"Pak, maaf saya terlambat."
Nara memberikan kembali sebuah amplop cokelat besar berisi laporan hari ini. Hasil dari penyelidikan yang telah membuahkan hasil. Setidaknya titik terang mulai muncul. Latar belakang pembunuh telah ditemukan, walau Nara tak yakin bahwa pembunuh itu adalah orang yang sama.
"Bagus. Pekerjaanmu semakin hari semakin baik. Aku akan memeriksa hasil dari pekerjaanmu. Kau boleh pulang."
Karnadi beranjak. Tak ingin membuang waktu untuk menyampaikan hasil pekerjaannya. Nara mengikuti dari belakang hingga sampai ke pintu keluar. Mereka berpisah untuk melanjutkan tujuan masing-masing.
Nara pergi mengendarai motor pemberian dari tempatnya bekerja saat ini. Rumah bukanlah menjadi tujuannya. Nara melihat jam melingkar di tangan kiri. Ia tersenyum.
"Sepertinya masih sempat."
Nara menarik gas lebih kuat. Motor yang ia kendarai bertambah cepat. Ia ingin cepat sampai di sana.
TOKO SERBA ADA
Nara memarkirkan motornya di tempat parkir dekat dengan pintu masuk toko. Ia berjalan cepat menuju tempat yang menyediakan barang dari draf yang ia pegang.
Automotif.
Dari tulisan yang menggantung, Nara dapat menemukan tempat yang ia cari. Di tempat itu, Nara mengambil beberapa kunci dan juga perlengkapan kendaraan, sesuai dengan draf yang saat ini ia perhatikan. Nara tak ingin terlewat membeli barang yang dibutuhkan.
Dari tempat kasir, terjadi antrian cukup panjang. Nara terhalang empat orang yang juga telah lebih dulu mengantri.
****
"Apa kau melihat dia hari ini?"
Jati duduk di depan bar. Di hadapannya telah tersaji minuman keras yang biasa ia pesan. Robi mengetutkan dahi. Mencerna pertanyaan dari Jati yang bersikap tak seperti biasanya.
"Tidak. Bukankah ia harusnya datang bersamamu?"
Sang Bartender tak mengerti tentang situasi apa yang sedang dihadapi Randu dan Jati. Namun ia memastikan bahwa ini terjadi untuk pertama kali.
"Aku tak bisa menghubunginya. Ia telah menghilang beberapa waktu."
Robi tak menanggapi. Hanya sebatas itu informasi yang mampu ia beri.
Dalam diam, Jati merasakan sesuatu dalam saku. Ia segera mengambilnya. Layar menampilkan sebuah notifikasi pesan. Mata Jati terbuka seraya menahan berat di kepala. Alkohol telah menunjukkan reaksinya. Tanpa suara, ia segera meninggalkan kelab malam itu dengan tergesa.
Dalam perjalanannya menuju pintu keluar, Jati berusaha menghubungi nomor Randu. Panggilan terhubung, namun Randu tak menjawab. Jati kembali menghubungi, namun nomor itu telah mati.
Dalam pengaruh minuman keras, Jati mulai terpancing emosi. Tembok, tempat sampah dan benda lain yang berada di sekitarnya menjadi pelampiasan. Beberapa orang melihat dengan jelas kekacauan itu, namun mereka lebih memilih tak peduli. Reputasi Jati membuat mereka enggan bersimpati.
****
"Bos, ini bukti baru darinya."
Karnadi langsung memberikan bukti yang ia dapat hari ini. Nara datang terlambat, sehingga ia pun terlambat memberikan laporan hari ini.
Bos melihat apa yang Karnadi bawa. Ia mengamati isi dari apa dalam amplop besar itu.
"Bos, mengapa kita butuh laporan secara fisik seperti ini? Bukankah akan lebih mudah jika laporan yang kita terima hanya sebatas melalui media."
Karnadi berujar, namun seketika ia beringsut. Entah kalimat dari pertanyaan ia yang mana yang salah sehingga membuat Bosnya tersinggung.
"Kita butuh bukti yang kuat, agar jika masalah ini berhubungan dengan kelompok lain, kita memiliki alasan yang cukup untuk membantai mereka."
Karnadi diam. Penjelasan Bos cukup singkat namun ia memahaminya. Walau di balik alasan diamnya bukan karena ia mengerti. Karnadi tak ingin melakukan kesalahan fatal yang membuatnya dalam bahaya. Karnadi mengenal Bosnya sebagai orang berbahaya. Karnadi telah banyak menutupi beberapa kasus melalui yayasan sosial yang dipimpinnya. Beberapa kegiatan sosial hanya sebuah kedok agar kegiatan dibaliknya tak tersentuh media.
****
Randu membuka mata. Wajahnya basah, bahkam hingga beberapa tetesan air terhirup oleh hidungnya hingga ia terbatuk. Randu memaksakan matanya untuk melihat keadaan, setelah merasa semprotan air itu telah berhenti. Sosok bertopeng berdiri tak jauh darinya. Ia membawa sebuah ember di tangan kiri, serta tangan kanan masih tetap memegang selang yang masih mengeluarkan air.
Byur.
Sosok itu menyiram Randu dengan air dalam ember yang digenggam tangan kirinya. Wangi mulai mendominasi seisi ruangan, menggantikan bau busuk dari kotoran. Beberapa busa menempel pada beberapa bagian tubuh Randu. Mata Randu terpaksa terpejam. Cairan itu berhasil memaksa masuk dalam kelopak mata, sehingga rasa perih tak terhindarkan. Tak hanya mata, luka di tangan pun memberi sensasi yang sama, bahkan jauh lebih menyakitkan. Randu mengatupkan gigi secara kuat. Urat di leher kian menegang. Hanya itu satu-satunya cara untuk menahan apa yang ia rasa. Sosok itu tak bergerak. Ia diam menatap Randu yang tengah bergeliat menahan sensasinya.
Randu kembali disiram, namun kali ini dari selang air yang digenggam oleh sosok itu. Perih di mata mulai terobati. Dalam guyuran itu, Randu beberapa kali membuka mata agar perih itu semakin hilang.
Matanya telah lebih baik, walau luka di tangan masih tetap terasa perih. Sensasi dari air dingin cukup meredakan rasa perih itu. Guyuran air berlangsung selama beberapa menit, membuat ruangan itu sedikit tergenang karena air tak terlalu lancar mengalir.
Randu kembali didudukkan di kursi sebelumnya. Ia kembali diikat dengan kuat. Randu menghela napas lega. Penderitaanya berhenti setelah sosok itu pergi. Ia kembali dengan posisi semula, sebelum ia disiksa.
Pikirannya mulai melayang. Ia merasa khawatir jika esok atau setelah ini ia akan kembali di siksa. Kalimat dari sosok bertopeng itu masih terngiang jelas. Ia akan mati jika ia telah menginginkannya, namun Randu takut untuk meminta hal itu. Ia masih berharap agar bisa hidup lebih lama. Pikirannya berkecamuk hingga memaksanya untuk mengeluarkan air mata. Sosok itu berhasil membuat mentalnya mulai rusak.
Randu memejamkan mata. Tubuhnya mulai melemah hingga akhirnya kehilangan kesadaran.
Sosok bertopeng telah menyiapkan mobil milik Randu. Sesuai dengan rencana, ia akan melakukan eksekusi secepatnya. Teror pada Randu dan beberapa orang yang ia bunuh rupanya tak membuat organisasi itu gentar. Sosok itu mulai kehilangan kesabaran. Ia berharap bahwa rencana yang ia lakukan mampu memancing pergerakan dari mereka, agar ia bisa memecah dan membunuh semuanya.
Beberapa modifikasi telah sosok itu lakukan. Ia berencana untuk memberikan kejutan.
"Semoga kalian menyukainya. Jika kalian tak mau keluar, maka akulah yang akan datang. Bersiaplah menghadapi kehncuran"
Sesungging dari seulas senyum tersembunyi di balik topeng. Hanya sepasang mata yang jelas menunjukkan rasa dendam yang dalam.
Sosok itu pergi. Ia meninggalkan mobil hitam tepat di samping sebuah ruangan yang berada di samping gudang sebuah gedung. Ruangan yang jarang tersentuh dan aman untuk menyembunyikan kegelapan.
Iblis yang tertidur telah bangkit karena terusik, ia akan membawa sebuah hadiah yang akan menyeret mereka untuk ikut bersamanya ke neraka.
KAMU SEDANG MEMBACA
TENTARA MERAH DARAH
Misteri / ThrillerKembali, demi sebuah janji. Beberapa tahun telah berlalu, namun rasa itu masih tetap sama.