"Guys! Ayo cepat kumpul dan buatlah barisan!" Seorang perempuan berteriak, seraya menepuk-nepukan kedua telapak tangannya dengan keras, meminta para anak Pramuka untuk segera berkumpul.
Seluruh siswa dan siswi berhamburan, ada yang berjalan cepat bahkan berlari, berkumpul di tengah-tengah lapangan seraya membuat barisan.
"Yang masih ada di dalam tenda, cepat keluar!" Teriaknya lagi.
Pandangan perempuan itu mengedar, menatap setiap area dengan sorot mata tajam. Sementara Mahesa tampak santai, dengan kedua telapak tangan yang pria itu sembunyikan di dalam saku celana.
"Berbaris sesuai regu. Kak Hilda hitung sampai tiga, kalau masih ada yang tertinggal, semua anggota regu kak Hilda hukum kedepan!" Hilda kembali berkelakar.
Suasana semakin riuh, anak-anak Pramuka tampak berlarian, mencari teman regu masing-masing untuk membuat barisan seperti yang diperintahkan. Perlahan suara riuh mulai memudar, kala anak-anak itu sudah berbaris bersama kelompok masing-masing dengan rapi.
Seketika area sekolahnya itu menjadi senyap, hanya terdengar derap langkah kaki Hilda yang terus berjalan kesana dan kemari.
Mahesa berjalan hingga ke tengah-tengah lapangan, untuk kemudian mengambil alih komando. Suara lantang pria itu menggema, meneriakan sesuatu sehingga segera dibalas sahutan oleh seluruh anggota Pramuka.
Tepukan tangan terdengar, saat yel-yel Pramuka mulai dinyanyikan. Pertanda jika acara persami hari itu sudah benar-benar dimulai.
Para pembina Pramuka memberikan beberapa komando, meminta semuanya mengikuti game yang sudah mereka siapkan. Dan acara itu berjalan lancar, hingga setelah beberapa lama Mahesa, Hilda dan rekan-rekannya yang lain membubarkan barisan saat matahari mulai terbenam.
"Kalian boleh masak apapun yang kalian bawa, mau makan sendiri boleh, mau kasih sama kakak-kakak pembina juga boleh. Siapkan diri kalian, nanti malam akan ada beberapa acara, seperti api Unggung lalu jurit malam, kemudian paginya kita sambung dengan jelajah alam, dimana kalian harus mencari petunjuk dan mendatangi setiap pos, kemudian menemui para pembina yang berada di sana."
Mahesa berteriak sambil terus berjalan, sehingga semua orang dapat mendengar apa yang pria itu katakan.
"Hemmm, latihan mental lagi!" Gumam Raya.
Ingatannya berputar pada momen-momen dimana dirinya tak pernah melewatkan acara menyenangkan tersebut, hanya saja beberapa pembina selalu bersikap arogan hanya ingin menguji para anak Pramuka. Bahkan tak jarang ada anak yang menangis, karena sedikit hukuman saat melakukan kesalahan, tidak terkecuali dirinya sendiri.
"Siap-siap aja sama kak Hilda dan antek-anteknya. Dia nggak pernah ngasih ampun kalo kita ngelakuin kesalahan. Inget nggak? Yang waktu kita salah jawab hukumannya apa?" Nia menatap teman-temannya bergantian.
Yang langsung dijawab anggukan setelahnya.
"Kita direndam di air selokan yang ada eek nya!" lanjut Nia.
Raya menghela nafasnya, kemudian dia bangkit dan berjalan keluar dari dalam tenda.
"Bawa perlengkapan yang kita punya, ayo masak. Yang lain udah pada mulai tuh!" Ujar Raya.
"Mau masak nasi?" Tanya Riri.
"He'em, mie buat nanti malam saja, atau mungkin besok," sahut Raya.
***
Langit indah berwarna biru, dengan semburat jingga mulai menghilang, kala cahaya matahari mulai memudar seiring terbenamnya sang surya. Hilir angin berhembus, menghadirkan bunyi riuh dari pergesekan dahan-dahan yang bergerak kencang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Persami I'm In Love
Ficção Adolescente"Saya suka sama kamu ..." "Apa!?" Pekik Raya. Dia menarik paksa lengannya yang masih dalam genggaman Mahesa, kemudian berdiri sambil menatap pria itu dengan sorot mata tajam. "Nggak romantis banget, masa nembak di tukan siomay!" Katanya, kemudian pe...