satu

856 65 1
                                    

"Pak Sucipto makasih ya!" Zaki keluar dari mobilnya terus dadah ke supir pribadinya.

"Siaap selalu den!!!" Pak Sucipto menjawab sambil mengacungkan jempol mantap dari dalam mobil.

"Nanti udah parkirin mobil makan dulu atuh pak bareng-bareng sama kita, mau ya?" Tawar Zaki.

"Gabisa den, mau langsung pulang hari ini."

"Sekarang mau langsung pulang ke kampung?"

"Iya den, saya sudah konfirmasi sama Ibu katanya boleh. Kasian anak saya duh lagi sakit, jadi seminggu sekali harus rutin ke kampung."

"Oalah semoga adek Ali cepet sembuh deh pak!"

"Aamiin, makasih den. Saya pergi parkirin mobil dulu."
Diangguki oleh Zaki setelahnya.

Gerbang rumah yang menjulang tinggi milik keluarga sultan di residen ini kini terbuka memperlihatkan dua orang pembantu membukakan gerbang itu untuk Zaki yang kini tengah terpaku pada pemandangan diseberang rumahnya.

"Den...? Kok melamun? ini udah dibukain den..."

Kedua pembantu itu saling bertatap mata bingung karena Zaki menghiraukan mereka.

"Loh sejak kapan ada rumah gede di seberang?" Ujarnya meracau tiba-tiba.

Iya, daritadi Zaki tuh bertanya-tanya sama keberadaan rumah seberang yang lebih gede dari rumah dia. Perasaan seminggu yang lalu masih perumahan elit yang belum ditempati siapa-siapa tapi sekarang berubah jadi istana yang lebih gede dari punya keluarganya.

"Kenapa den? Takut kesaingin ya?" Tanya pembantu namanya bibi Sara yang langsung ditepuk pundaknya sama bibi Sari.

Zaki menjawab dengan gelengan, padahal hati kecilnya mah ketar ketir.

"Yaudah hayu yuk masuk bi, udah mau malem." Ajak Zaki berjalan masuk kerumahnya yang langsung diikuti kedua orang dibelakangnya.

$+$

"Kenapa kamu lama pulangnya dek? Kan tadi Bunda telpon kamu, nyuruh kamu buat cepet pulang kerumah."

Zaki membuang nafasnya malas, "Iya deh maaaaff kan ngurus ekskul dulu Bun. Oiya, tadi adek liat rumah baru dibangun yang ada di seberang gede baangeett. Rumah siapa sih itu bunda?"

Wanita paruh baya berpakaian rapi itu beranjak dari duduknya, "nah bicara soal rumah super duper gede itu....", ia membawa empat kantong souvernir brand mahal yang berbeda.

Memberikan keempat kantong itu pada anak bungsunya yang linglung, "Buat apa nih Bun???"

"Udah jangan banyak tanya. Ini semua sekarang kamu kasihin buat tetangga baru kita yang ada didepan. Kamu mandi dulu, yang wangi."

Zaki melongo, tangannya sudah menenteng empat kantong yang isinya barang jutaan.

"Bunda ada urusan dadakan di kantor, belum ada waktu buat nyapa tetangga. Bunda pergi dulu ya sayaang....awas mandi dulu sebelum kesana! Jangan malu-maluin, kalo diajak ngobrol kamu teh kudu bageur!"

Zaki hanya memutar bola matanya malas.

$+$

Zaki udah wangi sesuai dengan perintah Bundanya. Detik ini juga Zaki sudah ada di depan gerbang tetangga barunya itu.

Matanya mencari bel rumah dari sisi ke sisi, "hadeh, rumah gede beli bel doang sulit."

"PERMISIII.....PUNTEEEENNN"

Frustasi, akhirnya ia mengetuk gerbang si tetangga sekuat tenaga. Merasa suara yang dihasilkan kurang, Zaki memutuskan menendang gerbang di depannya.

BLEDAK!!!

Satu tendangan meluncur dibarengi dengan suara laju motor sport yang tiba-tiba berhenti di belakangnya.

"Woy, Lo kalo maling gak gini juga caranya anjing."

Zaki kaget, panik sepanik paniknya.
Dia gak berani berbalik kebelakang buat ngehadapin orang dibelakangnya.
Zaki udah tau, ini pasti si pemilik rumah.

"Sendiri aja Lo? Sini mana muka Lo, biar gue jabanin sampe mampus."

Langkah kaki perlahan mendekat kearah Zaki. Satu tangan mendarat di pundak Zaki, memaksanya untuk berbalik menatap seseorang di belakangnya.

"Gu-gue minta maaf sumpah gaada maksud!" Dengan keadaan panik, Zaki mengangkat kedua tangannya seolah memang kerpergok mau maling.

Dengan cepat juga laki-laki yang tersulut emosinya kini memegang kedua pergelangan tangan Zaki, memaksanya untuk memperlihatkan mukanya.

"Sini liatin muka Lo biar cctv gue liat terus Lo viral—anjir masih muda?" Kagetnya ketika akhirnya berhasil lihat muka Zaki.

"Lepas ah!" Zaki menepis kedua tangan lawan bicaranya dengan masih menenteng empat kantong souvernir.

"Enak aja, gue bukan maling ya! Gue tetangga Lo, niat gue baik. Ambil nih, dari Bunda gue!" Zaki menyerahkan semua kantong itu, menarik tangan laki-laki didepannya memaksanya untuk menerima pemberian darinya.

"Terima ya ini ikhlas dan gue ngasih ini bukan hasil maling. Lo kalo mau bilang makasih ke Bunda gue aja, besok juga boleh." Ujarnya jutek.

"Inget, gue sekarang tetangga Lo, bukan maling! Lagian rumah gede percuma gaada bel!" Oceh Zaki lalu berjalan pergi.

Jaya Putra Pradipta mengernyit lalu terkekeh kemudian menyaksikan sosok pemuda tadi yang mulai membuka gerbang rumah besar di seberang sana.

"Hhh, orang sinting." Gumamnya sambil menenteng empat kantong paper bag yang baru saja diterimanya.

$+$

 [ Jayke ] Orang Kaya GilaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang