Sementara di rumah kyai Ridwan, Aisyah tampak bergelayut manja di lengan kokoh Abi nya yang meski sudah berumur lebih dari setengah abad, kyai Ridwan masih terlihat sangat bugar.
"Abi, Caca mau ngomong sesuatu sama Abi boleh?." Aisyah, dia memang dipanggil Caca oleh keluarga besarnya. Dia mengamati raut wajah Abinya itu.
"Aisyah mau bicara apa?." Jawab Ridwan kepada putrinya itu.
Aisyah menghela nafas, jika sudah nama 'Aisyah' yang diucapkan, itu artinya sang Abi siap dengan pembicaraan yang serius.
"Abi, mbak Alin umurnya sudah 27 tahun kan? Apa Abi tidak kepikiran untuk menikahkan mbak Alin? Abi, itu sudah lewat usia perempuan produktif loh Bi." Sembari mengatakan isi hatinya, Aisyah tetap fokus memperhatikan mimik wajah ayahnya itu.
"Kenapa tiba-tiba Aisyah membahas pernikahan mbak Alin?." Bukan kyai Ridwan yang bertanya, melainkan sang istri umi Tata.
Ridwan dan Aisyah menoleh kearah tata yang datang dari dapur membawa baki berisikan teh dan juga camilan.
"Anu umi, umi tau kan Abang Davdar? Itu loh umi, kakak tingkat Aisyah di kampus, nah beliau itu laki-laki shaleh umi, sepertinya cocok dengan mbak Alin." Aisyah menceritakan tantang Davdar kepada kedua orangtuanya.
Ridwan dan Tata tersenyum mendengar penuturan anaknya itu, mereka berpikir bahwa putri keduanya ini benar-benar memperhatikan kakaknya.
Akhirnya Ridwan menyetujui usul Aisyah untuk mencoba men-ta'aruf-kan Davdar dengan Alin.
"Besok Abi akan bertemu dengan Davdar. Abi minta nomor ponsel Davdar nduk." Ucap Ridwan seraya memberikan ponsel kepada Aisyah.
Dengan semangat Aisyah mengetikkan satu persatu angka hingga 12 digit dan dia beri nama Davdar Nasir Abisatya.
Ditengah obrolan keluarga, Alin datang dari masjid. Memperhatikan keadaan di dalam rumah, terdengar suara obrolan umi dan juga Aisyah.
Jantung Alin berdegup kencang, apalagi disaat mendengar adik angkatnya itu tertawa dengan lepas, seperti tanpa masalah apapun.
Alin lantas berpikir, bahwa apa yang dikatakan oleh Haya benar adanya. Bahwa ada hal yang harus disimpan untuk diri kita sendiri.
Sejenak Alin berpikir, bahwa hal itu salah, karena Alin mengetahui sebuah kemungkaran. Tapi sedetik kemudian dia sadar, dia cukup berdoa kepada Tuhannya untuk menyingkap tabir yang menutupi hal itu, sehingga Abi dan Umi nya mengetahui apa yang telah dilakukan anak kandungnya.
"Assalamu'alaikum warahmatullahi umi, abi, Aisyah." Alin mengucapkan salam ketika memasuki ruang tamu.
"Wa'alaikumussalam." Ucap Ridwan, Tata, dan juga Aisyah.
"Sini nduk," ucap Tata sembari menepuk bagian kursi di sampingnya.
Dengan rasa bimbang sebab melihat Aisyah, Alin tetap menuruti perkataan Tata.
"Ada apa umi?." Tanya Alin setelah meletakkan pantat di samping Tata.
"Besok mbak Alin ada kelas tidak?." Bukan Tata yang menanyakan itu kepada Alin, melainkan Aisyah.
"Besok saya ada kelas pagi dan jam 5 sore. Ada apa ya?." Alin nampak bingung karena tidak biasanya mereka berkumpul dan menanyakan bagaimana kegiatan Alin esok hari.
"Besok kita mau makan di luar nduk, kangen ayam bakar yang di Bandarlampung itu loh." Terang Tata, "sekalian nganter adekmu sama Layla ke kosannya." Alin mengangkat alisnya sebelah, karena selama ini tidak pernah Abi dan Umi nya mengantar Aisyah pergi kuliah, biasanya dia diantar oleh Abang mereka yaitu Ikhsan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Rasa
Novela JuvenilBagaimana Tuhan bisa memberikan efek yang sangat luar biasa kepada kehidupannya, seorang gadis yang selalu menjadikan dirinya seseorang yang kuat, sampai tidak ada yang mengetahui bahwa dirinya sangatlah rapuh dan memiliki banyak luka di dalam hatin...