Kamu dan Kenangan

724 49 7
                                    

Happy Reading

.

.

.

Tidak dapat kupungkiri, engkau masih saja berlalu lalang dalam benakku. Tiap jam, hari, minggu, bahkan tahun, waktu terus berlalu namun kenangan tentangmu masih saja tetap bertahan. Sekuat apapun aku mencoba melupakanmu, sekeras itu pula kau memaksa masuk ke dalam sela ingatanku. Ingin rasanya aku acuh, tapi apa daya hati serta pikiranku terus memaksa untuk mengingatmu.

Aku tersadar bahwa tak ada luka yang lebih perih daripada kehilanganmu. Ingatanku tentang kepergianmu masih melekat erat dalam hatiku, bak lukisan yang tak pernah pudar. Aku masih bisa merasakan sentuhan hangat tanganmu, saat kau menggenggam tanganku untuk yang terakhir kalinya. Kata-katamu yang begitu tulus, bahwa kau sangat mencintaiku, masih terngiang jelas dalam telingaku. Ingatan itu masih ada saat kamu tersenyum dengan tatapan yang hangat dan penuh cinta sebelum mata cantikmu terpejam untuk selamanya.

Senyummu, ya senyum itu, yang tak pernah luntur meski beribu kali ku torehkan luka pada hatimu yang tulus. Dan kini baru aku sadari bahwa aku telah kehilangan malaikatku untuk selamanya.

Flashback

Siang ini hujan turun dengan derasnya, mengirim siraman air ke bumi dengan suara gemericik yang lembut namun menenangkan. Udara pun terasa begitu dingin hingga menusuk tulang. Membuat Jaeyun yang tengah berjalan, merapatkan mantel yang membungkus tubuhnya, melangkah mantap menuju pintu kantor suaminya.

Walaupun cuaca hari ini cukup buruk, dengan langit yang mendung dan warna kelabu yang merajai luar jendela, namun hal itu tak menyurutkan niat hati Jaeyun untuk pergi ke kantor Sunghoon, sekedar mengantar makan siang untuk sang suami. Dengan senyum yang menghiasi wajah cantiknya, Jaeyun melangkah masuk dengan perasaan bahagia. Ia mempercepat langkahnya, tidak sabar untuk bertemu sang pujaan hati. Langkahnya riang disertai senandung kecil menemani perjalanannya.

Disepanjang perjalanan menuju ruangan Sunghoon, tak henti ia pamerkan senyum manisnya dan sesekali menyapa para staff yang berpapasan dengannya. Jaeyun memang merupakan sosok yang periang dan juga ramah. Jadi tak heran jika ia dikenal sebagai sosok yang baik dan sopan oleh seluruh staff.

"Selamat pagi, Yeonjun hyung!"

"Selamat pagi tuan Sim, ingin bertemu dengan tuan Park, ya?" Jaeyun hanya mengangguk sebagai jawaban.

"Aku ke atas dulu ya hyung, sampai nanti!"

Jaeyun segera berlalu setelah berpamitan pada Yeonjun-sekretaris pribadi Sunghoon.

Tangannya terulur hendak membuka pintu ruangan Sunghoon. Namun, senyumnya luntur seketika tatkala ia mendengar suara seorang perempuan berbicara dari dalam ruangan Sunghoon. Suaranya seolah-olah menusuk hati Jaeyun, dan ia memutuskan untuk mengurungkan niatnya untuk sejenak dan mendengarkan pembicaraan itu.

"Jadi kapan kau akan menceraikan Jaeyun?" Tanya perempuan itu dengan nada manjanya.

"Aku tak mungkin menceraikannya, sayang. Kedua orang tuanya sudah tiada, dia tak memiliki siapapun lagi. Dia sendirian, kasihan kan?" Suara itu, suara yang amat Jaeyun kenal.

"Jadi kamu menikahi Jaeyun hanya karena rasa kasihan? Dia bahkan tidak bisa memberikanmu keturunan Sunghoon."

"Bukan begitu sayang—"

"Lalu apa? Kau sudah tidak mencintaiku lagi, ya? Atau kau hanya mempermainkanku saja selama ini?"

"Hei, kau ini bicara apa? Tentu saja aku mencintaimu, sangat mencintaimu bahkan."

Satu Bagian | SungjakeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang