Cahpter 8 🔞

422 32 6
                                    

Sudah hampir tiga minggu eomma berada di rumah. Gips pada kaki dan tanganku juga sudah di lepas beberapa hari yang lalu. Rasanya senang bisa bergerak dengan bebas lagi.

Untung saja selama aku sakit, eomma lebih memilih merawatku di rumah dan menunda kepergiannya menemani appa. Kalau tidak pasti akan lebih menyebalkan jika di rawat oleh si jongseong itu.

"Nara antarkan camilan ini ke kamar Jay" suruh eomma padaku yang masih asik bermain ponsel di meja makan.

Aku melirik jam di ponsel, sudah jam sebelas malam. "Jay mungkin tak akan memakan itu eomma, ini sudah terlalu malam untuk memakan sebuah camilan" ya itu hanya alasanku untuk tidak bertemu dengannya.

"jay yang meminta pada eomma. sudahlah ini juga sudah malam sekalian kau masuk kamar. eomma akan pergi tidur. Ini waktu tidur yang sangat berharga sebelum eomma kembali menemani perjalanan bisnis appa mu besok pagi" ujarnya memberikan semangkuk piring strawberry dan anggur padaku dan melenggang pergi ke kamarnya.

"aishh"

.

.

.

.

.

tuk!tuk!tuk!

Aku mengetuk kamar Jay. Tak ada sahutan dari dalam. Mencoba membuka pintunya, ternyata tak di kunci. Kenapa ia bersikap seperti anak baik akhir-akhir ini. Padahal biasanya selalu mengunci kamar apalagi jika sedang berduaan dengan wanita.

"Jay?" panggilku tapi tak ada seorangpun di kamar. Dari dalam kamar mandi terdengar gemericik air 'ah sedang mandi' monologku. Aku meletakkan camilan pada meja nakas di samping tempat tidurnya.

aah! aah! eung! faster master!

"yak, suara desahan laknat dari mana itu?" aku mencari sumber suara itu. Ternyata berasal dari ponsel Jay di dalam selimut yang sedang memutar sebuah fim dewasa koleksinya. Aish pria itu benar-benar mesum.

Tanpa sadar aku meraih ponselnya. Bukannya mematikan film aku malah menonton adegan demi adegan hingga tak sadar kalau Jay telah berdiri di belakang memperhatikanku.

Aku terperanjat saat sebuah tangan melingkar di pinggulku. Tubuhku menegang seketika ketika dadanya dan punggungku merapat. Di tambah deruhan nafas beratnya yang menerpa ceruk leherku. "j-jay" panggilku gugup.

"ingin mencobanya?" tanya Jay dengan suara berat. Aku hanya diam sambil terus memegang ponsel milik Jay. Entah kenapa tubuhku tak bisa bereaksi ataupun menjawab pertanyaannya. Suara desahan dari ponsel dan posisi kami saat ini membuat jiwaku seperti di alam lain.

"diam berarti iya" seketika tubuhku dibalik menghadapnya. Penampilan Jay tampak sangat panas saat ini. Tubuhnya yang hanya terbalut handuk di pinggangnya menampilkan otot-otot tubuhnya ditambah lagi rambut setengah basah menambah kesan seksi.

Aku hanya terperongoh menatap kagum pada tubuhnya. Ini bukan pertama kalinya tapi rasanya kali ini berbeda. Jay menampilkan smirknya melihat kelakuan luguku. Cantik dan menggemaskan di waktu yang sama menurutnya.

Ia menarikku lebih dekat dan mendaratkan bibirnya pada ranumku. Sedari awal ciuman itu terasa sangat panas, hingga tanpa sadar tangganku mengalung di lehernya. Meremat rambutnya menyalurkan batapa nikmatnya saat ia melumat ranumku.

"eungh, ahh" desahku saat Jay menggigit bibir bawahku. Mendengar desahanku membuat Jay tersenyum dalam pangutan itu. Ia mencoba mengajak bermain lidahku.

Tangannya membelai pinggang mulusku dari balik baju oversize yang ku kenakan. "eungh" desahku saat tangan Jay mengelus perut rataku dan satunya meremat pinggulku. Jay merebahkan tubuhku ke atas kasur king size miliknya dengan ia yang berada di atas tubuhku.

Perlahan ciumannya turun pada ceruk leherku. Menyesap dan menjilat perpotongan leher yang tampak mulus itu hingga menimbulkan beberapa jejak kepemilikan.

