"Anda yakin akan baik-baik saja, Lady? Saya bisa mengantar anda ke atas." Roscoe, pengawal keluarga Connor— membukakan pintu mobil untuk Evelyn dan membantunya turun.
"Terimakasih, Roscoe. Aku bisa melakukannya sendiri." Wanita itu menggeleng lemah, rambutnya yang cokelat lagi halus tergerai menyentuh bahu.
Roscoe dapat melihat kelesuhan di wajah Lady muda itu. Duka di matanya yang kelam bagai tak berdasar.
"Baik, kalau begitu saya akan kembali."
"Ya."
Semua jejak kebaikan palsu juga hilang dari wajah Evelyn sepeninggal pengawal keluarga Connor. Ia berbalik dan beranjak memasuki lobby gedung kondominium dengan perasaan yang hancur . Wajahnya pucat saat menaiki tangga penghubung.
Hawa dingin menggigit tulangnya. Dengan lemas Evelyn memasuki unit properti yang Ia huni seorang diri selama tiga tahun terakhir.
Orang tuanya tidak disini. Mereka pulang ke Erast siang usai menetap hanya tiga jam untuk pemakaman lalu kembali meninggalkan Glanchester. Kedatangan Tuan dan Nyonya Skye itu semata-mata hanya bentuk kesopanan di hadapan keluarga Connor. Kemudian seperti biasa, selalu super sibuk. Sangat sibuk hingga tak dapat menghibur Evelyn, anak perempuan mereka yang baru saja kehilangan kekasihnya.
Ini memang bukan kali pertama, ayah dan Ibunya memang seperti itu. Belum lagi fakta bahwa Evelyn telah gagal menjadi menantu keluarga Connor. Jelas, dirinya harus siap kembali diabaikan.
Memasuki kamar tanpa menghidupkan lampu, Evelyn jatuh terduduk dengan linglung di lantai sambil meletakan sisi wajah di tepi tempat tidur. Ia mungkin sudah kehabisan air mata. Pandangannya jauh ke depan, tenggelam dalam pikiran. Cemas, sedih, bingung, takut. Begitu banyak yang harus diurusnya. Dari mana ia mesti mulai?
Evelyn hanya butuh ketenteraman. Tapi Ia tak dapat memusat‐kan pikirannya yang berserak kacau balau.
Ini hari yang gila.
Evelyn juga sepertinya akan gila.
Di ruangan besar ini, dia merasa bagai mayat di peti mati. Ah, kenapa bukan ia saja yang menggantikan tempat Dave? Dengan begitu ia bisa kabur dari segala kerumitan yang akan dihadapi setelah ini.
Evelyn sangat lelah, ia mencoba memejamkan mata, berharap bisa lelap tapi tak bisa karena sakit kepala yang luar biasa. Terlalu banyak menangis membuat kepalanya pusing. Tapi air matanya tetap tak mau berhenti.
Evelyn bahkan tidak tahu apa yang ia tangisi.
Entahlah.
Kepergian Dave – menyakitkan, namun tak bisa dikatakan perasaan yang dominan. Itu hanya terlalu mendadak hingga Evelyn tak bisa menerima.
Mengerjap, satu tetes air mata kembali jatuh. Manik sayu Evelyn bergerak, menatap kosong tiga benda pipih yang berserakan di lantai kamarnya sejak semalam.
Bukan hanya soal kehilangan, Evelyn menyesal dan dihantam rasa bersalah terlampau besar lantaran belum sempat mengaku pada Dave.
Mengaku perihal kehamilannya — dan meminta maaf atas pengkhianatan keji yang ia lakukan.
Evelyn ingin memberitahu Dave kalau Ia mundur dari pertunangan. Sebab mengandung janin yang bukan kepunyaan lelaki itu merupakan bukti bahwa sebagai wanita, Evelyn telah kehilangan martabat. Ia tak lagi layak.
Memejamkan mata dan mengangkat tangannya dengan susah payah, jari-jari yang gemetar tergeletak di atas perut Evelyn yang masih rata. Ada kehidupan disana. Evelyn tak mau menambah dosa yang sudah bertumpuk dengan menggugurkan bayi tak bersalah. Tapi jika harus mempertahankan, maka disini bukan lagi tempatnya.
Karena ketakutan terbesar Evelyn sekarang bukan hanya soal situasi diri dan prestise.
Tapi juga ... Eizer.
KAMU SEDANG MEMBACA
Feign 21+
RomanceAwan gelap merata di langit-pertanda hujan akan turun sebentar lagi. Mendung di sore itu - seolah memperkuat kesan suram di tengah mereka yang tengah berduka. Satu persatu pelayat perlahan-lahan beranjak meninggalkan makam. Menyisakan dua pengawa...