"arrggghhh..."
Jerit tertahan dari mulut tersumpal kain dari sapu tangan untuk meredam teriakan.
"Hahahaha...ternyata satu peluru bisa membuatmu cukup tersiksa. Apa kau masih tetap berrencana menghabisi mereka seorang diri?"
Belum sempat mendapat jawaban dari orang yang sedang ia operasi, Alfa bergumam.
"Akhirnya."
Ia sumringah. Sebutir peluru berhasil dikeluarkan dari bahu sosok berbaju merah yang kini sedang berbaring tengkurap di ranjang kecil sebuah gudang di dalam kegelapan.
"Aku masih sanggup melakukannya."
Alfa tersenyum. Ia mengerti bahwa teman lamanya itu bukanlah orang yang mudah untuk menyerah.
"Diamlah, aku sedang menjahit lukanya!"
Pembunuh itu mengikuti perintah Alfa.
"Selesai. Walau jahitannya tak rapi, kau harus tetap berterimakasih."
Ia terbangun setelah semua lukanya telah ditutup oleh perban.
"Kemana dia? Apa dia sedang berada dalam tugas?" Tanyanya.
"Ya, ia sedang memburu teroris. Jadi dia menyuruhku untuk datang." Alfa menjelaskan.
"Baiklah, terimakasih atas pertolongannya."
Alfa tersenyum, baginya saat ini Satya masih sosok yang sama dengan yang dulu, yang membedakan mereka saat ini hanya sebuah jalan.
****
"Aku mengerti mengapa pembunuh itu bisa membunuh tanpa meninggalkan jejak sedikitpun. Hanya orang terlatih yang sanggup melakukannya."
Brama menemukan sedikit petunjuk, walau belum tentu apa yang ia asumsikan itu benar. Ditatapnya sebuah bukti terbungkus plastik bening di atas meja tepat di depannya.
"Aku akan mulai menyelidiki dari mana benda ini berasal, setelah tau, aku pasti akan menemukan siapa pembunuh itu dan apa motifnya melakukan pembunuhan itu."
Tok tok tok...
Brama kembali menaruh bukti itu di atas meja kerjanya. Hari ini ia menikmati hari dengan cukup lega walau kasus yang ia tangani belumlah sepenuhnya menemukan titik terang. Namun bukti itu cukup membawa secercah harapan.
"Masuk!"
Brama tersenyum, menyambut wajah yang muncul di balik pintu. Tangannya meraih bukti yang baru saja ia taruh, untuk kemudian ia sodorkan pada orang di hadapannya.
"Lihatlah! lalu bagaimana menurutmu?"
Tatapan Nara menajam. Bukti di depan matanya tak ia duga.
"Ini?" Pertanyaan singkat dari Nara cukup Brama mengerti kemana arah tujuannya.
"Ya, bukti dari kejadian pembunuhan semalam. Empat orang tewas dan dua lainnya selamat." Jelas Brama.
"Bagaimana bisa ini tertinggal? Karena yang kita tau, pembunuh itu selalu rapi dalam mengeksekusi korbannya." Nara penasaran.
"Yah, aku juga tak mengerti tapi ada kemungkinan ia tak sempat mengambilnya kembali setelah aku menembaknya." Brama melanjutkan.
"Apa? Kau sempat menembaknya?" Seolah tak percaya ucapan Brama, Nara pun memastikan."
"Ya, peluru itu mengenainya. Aku sangat yakin itu. Aku membidiknya dengan hati-hati. Dalam pertarungannya dengan Jati, sepertinya pembunuh itu menikmatinya. Ia banyak memiliki waktu dan peluang tapi ia tak memanfaatkan kesempatan itu."
KAMU SEDANG MEMBACA
TENTARA MERAH DARAH
Mystery / ThrillerKembali, demi sebuah janji. Beberapa tahun telah berlalu, namun rasa itu masih tetap sama.