terimakasih!

2 2 0
                                    

Lama, wanita tersebut akhirnya membuka mulutnya untuk menceritakan segalanya kepada 2 saudara ini.

"Alif, dia memang saudara kembar kamu. Maaf selama ini bunda tidak pernah menceritakannya. Selama lebih dari 17 tahun bunda mencarinya, tapi tetap tidak ketemu. Dan kamu Alin, saya Ricke. Saya teman dari almarhumah bundamu. Setelah mendengar kabar Alina dan Absa kecelakaan. Saya bergegas ke rumah sakit untuk memeriksa keadaan mereka..." Mata Ricke menerawang jauh kembali ke saat itu terjadi.

_flash back_

"Permisi suster, apa ada korban kecelakaan atas nama Alina dan juga Absa?." Seorang gadis terlihat sangat gusar saat menanyakan 2 nama tersebut.

"Maaf, dengan siapa ya mbak?." Tanya perawat tersebut.

"Saya Ricke, saya yang ditelpon pihak rumah sakit." Jelasnya, perawat yang mengerti pun segera mengantar Ricke menuju ruangan tempat kedua sahabatnya itu ditempatkan.

KAMAR MAYAT. Begitulah yang tertulis di atas pintu ruangan tersebut. Seketika badan Ricke menegang, dia pastikan lagi tulisan tersebut. Dan benar, dia benar membacanya.

Perawat tersebut membukakan pintu untuk Ricke dan membawanya menuju jasad kedua nama yang ditanyakan nya tadi.

Berapa terkejutnya gadis tersebut, bagaimana bisa tubuh yang terbujur kaku itu sahabatnya. 1 jam yang lalu mereka masih berbicara lewat telepon. Mengabarkan bahwa Alina dan juga Absa sudah tiba di provinsi Lampung.

Tubuh gadis itu meluruh, merasa bersalah, menangis sejadi-jadinya. Bagaimana bisa dia kehilangan mereka sekaligus.

Tiba-tiba Ricke teringat sesuatu. "Suster, dimana anak-anak mereka?." Ya, gadis itu tahu betul kalau sahabatnya ini memiliki sepasang anak kembar.

"Ada di ruang ICU mbak. Apa mbaknya mau melihat?." Tanya suster memastikan.

Dengan yakin, Ricke mengangguk kan kepalanya. Kemudian berdiri, menatap sebentar wajah-wajah pucat di hadapannya.

"Aku akan bawa kalian pulang, dan juga anak-anak kalian. In sha Allah mereka baik-baik saja dibawah pengawasanku." Setelah mengucapkan itu, Ricke berjalan menuju suster yang telah menunggunya di luar ruangan.

Mereka berdua berjalan menuju ruang ICU. Setelah sampai, Ricke dipakaikan APD untuk masuk ke ruangan tersebut.

Saat masuk, Ricke terkejut karena hanya ada 1 orang anak. Kemana perginya 1 orang lagi. Setelah memastikan anak sahabatnya ini tidak ada yang berkurang dari badannya, dia keluar dari ruangan tersebut.

Dengan bingung Ricke mendatangi ruangan dokter yang telah dikatakan oleh perawat yang menemaninya dari tadi.

"Permisi dokter." Ucap Ricke setelah mengetuk pintu ruangan bernuansa monocrom tersebut.

"Iya ibu, silahkan masuk." Ucap seorang laki-laki dari dalam ruangan itu.

Ricke memasuki ruangan tersebut dan mendudukkan tubuhnya ke kursi yang berhadapan dengan dokter di dalam ruangan itu.

"Dok, bagaimana kondisi anak teman saya?." Ricke bertanya dengan sangat hati-hati.

"Sepertinya dia akan mengalami amnesia ibu, karena benturan di kepala belakang yang sangat kuat sebab kecelakaan yang di alami anak itu. Tapi selebihnya dia akan baik-baik saja. Kemungkinan ada trauma pasca kecelakaan, maka dari itu saya sarankan untuk terapi supaya PTSD nya hilang." Terang dokter kepada Ricke.

Lemas, itu yang dirasakan gadis itu. Bagaimana bisa seorang anak kecil mengalami itu semua.

"Ah, maaf dokter apa hanya ada satu anak yang dibawa ke rumah sakit setelah kecelakaan?." Tanya Ricke setelah sadar jika anak sahabatnya hilang satu. "Karena sahabat saya punya sepasang anak kembar laki-laki dan perempuan dok." Lanjutnya kemudian.

"Setahu saya hanya satu ibu, tidak ada anak lain korban kecelakaan tersebut." Hati Ricke semakin mencelos saat mengetahui anak sahabatnya benar-benar menghilang.

"Ibu tidak papa?." Teguran dokter menyadarkan lamunan Ricke. Perempuan itu benar-benar syok, dia tidak membayangkan hal itu terjadi. "Saya baik-baik saja dokter. Saya permisi dok." Ricke berdiri kemudian meninggalkan ruangan tersebut.

_flash back off_

"Setelah itu, berhari-hari saya mencari keberadaan kamu Alin, sampai saya tidak sadar bahwa 17 tahun sudah berlalu. Saya minta maaf karena tidak menemukanmu, maafkan saya." Ricke tergugu lirih menundukkan kepalanya, menunjukkan bahwa dia benar-benar menyesal.

"Tidak apa-apa Tante, selama ini saya juga hidup dengan baik. Saya tidak kekurangan apapun Tante. Malah saya berterimakasih karena sudah menjaga Alif dengan baik." Kata-kata Alin tak lantas membuat Ricke tenang, wanita itu malah semakin tergugu, menyesali bahwa dia tidak bisa merawat anak perempuan sahabatnya itu.

"Jadi, kamu bener-bener saudara kembar saya?." Alif kembali memastikan bahwa dia tidak salah mendengar cerita yang tidak masuk akal ini.

Dia sudah hidup selama 24 tahun, ah ralat tepatnya 17 tahun karena dia sekarang tahu jika dirinya diadopsi saat umur 7 tahun, Alif hidup sebagai anak tunggal dari bundanya dan sekarang tiba-tiba dia memiliki saudara kembar.

Memang, tidak ada yang bisa menebak skenario yang telah dibuat oleh Tuhan-nya. Sebenarnya saat kecelakaan itu terjadi, mobil yang dikendarai oleh orangtua Alin sedang terparkir di pinggir jalan. Sementara lain sendiri sedang membeli air minum untuk dirinya dan keluarganya. Tapi saat Alin keluar, keluarganya sudah mengalami kecelakaan yang menyebabkan kedua orangtuanya tewas.

Lain kecil saat itu pingsan, dan tidak ada yang mengetahui bahwa Alin merupakan bagian dari keluarga yang mengalami kecelakaan tersebut. Maka dari itu, yang dibawa ke rumah sakit dengan orangtuanya hanya Alif.

Ya, Alin kecil tidak ikut mengalami kejadian itu, dia baik-baik saja, sampai dengan hari ini. Tapi dibalik kejadian hari ini Alin lebih banyak bersyukur karena bertemu dengan Alif.

"Yasudah, Alin tidur disini malam ini. Besok biar Alif yang temani Alin kalau mau kemana-mana. Dan Alin, stop panggil saya Tante. Just call me bunda, seperti Alif memanggil saya." Titah Ricke kepada Alin.

Alin terpaku mendengarnya, panggilan itu sudah lama sekali tidak dia lontarkan untuk orang lain, tapi tidak dipungkiri Alin bahagia bisa memanggil seseorang dengan sebutan Bunda lagi. "Baik, bunda." Seutas senyum terbit di wajah sahabat bundanya itu.

"Baiklah, Alin tidur dengan bunda. Kamu bang, jangan tidur terlalu malam." Ricke membawa Alin berjalan menuju kamarnya, seperti anak itik yang mengikuti induknya, Alin pun mengekori Ricke untuk masuk ke dalam kamar wanita itu.

Setelah sampai dikamar, Ricke menyuruh Alin untuk mandi. Karena malam semakin larut dan Alin belum membasuh badannya, bahkan ketika tiba di hotel dia belum masuk ke dalam kamarnya sama sekali.

"Sini nak, duduk." Ricke menepuk bagian sofa di sampingnya. Alin dengan menunduk melangkahkan kaki kearah sofa tersebut. "Ada apa bunda?."

"Coba ceritakan kehidupan kamu nak, bunda ingin tahu bagaimana kamu hidup selama ini." Alin memandang lekat wanita di sampingnya kini, wanita yang masih terlihat sangat muda, bahkan tidak pantas dia sebut bunda. Wanita yang masih pantas untuk menjadi kakak Alin dan Alif.

"Alin di adopsi oleh pemilik pesantren di Lampung Timur bunda. Dibesarkan oleh beliau, dan menjadi dosen termuda di salah satu kampus kecil di Lampung Timur." Ricke tidak menyangka, bahwa gadis di hadapannya ini begitu kuat menjalani kehidupan tanpa siapapun di tanah yang bahkan belum pernah dia bayangkan bagaimana aromanya.

"Ma Sha Allah Alin, kamu seorang Ning." Gurau Ricke yang membuat Alin menatapnya. "Aku bukan seorang Ning bunda, aku hanya seorang Alin." Sorot matanya tajam, Ricke dibuat merinding karenanya, bagaimana bisa dua kakak beradik ini memiliki tatapan mata yang tajam.

"Kenapa tidak mau dibilang Ning? Bagaimanapun juga kamu tetap putri seorang kyai Alin." Alin menghela nafas panjang, dan bersiap untuk menjelaskan.

🌟
Assalamu'alaikum, terimakasih sudah mau mampir di cerita yang ditulis oleh seorang amatir ini. Alhamdulillah cerita sudah tayang 5 bab, saya berharap bisa lebih banyak yang baca ya. Sekali lagi saya ucapkan terimakasih ♥️♥️♥️

Tentang RasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang