Satu hal yang sering kulakukan setelah bangun tidur adalah melihat ponselku. Masih dalam balutan selimut dan mata setengah terbuka akibat cahaya matahari yang masuk.
2 pesan masuk.
From: Kak Damai
Hai, udah bangun?
From: Kak Damai
Gimana? Capek ya?
To: Kak Damai
Pagi kak, aku udh bngun, iya
lumayan capeknya terasaKuletakkan ponsel kembali diatas meja sebelah kasurku. Melepaskan selimut, kemudian menggulung rambutku asal dan mendekati jendela. Kulihat beberapa orang memulai aktivitasnya di pagi hari. Ayah yang sepertinya sudah sejak tadi menyiram tanaman didepan rumah dan Tukang sayur langganan komplek yang sudah ramai pembeli.
Tiba-tiba ponselku berbunyi.
Kak Damai is Calling
"Halo?" Aku membuka pembicaraan.
"Hai, mmh.. lagi apa?"
"Baru mau mandi, sih. Kenapa kak?"
"Hari ini mau kemana? Arghh maksudku nggak ada rapat divisi kan hari ini?" aku mendengar kak Damai seperti mengetuk-ngetukkan jari di meja.
Aku melipat kedua kakiku diatas Kasur. "iya nggak ada."
Aku bisa mendegar dia bergumam, namun setelahnya hening.
"Jadi?" tanyaku penasaran akan maksudnya.
"Jadi, kamu di rumah aja?"
"Aku mau kerumah baca sih, hari ini. sudah seminggu ini belum kesana."
"Wah kebetulan, Boleh ikut?"
"Boleh. Nanti aku kirimin ya alamatnya."
"Nggak usah, kita berangkat bareng aja."
"Maksudnya?"
"Kita berangkat sama-sama. Aku jemput. Lima belas menit lagi aku sampai."
"Tapi kak-,"
Tut-tut-tut.
Dan telepon terputus.
............................
Aku menyisir rambutku dengan tergesa sambil sesekali mengecek ponselku. Masih belum ada pesan masuk dari kak Damai. Ku poles sedikit bedak ke wajahku dan menyemprotkan parfum yang baru ku beli 3 hari lalu melalu Dini. Parfum mahal yang katanya sedang diskon. Wanginya strawberry dan tahan lama. Sudah pernah kupakai 2 kali disaat-saat tertentu. Kutarik satu tas berwarna hitam dan turun kelantai bawah.
Sudah ada Ayah, Ibu dan Noah dimeja makan. Kali ini aku bisa menyaksikan wajah mereka tampak heran. Iya, mereka bertiga. Bahkan ibu sampai menyenggol sup yang asapnya saja masih mengepul.
"Tumben udah mandi." Kata Ayah.
"Cantik banget hari ini. Mau kemana sama Noah?" Ibu berujar.
"Kamu mau kemana?" yang tertuduh mengerutkan keningnya.
Ayah dan ibu saling memandang, "Loh, bukan pergi sama kamu?" tanya ayah.
Noah menggeleng, tatapannya masih terpaku padaku. "Bukan, Om."
Aku bisa melihat dahinya mengkerut dan menatapku dari atas sampai bawah, seperti sedang menganalisis. kutarik kursi di sebelah Noah dan meneguk segelas air.
"Hari ini aku kerumah baca sama kak Damai, ya? kamu fokus latihan aja."
Noah memalingkan wajahnya seperti mendapatkan jawaban dari rasa penasarannya. Dia membalikkan kembali piring kosongnya dengan kerasa sampai terdengar bunyi 'tuk'.
Kemudian berdiri, "Tante, Om, saya mandi dulu, ya. Nanti saya kesini lagi kalau lapar." Dia berbalik dan pergi tanpa memberikan sepatah kata padaku.
Bersamaan dengan itu, ponselku bergetar. 1 pesan masuk dari kak Damai.
From : kak Damai
Aku sudah di depan rumah kamu, Am.
Aku bergegas berpamitan dengan Ibu dan Ayah, meninggalkan ruang makan yang baru saja ditinggal Noah 10 detik yang lalu.
Saat menyusul kak Damai di luar, disana ada Noah yang berhadapan dengan kak Damai. Lumayan jauh, hanya dipisahkan gerbang sebagai pembatas diantara mereka. Saat kak Damai melihatku, dia tersenyum sambil melambaikan tangannya. Sementara Noah, menoleh sekilas padaku.
"Hai," Sapaku pada kak Damai. "ini kenapa gerbangnya nggak di buka?" aku berbicara pada Noah. Tanganku menarik gerbang, namun Noah mendorongnya hingga tertutup kembali. Dia bersandar di sana, membelakangi kak Damai.
"Rencana kita awalnya nggak gini, loh." Dia memulai pembicaraan. "Aku nganterin kamu kerumah baca, setelah itu aku jemput kamu untuk ikut aku cek tempat konser, gitu kan? Terus kenapa sekarang jadi ada orang lain?"
Aku mengerutkan kening. "kan aku udah bilang, hari ini aku kerumah baca sama kak Damai, biar kamu nggak bolak-balik. Jadi kamu bisa fokus latihan."
"Halah, biasanya juga gitu, aku bisa kok bolak-balik."
Aku menghela napasku. "Okay, terus masalahnya apa sih, No. Kak Damai juga sekalian mau lihat rumah baca. Jadi-,"
"Kalau gitu kamu bisa kan ngasih alamatnya ke dia. Nggak perlu dijemput gini." Dia memotong ucapanku.
"Memangnya salah kalau saya jemput dia?" Kak Damai ikut berbicara. Sementara yang ditanya tidak menjawab. Pandangan Noah masih melihatku sebagai objeknya. Aku tidak tahu dia tidak mau menjawab atau dia memang tidak punya jawabannya.
"Kamu kenapa sih?" Aku menyentuh lengan Noah. Memintanya untuk memberikan penjelasan yang bisa kumengerti.
"Siapa yang bisa jamin kamu aman sampe rumah baca?"
Aku mundur selangkah, tanda tidak percaya kata-kata itu yang keluar dari mulutnya. "Kamu apaan sih? Aku pasti aman sama kak Damai. Udah ah, aku pergi dulu." Aku menarik gerbang lagi, berusaha membukanya walaupun Noah masih bersandar disana. "Noah, minggir!" kataku untuk yang kesekian lagi.
Gerbang terbuka, aku mengampiri kak Damai dan menggunakan helm yang diberikannya. "Sorry, ya kak."
"That's okay." Dia tersenyum kecil padaku.
Sementara Noah berbalik, beranjak dari tempatnya berdiri. Saat melewati ku dan kak Damai, dia berujar ketus, "Nggak sopan jemput cewe depan gerbang. Minimal ijin sama orangtuanya."
............................
Bersambung,
Don't forget to vote and comment🤍
...................Introducing...................
Damai Senjawinata🤍