Bab 6 (Kolong Dapur)

2 0 0
                                    

"Ada apa Bu di kolong dapur? "

Dibelakang rumah yang usianya sudah  lebih tua daripadanya itu. Tampak menyimpan sejuta misteri tak terpecahkan, ibu mertuanya hanya diam dan menggelengkan kepala. Tak biasanya tempat ramai menjadi sunyi. Daus hanya bisa bertanya-tanya namun ia takut membuat ibunya lelah karena sering bertanya. 

Fatimah pun ikut terdiam, ia hanya memandang ibunya dan pergi tidur dengan banyak rasa khawatir. "Kemana perginya anggota keluarga lain? "

"Apa yang terjadi selama dia tidak ada di kampung? Apakah rumor tentang hantu benar adanya? " Begitulah yang Fatimah pikirkan. 

Saat hari mulai menjelang malam, ruang tamu sudah sunyi. Fatimah terbangun dari tidurnya karena mendengar suara sesuatu di dapur. Fatimah yang sudah haus mencoba turun ke dapur untuk memastikan, apa yang dilakukan oleh ibu mertuanya. Ia menuruni tangga kayu yang sudah reyot. Kriet! Fatimah terdiam. Terlihat cahaya dapur sudah ada di bawah tangga. Namun ia melihat ibu mertuanya keluar, menatapnya di bawah tangga. Di tangannya sudah memegang pisau daging yang dipenuhi darah. 

Fatimah bersembunyi tepat waktu! Dia pun tidak tahu kenapa ada rasa takut dan reflek pada dirinya. Apakah otaknya sedang mempercayai hal gaib yang sebenarnya tidak ada? Fatimah pun menahan napas panjangnya, ketika ibu mertuanya berjalan mendekat menaikki tangga. Suara decitan decitan anak tangga memekikkan telinganya. "Aduh aku kenapa sih, " gumam Fatimah. 

Tetesan darah terjatuh tepat di samping Fatimah. Ia pun secara perlahan melihat atap rumah, betapa terkejutnya dia melihat sesuatu yang seharusnya tidak dia lihat. Sebuah kantongan hitam tergantung disana, apa itu? Sebuah boneka? Tidak... Tangan itu menyembul keluar dari kantongan plastik diatas sana dan darah itu murni darah pekat. 

Rasa takut Fatimah semakin menjadi-jadi. Ketika ibu mertuanya sudah berada tepat disamping persembunyiannya dibalik lemari. 

Tapi tanpa alasan, ibu mertuanya kembali masuk ke dapur dan terdengar kembali suara yang sama. Ia merasa ini bukanlah hal yang lumrah, ini ada yang aneh dengan ibu mertuanya. Bagaimana ia bisa meyakinkan suaminya tanpa bukti? 

Fatimah mencoba turun perlahan dari dapur. Di samping pintu dapur ia mengintip sedikit apa yang sedang dilakukan ibu mertuanya. Ia melihat ibunya tengah sibuk memotong sesuatu di dapur. Lebih terkejut lagi ketika dia melihat kepala saudaranya beras tidak jauh dari sana... Fatimah merasa mual. Ia pun dengan hati-hati mencoba kembali ke kamar. Berharap ini adalah mimpinya. Dia membangunkan Daus, "Bang! Bangun Bang! "

"Ada apa sayang? " tanyanya sembari menguap. 

"Ada yang tidak beres dengan ibumu bang, " jelasnya. 

Hal itu membuat Daus semakin bingung. "Apa ini perihal kolong dapur? "

"Aku melihat ibu mu sedang memotong sesuatu bang! Aku takut banget! " ucap Fatimah ketakutan. 

"Sudahlah mungkin kamu salah lihat, Ibuku mungkin sedang memasak untuk nanti... " ucap Daus sembari kembali berbaring diatas ranjangnya. 

"Abang harus percaya! Aku beneran takut, aku melihat tetesan darah jatuh dari atas! " jelas Fatimah berusaha untuk menyakinkan suaminya. 

"Iya, iya, nanti ya kita pulang, sekarang kamu tidur aja dulu, kita perlu istirahat. " balasnya terhadap Fatimah. 

Kepala itu! Apakah suaminya bisa menjelaskan itu. Fatimah dengan rasa takutnya mencoba untuk tetap tidur. Terselip kan beribu-ribu pikiran yang menganggunya. Dia dan Suaminya memang sudah lama tidak pulang kampung. Banyak hal yang terjadi tapi kenapa hal tak terduga seperti ini juga terjadi. Fatimah berusaha berpikir positif dan kembali tidur. Esok akan dia pastikan kembali, apakah dia benar-benar salah melihat. 

Keesokan harinya.... 