"Cantik" pujinya tampak puas dengan hasil karyanya. Ia menatapku yang kini memandangnya dengan mata sayu dan bibir sedikit terbuka. Menurutnya menambah kesan seksi pada wajahku.

Tak tahan Jay kembali mencium bibirku. Dan kali ini aku membalasnya, membuat Jay semakin bersemangat.  Di tengah pangutan panas itu dengan iseng ia malah melepas pangutan bibir itu, membuatku tanpa sadar menampilkan raut kecewa.

Jay tersenyum miring. Ia mengarahkan tanganku ke arah perutnya. Dengan alami tanganku bergerak mengelus tubuh Jay dengan tatapan kagum, mulai dari perut hingga dada pria itu. Setelah beberapa saat Jay kembali menciumku dengan tergesah.

Kecapan demi kecapan terdengar nyaring di kamar yang kedap suara itu. "eung, ahh" desahku saat tangan Jay meremas payudaraku dari dalam bra.

Jay menaikkan dan menanggalkan baju milikku beserta branya. Kini terpampang sudah dua bukit kembar milikku yang sangat mulus dengan puting bewarna merah mudah sedikit kecokelatan. Jay memandangnya dengan kagum. Ukurannya tak begitu besar malah cenderung pas. Entah apa yang membedakannya dengan para gadis yang pernah ia cicipi tapi ia rasa milik Nara sangat indah dan spesial di matanya

Aku menggigit bibirku agar tak kembali mendesah. "ahh..eungh" tapi kembali lolos tatkala Jay menghisap putingku bagai anak bayi yang kehausan. "J-jay...mmh" desahku dengan kepala mengadah saat tangannya memelintir puting sebelah kiriku.

Di bawah aku merasakan miliknya yang mengeras di balik handuknya. Dia sesekali menggesekan dan menekan milikku. Membuatku mabuk kepayang saat membayangkannya. Tanganku meremat bantal dan legannya untuk meyalurkan betapa nikmatnya permainan yang di buat lelaki itu.

drrt! drrt!

Suara ponsel di atas meja sukses membuat atensi kami teralihkan. Jay tampak kesal dengan gangguan itu. Ia sedikit menjauh guna mengangkat panggilan itu sedangkan aku terbaring mencoba mengais kesadaran.

Setelah panggilan mati Jay kembali ingin melanjutkan kegiatan yang tertunda tadi. Namun segera ku dorong menjauh. "ini salah Jay" lirihku tak berani menatapnya sambil memperbaiki bajuku.

"apa yang salah Nara? kita sama-sama menginginkannya" ujarnya mencoba membuatku mendekat padanya.

Aku menahan dadanya. Memberi jarak pada tubuh kami. Aku tau betul, tubuhku menginginkanya tapi akalku melarang. Kami memang bukan saudara kandung tapi dengan fakta itu bukan berarti kami bisa membenarkan hal tak senonoh itu.

Aku beranjak dari ranjang dan Jay ingin menahanku lagi. Dengan kasar ku tepis tangannya. "lepas" tegasku dan ia benar-benar melepaskanku, membiarkanku keluar dari kamar miliknya.

Aku memasuki kamar dengan perasaan tak karuan. Aku sudah gila. Benar-benar gila. Kenapa aku membiarkan Jay menyentuhku. Kenapa aku menikmatinya.

Tanganku sibuk memukul kepala. Rasa bersalah mulai merayap di hatiku. Aku takut eomma dan appa kecewa.

Langkahku berjalan gontai ke arah meja belajar. Membuka laci di bawahnya. Ada sebuah foto yang tersembunyi di balik novel kesukaanku. Mengelus rupanya yang terabadikan kamera. Aku menyesal padanya.

"maaf, aku mengecewakanmu lagi" isak tangis tak dapat ku tahan lagi. Aku menyakitinya lagi. Aku merasa menjadi wanita yang sangat egois.

"ma-maaf, aku tak akan me-mengulanginya lagi" Kembali berjanji walau ia tak bisa mendengar janji dan rasa penyesalanku. Aku terus terisak hingga jatuh dalam tidur.




Btw ini pertama kalinya aku nulis cerita mature kek gini.

Jangan lupa vote dan komen ya...

Sebelumnya aku udah kasih peringatan ya kalau cerita ini 18+
Jadi mohon yang belum cukup umur, atau yang tidak nyaman bisa bisa skip chapter atau karya ini kalau tidak nyaman...

Sekali lagi, ini bukannya sok ngartis ya, daripada merugikan satu sama lain.... Terima kasih....


Love In The DarkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang