Seorang gadis berlari menelusuri setiap koridor sekolah dengan menenteng beberapa tas ditangannya. Harapannya untuk hidup tertulis dilembaran kertas yang terpajang di mading. Kakinya yang berlari terhenti diantara puluhan siswa yang mengerumuni madding.
Ia membelah kerumunan siswa dengan napas yang tersengal-sengal. Jari telunjuknya mencari-cari sebuah nama yang tertera disana.
DAFTAR SISWA/SISWI PERWAKILAN OLIMPIADE TINGKAT NASIONAL
Matanya berbinar mendapati namanya tertera di urutan satu. Senyumnya mengembang terlukis diwajahnya. Sebuah tangan menariknya dari kerumunan tersebut membawa kesuatu tempat.
Brakk
Tubuh Kencana terjatuh mengenai tumpukan-tumpukan kursi yang tertata dibelakang sekolah. Tubuhnya yang terjatuh di tarik kembali untuk berdiri, kedua pergelangan tangannya dipegang oleh dua gadis lainnya. Pergerakan Kencana terkunci oleh teman-temannya.
Alana Cintya Deviranda, gadis yang berdiri dihadapan Kencana terlihat tenang namun tatapannya seperti ingin menerkam mangsa. Tanpa basa basi, Alana menampar pipi Kencana dengan keras, seketika itu pandangan Kencana mengikuti arah tamparan itu.
"Lo senang jadi perwakilan sekolah untuk olimpiade matik?" ucap Alana dengan mencengkram keras rahang Kencana. Kencana hanya terdiam menahan sakit.
"Ditanya tuh jawab! Nggak punya mulut lo?"
Kencana menganggukan kepalanya mendapat tamparan pada pipi sebelahnya lagi.
"Gue udah pernah bilang, jangan isi sempurna lembaran jawaban lo. Tapi lo nggak lakuin apa yang gue suruh." Alana melipat tangannya, "Sesuai kesepakatan kita, lo harus terima akibatnya," ucap Alana.
"Lana, gue mohon jangan," ucap Kencana menggelengkan kepalanya.
"Lo tau? Setelah orang tua gue tau kalau gue nggak masuk tingkat nasional mereka siksa gue dirumah. Mereka nggak peduli dengan keadaan gue. Semua itu karena lo. Lo penyebab gue begini,"
"Gue minta maaf. Lana gue tau gue salah," kedua tangan Kencana memohon dengan posisi bertekuk lutut.
"Gue nggak mau dengar alasan sampah lo. Beasiswa lo gue cabut!"
"Lana gue mohon jangan. Gue bakalan ngelakuin apapun asalkan beasiswa gue nggak dicabut," ucap Kencana.
"Apapun? Kalau itu yang lo mau, beasiswa lo nggak gue cabut, asalkan lo mengundurkan diri dari olimpiade ini!"
Kencana terdiam sejenak.
"Kalau lo nggak mau, ya sudah,"
"Iya, gue bakalan mengundurkan diri."
"Bagus."
Alana dan teman-temannya meninggalkan Kencana sendirian yang menangis terduduk sambil menyembunyikan wajahnya dibalik lengannya.
Harapan Kencana untuk ikut dalam kompetisi olimpiade telah pupus. Program penghargaan yang diberikan sekolah kepada siswa yang berhasil mewakili sekolah untuk kompetisi olimpiade di tingkat nasional adalah dokumen yang memudahkan untuk masuk universitas.
Kencana tidak memiliki wewenang untuk melawan Alana. Ia yang sederhana tidak sebanding dengan kehidupan Alana jauh di atasnya, yang memiliki koneksi dan privilege dengan orang sepentara dengannya. Dan yang membuat Kencana tidak menghindari Alana adalah dia bersekolah dengan beasiswa dari yayasan keluarga Alana.
Inilah kisah Kencana, kesedihan, perubahan, dan kebahagiaan.
***
Hai Ami
Gimana prolognya?
Vote and coment di bawah ya
Love you ❤️Ketemu Ami di IG
@mutiarashofwahSee you to the next part
KAMU SEDANG MEMBACA
Time for Magenta
Teen FictionWaktu, selalu berjalan setiap hentakan detik Waktu, membawa perubahan dalam hidup seseorang Dia adalah Kencana Arunika Chandramawa. Gadis yang hidup sederhana dengan keluarga angkatnya. Layaknya keluarga cemara, Kencana tak pernah merasakan sekalipu...