If you love this story, don't forget to vote and feel free to comment.
Thanks luv......................
Setelah pertemuan pertamaku dengan kak Damai, kami jadi sering makan bersama di kantin itu setiap kali ada rapat kepanitiaan. Bersama Dini dan juga Alika, kami berbagi cerita dan bergurau satu sama lain. Kepanitiaan ini membuatku dekat dengan mereka bertiga. Banyak hal baru yang bisa kudapatkan dan aib kampus yang belum pernah kudengar sebelumnya.
Sebagai mahasiswa jurnalis semester 3, aku sangat tertarik dengan isu politik yang tengah beredar saat ini. Terlebih lagi ketika kak Damai dengan sengaja mengajak kami berdebat, memilah pro dan kontra layaknya debat sungguhan. Semua itu berulang dari hati kehari selama rapat kepanitiaan berlangsung. Sampai aku hapal makanan kesukaannya di kantin utama.
"Bye, Din." Aku dan Dini berpisah setelah mobil yang menjemputnya berhenti didepan fakultas.
Pukul 19.30.
Kampus sudah sepi. Beberapa lantai di setiap fakultas sudah padam. Hanya suara jangkrik yang terdengar dari balik rumput disisi jalan. Aku berjalan dengan tergesa berharap gerbang utama sudah terlihat didepan sana. Lampu jalan sedikit menerangi jalanku, namun tidak membantu mengurangi rasa takutku saat ini.
"Hey!" Seseorang memanggil. Kak Damai.
Dia menghentikan motornya tepat disampingku. "Kok sendiri? Dini kemana?"
Aku bisa melihat jelas keningnya mengkerut saat bertanya padaku. Nada bicaranya terdengar penasaran.
"Dini pulang duluan tadi, kak."
"Terus kamu nggak di jemput?"
Aku menggeleng.
Kak Damai melirik kesekitarnya. Seperti memastikan bahwa tidak ada satupun orang yang terlihat di area kampus.
"Rumah kamu di mana?"
"Di jalan Mawar tujuh A, kak."
"Kita nggak searah sih-," Kak Damai memotong ucapannya sendiri, lagi-lagi dia menoleh kesekitarnya. Kemudian kembali padaku dan berujar, "Ya udah, ayo naik, aku antar pulang sampai rumah."
Dia memberikan helm-nya padaku. Sementara aku membeku sejenak. Bingung bagaimana meresponnya.
"udah jangan mikir, ayo naik." Ujarnya kemudian.
Kami sudah saling bertukar nomor ponsel sejak seminggu yang lalu. Dia sering mengirimiku pesan, seperti 'jangan lupa rapat' atau 'sudah sampa rumah?', pertanyaan sederhana yang terasa special dari seseorang yang kukenal belum lama ini.
Dia aneh. Tapi menyenangkan. Nggak semua orang bisa memiliki semua karakter dalam satu jiwa. Tapi Kak Damai bisa. Dia punya semuanya. Dia pintar, humoris, bisa membangun suasana dan percakapan, dan Kak Damai banyak sekali penggemarnya. Dini selalu bilang kalau ia beruntung memiliki Alika yang bisa menghubungkannya dengan kak Damai. Begitu pula denganku, aku beruntung dengan kebetulan ini. Kebetulan yang mempertemukanku dengan kak Damai melalui Dini dan soto ayam seminggu yang lalu.
"Kamu tumben nggak dijemput lagi? Temanmu masih sibuk? Si anak band itu?"
Perihal Noah. Aku sudah pernah menceritakannya pada kak Damai, Alika dan Dini saat makan siang beberapa hari lalu. Saat itu kami bertukar cerita dan Noah adalah objek pertama yang kuceritakan.
Dan semua itu terjadi karena sebuah pertanyaan dari kak Damai tentang Noah. Saat itu dia sedikit mengungkit tentang Noah yang seringkali menjemput dan mengantarku pulang. Terlihat seperti penasaran, hingga semua pertanyaan dia lontarkan padaku. Tidak hanya itu, kak Damai juga mengingat jaket yang sering Noah gunakan setiap kali mengantarku kekampus. Jaket berwarna hitam dan berlogo starhigh band di sisi kanan jaketnya. Menarik.