Awan mulai membendung─menurunkan sekujur air, bajuku mulai menggelap, basah terkena air hujan.
Aku berlarian agar bisa cepat sampai rumah.
"Kamu habis darimana Sastra?" Suara yang lembut namun tegas bertanya padaku.
"Aku habis menyiram tanaman di dekat bukit."
"Kenapa kamu bepergian jauh sekali? Lihat, pakaianmu sampai basah kuyup begitu. Cepat mandi sana, jangan buat tubuhmu sakit."
"Baik." Aku segera pergi ke kamar mengambil beberapa pakaian serta handuk lalu keluar untuk pergi mandi.
Tidak perlu menghabiskan banyak waktu, buru-buru aku menyelesaikan mandi ku agar bisa cepat menyiram tanaman-tanamanku yang sudah siap menunggu untuk dimandikan.
"Apakah tanaman sudah kamu siram? Mereka bisa mati layu di kamarmu. Mama tidak sanggup membersihkan tanaman sebanyak itu."
"Belum, sebentar lagi."
"Cepat, ya."
Sebagai balasan mama, aku hanya mengangguk pelan berjalan menuju kamarku.
Terdengar suara langkah kaki semakin mendekat, itu adalah bayangan pria dewasa.
Pintu mulai terbuka cepat, beberapa langkah membasahi sepetak lantai. Pria itu mulai mendongak membenarkan rambutnya yang basah karena hujan.
"Hujan sangat deras kali ini, sepertinya hujan membentang ke seluruh wilayah. Aku bersyukur, berarti besok hasil panen akan lebih segar dan subur."
"Ya, akhir-akhir ini cuaca selalu mendung. Duh kamu ini, cepat mandi sana, biar bisa langsung aku cuci pakaian basahmu."
"Maaf, tolong ya sayang."
Mereka berdua saling bertatapan, matanya menunjukkan senyuman tulus dan tertawa sebentar menguasai suasana.
"Aku heran kenapa dia sangat menyukai tanaman? Benar-benar kebiasaan yang berbeda dibandingkan teman-temannya."
"Ya sudahlah, biarkan saja dia. Kita harus tetap mendukungnya."
"Bukan begitu sayang, aku hanya kuatir. Teman-temannya memiliki impian yang tinggi dan kesan yang sangat berbeda."
"Dia masih kecil, belum menemukan sosok dirinya yang sebenarnya, kita sebagai orang tua hanya bisa mensupport-nya, Cintya."
"Em."
"Nanti kalau sudah selesai mandi tolong panggilkan Sastra, makanan akan segera kusiapkan, kalian tunggulah dulu di ruang nonton."
"Siap ratuku."
Selesai percakapan, mereka meninggalkan jejak dengan tawaan.
Aku dapat mendengar percakapan mereka berdua walau agak tertutupi oleh kencangnya percikan hujan dan suara hujan yang berdesing, tapi aku tahu poin pentingnya. Mereka sedang mengkhawatirkan ku.
Hari ini hari Minggu. Waktunya hari kebebasan. Tak segan ku habiskan waktu dengan melakukan hobiku, yaitu menyiram tanaman-tanaman indah.
Setiap kali aku menyirami tanaman, hatiku rasanya ikut tenang dan senang. Melihat mereka bernyanyi-nyanyi riang terkena cahaya matahari dari jendela.
"Hai, bungaku yang cantik."
"Betapa senangnya aku hari ini dapat terbangun melihat kalian bergoyang gembira."
Mataku berbinar, tersenyum.
Udara masuk terasa segar menusuk badan, aku menduduki bingkai jendela, melihat pemandangan bukit dari rumah memang menyenangkan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Hai, bunga!
RomanceKamu cantik seperti bunga yang sudah indah tanpa harus melakukan apa-apa. Tapi sosokmu yang masih misterius itu, bisakah ku jangkau? "Siapakah kamu, orang yang sering kusebut gadis gubuk?" Sebuah kisah yang tanpa diduga terjadi, kehidupan penuh plo...