Fatimah keluar dari kamar dan memastikan kembali diatas samping lemari tempat dia bersembunyi. Namun tak ada apa-apa disana, Fatimah sedikit terkejut dan bingung. Ibu Mertua memanggil mereka untuk makan pagi setelah mandi. Suaminya sudah lebih dulu siap darinya, karena efek ketakutan itulah dia menjadi kacau balau seperti saat ini. 

Namun bercak darah merah itu tidak hilang, Fatimah berjalan ke dapur, alat-alat disana sudah tua, apalagi dindingnya. Seakan sudah tidak terurus selama bertahun-tahun. Dapur dirumah ini ada dua, namun ibu mertua melarang masuk ke dapur yang satu ini, dapur yang berdekatan dengan tangga menuju ruang tamu. 

Kolong dapur yang gelap di sana, Fatimah sedikit penasaran apa yang ada di sana. Dan apa yang dilakukan ibu mertuanya tadi malam disana. Apakah itu hanya mimpi? Fatimah menghela napas panjang, berusaha menguatkan hati dan pikiran untuk memahami ini semua. 

Semua mulai duduk di meja makan selang beberapa menit setelah Fatimah mandi. Tubuhnya merasa lebih segar dan tenang kembali. Walau begitu suasana makan pagi tampak sunyi seperti kemarin. Kecuali ibu mertuanya yang mendadak menatap dan tersenyum ke arahnya. Ibu mertuanya menyajikan sup daging, dan beberapa menu lain. Fatimah sedikit mual, melihat hal itu dan merasa tidak nafsu makan. Ketika Fatimah hendak menuju kamar, didepan dapur tua itupun, ibu mertua bertanya, "Tidak nafsu makan, atau memang sudah tahu?"

Hal itu membuat Fatimah semakin terkejut, dia begitu bingung dengan apa yang terjadi, "Tahu tentang apa Bu? " tanya Fatimah. 

"Ibu tahu kamu melihat ibu kemarin malam, " jelasnya dengan wajah tanpa ekspresi. 

"Ibu harap kamu mau makan itu, kalau masih mau pulang hidup-hidup! " ucap Ibu mertuanya sembari pergi lagi ke meja makan menemani anaknya. 

****

Drrrt!! Drrrt!! 

Handphone Fatimah bergetar. Fatimahsedang duduk di ranjang tempat tidur dengan pikiran yang terus melayang entah kemana. Ia pun mengambil handphone diatas meja. Tertera nomor orang tak dikenal disana. 

"Halo? " 

Tak ada jawaban. 

"Kenapa ada anak-anak iseng di siang hari, " gumam Fatimah kembali mematikan telpon dan melanjutkan membaca buku novel kesukaannya. 

Drrrt... 

Handphone kembali bergetar. Masih dengan nomor yang sama, Fatimah mengangkat telepon itu kembali. 

"Halo? Siapa? "

Masih tak ada jawaban. 

Fatimah kembali mematikan telepon kali ini ia mengabaikan panggilan telepon untuk ketiga kalinya dan berkali-kali. Suara sering dan getar itu membuat Fatimah terganggu. Ia pun akhirnya mematikan handphonenya. 

Anehnya, sebuah pesan masuk di aplikasi SMS nya. Tertulis titik-titik yang sangat banyak jumlahnya. 

"..... ...... " 

Ting! 

"..... "

Ting! 

Fatimah terdiam sejenak, ia merasa hawa dingin menyelimutinya. Suasana awan yang berubah menjadi mendung itu kini menurunkan rintik hujan, sebelum Fatimah membaca pesan terakhir. Ia menghela napas... 

"Cepat pergi kak! " Sebuah chat masuk dari inisial nomornya tertera nama Cantika. "Jangan buka handphone! "

"Jangan lihat jendela! Pergi! " Chat itupun berhenti. 

BRAK! 

Jantung Fatimah bergetar hebat ia mendengar suara keras dari kolong dapur tua. Suara napas di belakang badannya. Keringat dingin mengucur deras dari kepalanya. Fatimah berusaha untuk tetap tenang, ia pun membaca ayat-ayat pendek untuk melegakan hatinya. 

Sementara suara keras itu masih terdengar di dapur, suara yang begitu keras hingga terdengar sampai ke kamarnya. 

Dengan sedikit keberanian Fatimah kembali turun untuk melihat keadaan dapur. Namun tiba-tiba Ibu mertuanya sudah ada di depan kamar Fatimah. 

"Mau ke mana? " tanyanya dengan ekspresi dingin. 

Tidak pernah ibu mertuanya sampai seperti ini. Fatimah pun terdiam dan tubuhnya bergetar ibunya sudah berdiri dengan sebilah pisau ditangan. 

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 23, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Retakan di Jalur Undangan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang