prolog

132 14 4
                                    


"Nek," seorang anak perempuan berkuncir satu menatap penasaran kepada neneknya yang tengah sibuk menjahit syal.

"Kenapa nak?" si nenek yang di panggil menghentikan aktifitasnya. Lalu melirik Lana, dengan sebelah alis terangkat.

"Kata Ibu, kisah cinta nenek dan kakek seperti di film-film yang sering Lana tonton ya?" Tanya Lana cekikikan.

Lastri, wanita paruh baya berumur 60 tahun itu tersenyum lembut pada cucunya. Tangan yang sudah keriput itu mengusap pelan rambut pirang Lana.

"Ibumu bilang seperti itu?"

Lana mengangguk antusias, mata bulat itu menatap sang nenek, berharap neneknya mau menceritakan kisah cinta antara dia dan sang kakek.

Lastri tersenyum geli, dia menyimpan alat jahit dan syal yang belum selesai di atas meja, memangku tubuh mungil Lana ke pangkuannya.

"Kamu persis seperti kakekmu," Ujar Lastri menerawang jauh mengingat seseorang.

"Lana kan cucunya Kakek, Nek," balas nya tersenyum geli.

"Kamu benar," Lastri ikut tersenyum.

Lama mereka terdiam, tiba-tiba Lana turun dari pangkuan neneknya.

"Ayo Nek! ceritakan bagaimana nenek dan kakek bertemu. Lana sangat penasaran." Anak perempuan itu menatap mata neneknya berbinar. Lalu duduk di lantai menunggu sang nenek untuk bercerita.

Lastri terkekeh, "Kamu penasaran sekali dengan cerita nenek dan kakekmu?"

"Tentu saja Nek. Ayo Nek, aku tak sabar mendengarnya!"

"Baiklah, jika kamu memaksa," Lastri tersenyum lembut pada cucu pertamanya itu.












Flashback

Suara derap langkah kaki terdengar, Lastri dan keluarganya yang sedang makan malam, melirik satu sama lain.

Brak!

Pintu kayu rumah terbuka, segorombolan tentara masuk paksa ke dalam rumah Lastri.

"Ada apa ini?" Barun, kepala keluarga di rumah itu menampakan raut marah.

"Kedatangan kami kesini untuk membawa putra sulung anda." Yanto melirik Junaedi yang bersembunyi di belakang tubuh Ibunya.

"Apa yang kau bicarakan! Tidak! Anak saya akan tetap di sini!" Dengan tegas, Kamila, istri Barun menolak. Sorot matanya menatap tajam Yanto, seorang panglima perang. Tapi, jika di tilik kembali, ada raut ketakutan di mata coklat itu.

"Maaf, anda tidak berhak untuk menolah. Seret dia!" Perintah Yanto.

Mata Junaedi melotot, dia berontak saat tangannya di paksa keluar oleh para tentara itu.

"TIDAK! KAU MENYAKITI ANAKKU! JANGAN KAU BAWA PERGI EDI!" Teriak histeris Kamila.

Air mata mengucur deras, berlari terpongoh-ponggoh keluar rumah. Kemudian dia bersimpuh di kaki Yanto.

Last LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang