[0] Ever Since

59 11 0
                                    

Rasanya aneh disambut senyuman oleh receptionist gedung apartemen yang bahkan bukan tempat tinggalnya. Rasanya pun kelewat nyaman walau seharusnya asing ketika ia lagi-lagi meminta taksi membawanya ke gedung ini. Rasanya akan selalu seperti ini ketika ia tepat berada di pintu bernomor 1005.

Jiho bingung harus menekan bel atau tidak. Apakah malah sebaiknya ia berbalik dan meninggalkan tempat ini? Atau mengeluarkan kartu kunci cadangan kamar ini tanpa perlu memberi tanda kehadiran? Atau ....

Terlalu banyak atau yang pada akhirnya ia tekan bel kamar itu dua kali.

Nggak usah mundur lagi, Jiho. Stay, just stay. You want to be here.

Beberapa saat menunggu, kakinya terus mengetuk lantai dengan ujung heelsnya yang begitu tinggi. Perihnya tumit setelah berjam-jam berdiri dengan alas tak nyaman ini seakan hilang, tertutup oleh resah tak tenang.

Buka atau tidak. Buka atau tidak. Please, ia hanya ingin pintu itu terbuka.

Jemari kukunya yang bersih saling beradu memberi gesekan asal. Sudah lama ia tak merasa setidak tenang ini.

Di tengah perperangan batinnya menunggu, terdengar suara tanda pintu terbuka. Rumah nomor 1005 itu terbuka. Akhirnya terbuka. Bersamaan dengan sosok laki-laki pemilik rumah ini yang berbalut baju santai dan handuk di sekitar kepalanya yang basah.

"Sori, sori. Aku di kamar mandi tadi. Nggak kedengeran." Wajahnya memancarkan maaf padahal tak seharusnya begitu. Ia hanya menunggu tidak sampai lima menit. Tidak masalah. Tapi tetap, raut itu ada. "Come in," ajak sang lelaki seraya menarik pergelangan tangannya.

Jiho masuk, sesuai dengan tuntunan tangan itu, tapi tetap diam.

"Jiji, are you okay?"

Pintu tertutup dan ia bergeming di tempatnya. Foyer rumah ini yang begitu ia kenal seakan-akan menyambut tak kalah baik dengan sang pemilik. Hangat,

"You need something?" Suaranya terdengar lagi, begitu lembut. Tatapannya pun lurus ke arah pandangan Jiho. Dengan tangan yang telah hingga di samping pinggang—mulai merengkuh.

Jiho balas menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan.

"Kenapa nggak tunggu aku aja?"



< >

Forever OnlyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang