Dekap Baru, Harapan Lama

4 0 0
                                    

Sejak hari pengakuan di kantin, hubungan Hanin dan Arkan berubah. Kini mereka sudah menjadi sepasang kekasih. Namun, berpacaran tidak semudah yang mereka bayangkan, terutama bagi Hanin yang memiliki banyak masa lalu yang masih menghantuinya.

Di pagi yang cerah, mereka berdua memutuskan untuk pergi berjalan-jalan di taman kota. Hanin memakai dress sederhana berwarna pastel, sementara Arkan tampak gagah dengan kemeja putihnya.

"Kamu tahu kan, sejak hari itu aku selalu ngerasa bersalah karena ga segera  memberimu jawaban," ujar Hanin sambil memainkan ujung roknya yang berterbangan ditiup angin.

Arkan tersenyum, "Gapapa, aku ngerti. Aku bahkan khawatir kamu bakal ngehindari aku selamanya."

Hanin menatap Arkan, "Aku cuma takut buat memulai sesuatu yang baru, terutama setelah semua yang pernah aku alami."

Arkan mendekat, menggenggam tangan Hanin, "Aku janji bakalan selalu di sampingmu. Kita bakal ngelewatin semua ini sama-sama."

Mereka duduk di bawah pohon besar, menikmati kebersamaan. Hanin mendongak ke langit biru, merasa ada yang berbeda. Mungkin ini adalah kebahagiaan yang selama ini ia cari.

Tiba-tiba ponsel Hanin berdering. Dari layar, terlihat nama 'Raka' muncul. Ia ragu untuk mengangkatnya, tapi Arkan menyuruhnya untuk mengangkat.

"Kak, Ayah dan Ibu lagi berantem besar. Aku takut," suara Raka terdengar ketakutan.

Hanin menarik nafas dalam-dalam, "Tenang, Ka! Kakak pasti pulang besok. Tunggu Kakak ya."

Ponsel dimatikan. Hanin terlihat cemas, namun Arkan memeluknya erat, berusaha menenangkan. "Ada apa Nin?" tanya Arkan.

"Rumah lagi kacau. Aku harus pulang," sahut Hanin dengan mata berkaca-kaca.

Arkan menepuk punggung Hanin, "Besok aku antar ya. Kita atasi ini sama-sama."

Perjalanan ke depan masih panjang, namun dengan Arkan di sampingnya, Hanin merasa ada kekuatan baru untuk menghadapinya.

"Kamu ga perlu anterin aku Ar. Besok aku bisa pergi naik kereta api sendiri, jadi kamu ga perlu anterin aku sampai dirumah."

Arkan langsung melirik Hanin, " kenapa?" Aku takut kamu kenapa-kenapa di jalan Nin."

"Aku ga mau bikin kamu sulit Arkan. Jadi biarin kali ini aku selesaikan sendirian" pinta Hanin dengan mata memohon.

Arkan menatap Hanin dengan kebingungan yang jelas terlihat di wajahnya. "Aku hanya ingin membantumu, Nin," katanya dengan lembut.

Hanin menarik nafas, mencoba menenangkan dirinya sendiri. "Aku tau, Ar. Tapi ada hal-hal yang ingin aku hadapi sendiri. Keluargaku...itu rumit," ucapnya dengan suara bergetar.

Mereka berdiri di tepi taman, hujan mulai menetes. Arkan membuka payungnya dan menutupi mereka berdua, "Kamu ga mau aku terlibat dalam masalah keluargamu. Aku mengerti. Tapi aku khawatir."

Hanin tersenyum tipis, "Aku tau caranya nangani mereka. Sejak dulu aku selalu ngelakuinnya sendiri. Dan saat ini, aku ga mau menambah beban dengan membuatmu khawatir."

Arkan merasa sedikit kecewa, namun ia tahu bahwa Hanin memiliki alasan sendiri. "Oke, kalo itu yang kamu mau. Tapi, jangan lupa buat cerita sama aku kalo kamu butuh teman bicara."

Hanin menatap mata Arkan, "Makasih ya Ar. Aku beruntung punya kamu."

Mereka lalu duduk di sebuah bangku taman, menikmati desiran hujan yang makin deras. Walaupun Hanin telah memutuskan untuk menghadapi masalah keluarganya sendiri, ia tahu bahwa di luar sana, ada Arkan yang selalu siap mendukung dan menjadi temannya. Itu adalah sebuah kebahagiaan yang tidak ternilai bagi Hanin.
-
-
-

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 06 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Pelukis Senja Tanpa PelukanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang