***
Setelah melakukan serangkaian pemeriksaan wajah sekaligus menentukan jenis pengobatan apa yang cocok untuk menghilangkan bekas luka di wajah Izza, kini keduanya sedang dalam perjalanan pulang menuju rumah.
Tampak hening menyelimuti dua insan yang baru saja berubah status sejak beberapa jam yang lalu. Tak ada percakapan sama sekali.
Dion yang sibuk mengendalikan kemudi mobil dan Izza yang selalu melarikan pandangannya pada jalan raya. Seakan pemandangan tersebut lebih menarik perhatian mata.
Namun siapa yang bisa menolak pesona duda muda satu ini. Rahang tegas, tatapan setajam elang serta urat otot kedua tangannya yang tampak menonjol, semakin membuat Izza sesak napas.
Dilirik dosa. Dibiarkan mubadzir. Serba salah.
Ingin sekali rasanya dia pura-pura khilaf sebentar.
"Senyum, senyum aja, gak usah ditahan-tahan. Pake lirik-lirik segala," ucap Dion tiba-tiba tanpa mengalihkan atensinya dari jalan raya.
Sadar bahwa aksinya mencuri pandangan tertangkap, Izza sontak mengerucutkan bibir.
Dengan wajah tertekuk masam, dia pun mengelak. "Idiihh. Siapa juga yang ngeliatin. Ge-er banget jadi orang," Dion tak membalas. Hanya tersenyum kecil karena sebentar lagi mereka akan sampai.
Begitu mobil sudah berhenti tepat di depan rumah sang gadis, Izza segera bergegas untuk keluar. Namun pergerakan tangannya yang hendak membuka pintu dihentikan oleh Dion yang langsung mencegahnya.
"Apa lagi sih, Bang?" Izza melirik bingung saat pria itu mengulurkan tangannya ke depan. "Apa?" Tanyanya tak paham.
"Salim,"
"Ogah,"
Dion berdecak. Lalu mengambil paksa tangan Izza untuk kemudian dia tempelkan pada bibir gadis tersebut.
"Biasain salim sama calon suami,"
Izza merengut kesal seraya bergumam pelan. "Dibanding calon suami, lebih mirip om-om pedofil,"
Mendengar itu, sontak Dion menyentil kening sang gadis dengan kuat sehingga membuatnya mengaduh kesakitan.
"Mau reka ulang, siapa dulu yang ngejar-ngejar sampe minta dinikahin," ucap Dion santai.
Izza mendengus. Salah sendiri suka tebar-tebar pesona sama anak SMA, giliran peletnya berhasil tidak mau tanggung jawab, malah ditinggal nikah. Kan kurang ajar.
"Itu kan aku pas masih bego, kalau sekarang udah pinter,"
"Oh gitu," Dion mengangguk-anggukan kepalanya singkat. Lalu secara tak terduga dia mencondongkan tubuhnya, mengikis jarak hingga Izza terpaksa harus mepet pada pintu mobil. "Yakin udah gak mau sama, Abang?" Tanyanya dengan tampang menggoda iman.
Izza menelan saliva kasar. Dalam jarak yang sedekat ini bisa dia lihat bagaimana memikatnya tampang seorang Dion Arta Baskara.
Tidak heran jika dulu banyak sekali perempuan muda penghuni komplek yang tergila-gila dan sujud syukur begitu pria itu menyandang status duda. Rupanya pelet yang dia tebarkan tidak main-main.
Tak ingin kesehatan jantungnya semakin bermasalah, Izza segera meraup muka Dion lalu mendorongnya agar menjauh menggunakan telapak tangan kiri sebab tangan kanannya masih di gips.
"Abangggg, buru buka pintunya," Izza merengek akibat kejahilan pria itu yang masih mengunci otomatis pintu mobil.
Puas membuat si bocil kesal. Dion akhirnya membiarkan Izza keluar sedangkan dirinya memilih menunggu di dalam mobil sampai gadis itu benar-benar masuk ke dalam rumah.
Tepat di depan pintu utama, nampak Izza membalikkan badan sesaat sebelum dia melayangkan jari tengah lalu bergegas masuk dengan gerakan kilat.
Sementara Dion yang menyaksikan itu hanya melongo tak percaya. "Ck, kode minta dikawinin cepet-cepet," ucapnya sambil menggelengkan kepala pelan.
***
Setelah menunggu dua bulan lamanya kini Izza bisa bernapas lega karena gips ditangannya sudah boleh di lepas.
Rutinitasnya pun perlahan mulai kembali aktif seperti sedia kala. Dan kini Izza ditugaskan oleh ibu negara untuk mengantarkan pesanan kue milik Lita.
Karena sudah cukup akrab dengan keluarga tersebut, Izza pun tak sungkan ketika disuruh masuk dan membantu Lita menyiapkan bolu pisang di atas piring yang sudah dia sediakan.
Sepertinya akan ada tamu, terlihat dari banyaknya pesanan Lita minggu ini.
"Za, kamu tungguin di sini jangan pulang dulu, saya mau ke kamar sebentar," ucap Lita sebelum beranjak pergi meninggalkan Izza sendirian setelah gadis itu mengangguk.
Dengan telaten dia memindahkan bolu yang sudah dipotong-potong menjadi beberapa bagian kecil kemudian menyusunnya dengan rapi.
Entah karena terlalu fokus atau bagaimana, Izza sampai tak menyadari jika sejak beberapa menit yang lalu Dion berdiri bersandar pada pintu kulkas dengan kedua tangan terlipat. Tatapan matanya begitu intens memperhatikan gerak-gerik si gadis.
Tiba-tiba sebuah ide gila terlintas membuat Dion diam-diam tersenyum misterius. Setelah memastikan bahwa semuanya aman dan tak ada seorang pun yang akan memergoki aksinya.
Dion bergerak perlahan menghampiri Izza tanpa mengeluarkan suara sedikitpun.
Tepat di belakang tubuh sang gadis, Dion menundukkan kepalanya lalu dengan gerakan cepat dia mencuri ciuman di pipi kanan Izza.
Cup!
Plak!
"Aduh!"
Akibat efek terkejut, Izza secara reflek melayangkan telapak tangannya ke udara. Namun naas, gerakan tersebut justru mengenai bibir Dion yang posisinya cukup dekat membuat pria itu sontak mengaduh kesakitan.
"Za, kok digaplok sih?!"
Izza melirik santai. Raut wajahnya sama sekali tidak menunjukan ekspresi orang yang merasa bersalah.
"Suruh siapa main asal cium anak orang? Masih untung cuma pake tangan bukan piring keramik," Izza mendelik sembari bertolak pinggang.
"Kamu tuh ya, belum Abang jadiin istri tapi udah ngelakuin tindak kekerasan,"
"Dih dih dih, Abang tuh ya belum juga dihalalin, udah main nyosor aja," balas Izza tak mau kalah. Enak saja dia yang disalahkan. Padahal kan jelas-jelas di sini dia yang korban.
Baru saja Dion hendak membuka suara kembali, tiba-tiba sebuah suara khas anak kecil menginterupsi perdebatan dua orang dewasa tersebut.
"Papa," seketika Dion membalikkan badan lalu didapatinya sang putra, Dheon yang sudah berdiri di ambang pintu.
"Loh, Dheon udah sampe, nak?" Tanyanya seraya berjalan mendekat. "Dianter siapa ke sini?"
Dion dengan sigap membawa putranya ke dalam gendongan. Tak lupa kecupan kasih sayang dia sematkan pada pucuk kepala Dheon yang entah kenapa wajahnya semakin mirip saja dengannya. Persis sekali bagai pinang dibelah dua.
"Mama sama Nenek. Papa mau bolu," Dheon kecil menunjuk kue yang ada di atas meja makan dengan mata berbinar, membuat Dion gemas.
Ini kenapa semua keturunan Baskara jadi maniak pisang. Pikirnya tak habis pikir.
"Iya, nanti kita makan bareng-bareng. Sekarang ke Mama dulu ya," ajak Dion yang langsung diangguki oleh sang anak.
Keduanya pun berlalu keluar dari dalam dapur. Namun sebelum menghilang dari balik pintu, Dion menyempatkan diri untuk menoleh sebentar ke arah Izza lalu berbicara tanpa suara.
"Jangan kemana-mana,"
Setelah sosoknya lenyap dari pandangan, tampak Izza menghembuskan napas panjang seraya bergumam pelan.
"Kenapa vibes-nya kayak selingkuhan yang lagi main kucing-kucingan sama istri sah ya."
Jum'at, 1 Maret 2024 [20:31]
KAMU SEDANG MEMBACA
Dermaga Jodoh PAK DUDA [HIATUS]
RomansaSetelah pernikahannya resmi berakhir di meja hijau, Dion meminta kepada Nata agar dirinya dimutasi ke perusahaan cabang yang berada di Sumatra. Tiga tahun masa pelarian, kini takdir memaksanya kembali ke kota kelahiran. Tempat dimana semua polemik k...