jay. Alasannya ia bisa mengurusku sendiri dan Jake disuruh mengurus Layla, anjing miliknya.

Jay masih sibuk menyuapiku, padahal sudah aku bilang bisa sendiri, walau agak kesusahan. "Jay sudah... kau membuatku terlihat seperti anak kecil" protesku ingin menolak suapan darinya.

"Tangan kananmu saja masih sakit, kau juga tak pandai memakai sumpit di tangan kiri, jadi kau ingin menyedot langsung makanan di piringmu?" ucapnya gigih.

"Oh iya, bukannya hari ini pengumumannya?" tanyanya. Ah benar saja, aku bahkan hampir lupa jika hari ini pengumuman hasil ujianku.

Aku sedikit risau, takut jika tak terima maka aku harus menunggu setahun lagi, tak ada universitas lain yang ku inginkan. Jay melihat gelagatku yang tampak resah. "tenang saja... wanita gila sepertimu pasti bisa lolos" ujarnya yang ku hadiahi jitakan di jidatnya.

Ia tampak ingin membalas, namun kembali sadar jika ini masih di tempat umum.

Setelah makan siang, keduanya kembali ke rumah. Jay menggendong tubuhku hingga ke kamar. Setelah itu membawa laptop milikku ke atas kasur.

Lima belas menit lagi pengumumamnya akan keluar. Sebenarnya ia juga penasaran, apakah gadis gila ini benar-benar akan lolos dan satu kampus dengannya.

"Jay...maukah kau membukanya untukku" ujarku saat Jay mulai menuliskan website resmi pengumumannya.

"Hmm"

Aku bersembunyi di balik punggung Jay. Jantungku terus berdebar melihat ia yang tengah memasukan nomor ujian milikku. "Mau menghitung bersama" tanyanya dan aku hanya mengangguk.

"Satu, dua, tiga" klik dan hasilnya...

"Akh!" teriakku. "Aku lolos Jay, aku lolos! Gadis gila ini lolos Jay" ujarku memeluknya dan mendaratkan beberapa ciuman di pipinya. Sontak membuat Jay terdiam membeku, sedangkan aku masih heboh sendiri.

Sadar akan keterdiaman Jay. Aku juga ikut terdiam mengingat tindakan spontanku tadi. "Hmm, a-aku hanya terlalu bahagia" ujarku kembali memasang wajah datar.

Aku segera meraih ponsel di tasku. Mendial nomor Jake, ah benar- benar anak kurang ajar, bukannya menghubungi ibu aku malah menghubungi orang lain.

Jake!

Jake!

jake!

Aku beteriak heboh saat panggilannya terhubung dengan Jake.

kenapa?! kau terjatuh lagi?!

Jake bertanya dengan panik di seberang sana.

aku akan menjadi mahasiswa baru tercantik di jurusanmu!

aku lulus jake!

benarkah?! selamat little girl!
akan ku traktir makanan kantin di hari pertamamu kuliah!

Di seberang Jake ikut senang dengan lolosnya aku di jurusan yang sama dengannya.

kami berdua terus mengobrol hingga tak lagi sadar kehadiran Jay di sampingku. Jay mencebik dan keluar dari kamar dengan sedikit membanting pintu.

.
.
.
.
.
.

Setelah makan malam kami berdua menghabiskan waktu menonton film di ruang keluarga. Sebenarnya aku yang mengajaknya, tapi malah aku yang tak menikmati filmnya.

Posisiku rebahan dengan kedua kaki di pangkuan Jay, sedangkan pria itu duduk bersandar dengan satu bungkus camilan jagung di tangannya.

"Jongseong... apakah di jurusanmu banyak pria tampan?" ujarku menoel pundaknya dengan kaki kiriku. Jay memberikan tatapan mautnya. Aku tak takut sama sekali, menurutku ia tak semenakutkan seperti pemikiranku selama ini. Berhubung aku masih sakit dan ia masih menurut, akan ku jadikan kesempatan untuk menindasnya.

"Tidak ada, yang tertampan hanyalah aku lalu disusul Jake dan Heeseung" jawabnya asal. Dia tak berbohong sama sekali, ketiganya memang sangat populer di jurusannya, namun Jay tentu saja mengarang soal urutannya.

"Ah sayang sekali" keluhku.

"Kenapa? kau tak suka?" ujarnya.

"Tentu saja, berkencan dengan lelaki tampan yang satu jurusan akan sangat menyenangkan nantinya. Tak mungkinkan berkencan denganmu yang jelek, Jake oppa sangat manis tapi dia juga seorang playboy, Heeseung oppa sudah punya kekasih. sepertinya aku harus mencari kekasih dari jurusan lain" ujarku dengan raut kecewa.

"Kau bisa berkecan denganku. Aku tampan, dan bisa memuaskanmu di ranjang pana--" ucapan Jay terhenti karena satu remot televisi yang melayang ke kepalanya.

Jay kali ini tak akan membiarkannya. Gadis itu seperti tak takut lagi dengannya. Ia tak akan membiarkan tahtanya di keluarga ini melemah karena aku. Di raihnya rambut gadis di sampingnya, begitupun sebaliknya. Saling menjambak, memukul dan mencekik keduanya lakukan. Dan malam itu kami berdua kembali berkelahi bak di medan tempur. Tak ingin mengalah satu sama lain.

.
.
.
.
.
.

"apa yang sudah kalian lakukan!" pekik nyonya Park tatkala mendapati kondisi ruang tamu yang sangat berantakan dengan dua makhluk yang tengah tertidur pulas di karpet ruang tamu.

Nyonya Park berjalan ke arah mereka berdua yang masih belum terbangun dari tidurnya. "Ahh!" pekik keduanya saat Nyonya Park menarik telinga mereka hingga sepenuhnya terjaga.

Kini aku dan Jay sedang duduk berdamping di sofa sedangkan eomma sibuk bolak-balik sambil mengurut dahinya yang terasa pusing. Belum selesai dengan rasa lelahnya setelah perjalanan yang panjang dari Kanada ke Seoul, kini ditambah dengan kedua anaknya yang menghancurkan rumah.

"eomma heran dengan kalian berdua" sejenak ia menghela nafas. "Itu? ada apa dengan tangan dan kakimu Nara?" tanyanya.

"Ah ini... aku tak sengaja jatuh dari tangga saat dikejar Jay" cicitku.

Jay yang mendengar cicitanku pun tak terima. Pasalnya aku terjatuh saat Jay belum mengejarnya. Matanya kembali mengibarkan perang dan aku terus menunduk bak anak kucing yang baru saja dipukul, lebih tepatnya berpura-pura lemah.

"Dan tentang kekacauan ini?" tanyanya melihat sekeliling ruang tamu yang berantakan.

Baru saja aku ingin menjawab namun segera diselah oleh Jay. "Karena Nara melempar kepalaku dengan remot televisi eomma, padahal aku hanya bercanda" ujarnya sambil menunjukku. Ingin membela diri namun aku urungkan.

"Sekarang berpelukan! Saling meminta maaf!" ujar eomma tak dapat dibantah. Kami berdua masih terdiam, saling gengsi untuk memulai.

"Nara, bicaralah lebih dulu, kau lebih muda. Hormati Jay" ujarnya lembut.

Aku duduk menghadap Jay "Maafkan aku" ujarku dengan nada ketus.

"Mintalah dengan tulus" ujar eomma.

Aku mengulangnya kembali "Maafkan sikap kenak-kanakanku Jay oppa, aku tak akan mengulanginya lagi" ujarku.

"Aku juga minta maaf Nara, mari lebih akur" ia langsung membawaku ke pelukannya dan aku membalasnya.

"Jangan besar kepala dulu" bisikku di telinganya yang tak dapat eomma lihat. Dan dengan kurang ajarnya Jay bermain-main dengan pengait braku.

"Brengsek" bisikku dan ia hanya terkekeh.

Jangan lupa vote dan komen ya, biar aku lebih semangat buat update

Love In The DarkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang