Buah Mutiara

4 3 0
                                    

Sebelum matahari kian meninggi, mereka memutuskan untuk ke desa, lebih tepatnya Sanja yang memutuskan. Di tengah padang rumput ini tidak ada apa-apa selain rumput, jadi pergi ke desa adalah langkah awal untuk bertahan di negeri antah berantah ini. Untuk ke sana, mereka harus melewati hutan dengan jalan setapak yang sepertinya sudah sering dilewati orang-orang.

Berjalan di padang rumput luas sembari menikmati semilir angin. Di antara rumput-rumputnya terdapat bunga seperti dandelion, yang mana saat mereka melewatinya bunga itu langsung berterbangan. Dan yang menariknya, bunga-bunga itu tidak berpencar seperti benih-benih dandelion di bumi, justru meninggalkan tangkainya dalam keadaan utuh. Bahkan di tengah bunga terdapat cahaya merah. Dandelion di Negeri Memori seperti bola kapas merah yang berterbangan ke langit, menuju ke peradaban lain.

Keajaiban tak berhenti sampai di situ saja, mereka disambut mekarnya bunga dengan warna holo begitu tiba di mulut hutan. Kelopak berjatuhan dari pohon seiring angin berkibas. Sanja terus dibuat takjub oleh negeri ini.

"Wow."

"Ya, wow. Aku juga sepertimu, Sanja. Memang aku pernah datang ke sini entah berapa kali, tapi rasanya semua ini menjadi momen untuk pertama kali—." Ia tiba-tiba terdiam, membuat Sanja penasaran.

Rupanya peri itu melihat sesuatu yang lebih menarik perhatiannya. Di sisi kanan jauh sana terdapat sesuatu yang tak dapat ia lihat dengan jelas, karena cahaya silau yang menghalangi. Tapi yang jelas benda itu kecil dan menapak tanah.

"Apa itu?"

Tiba-tiba saja Memori 999 berlari menuju sesuatu itu sembari berkata, "Ayo cari tahu!"

Sanja reflek berlari, bukan untuk mencari tahu, melainkan mengejar Memori 999 yang selalu bertindak sembrono.

Mereka sampai. Sanja terengah-engah sementara Memori 999 yang tidak merasakan lelah sudah mengagumi sesuatu itu pada jarak dekat. Sebuah bunga berwarna mutiara.

"Dasar! Jangan tiba-tiba berlari dari jalur! Bisa-bisa tersesat, paham?"

Ucapan Sanja tak digubris, terlalu asik pada bunga itu.

"Sanja, coba sentuh ini."

"KAU INI DENGAR TIDAK SIH?"

"CEPAT SENTUH!"

Sanja juga penasaran. Tapi kenapa Memori 999 memintanya untuk menyentuhnya?

Tiba-tiba saja kelopak bunga itu terlepas satu persatu. Sanja panik, lima kelopak bunga centik itu berguguran setelah ia sentuh.

"Heee! B-bunganya kenapa? Mati kah?" panik Sanja.

"Lihat! Muncul sesuatu."

Seperti pembuahan pada bunga. Kelopak-kelopak itu beguguran, kemudian di tengah-tengah bunga mulai membengkak sebesar bola ping-pong. Sebuah bulatan sempurna berkilau, seperti...

"Mutiara?"

"Woah! Sanja, coba ambil."

Ia ragu-ragu, tapi penasaran juga. Jemari bergerak perlahan akhirnya menyentuh buah bunga itu. Sanja belum memetiknya, tiba-tiba saja sudah terlepas dan tergeletak di atas rumput.

Tak lama setelahnya, tangkai bunga beserta kelopaknya yang sudah terlepas berubah menjadi buih-buih cahaya, terbang terbawa angin, entah akan ada di mana mereka berada.

Sanja mengambil mutiara tersebut. Mata mereka berdua meneliti tiap sisi mutiara yang besarnya tidak normal. Warna seputih tulang dengan sedikit campuran merah muda. Ketika di arahkan pada cahaya, seperti ada bunga di dalamnya.

"Bisa dijual tidak?" tanya Sanja sembari menyimpan mutiara tersebut ke dalam saku celana.

"Kenapa dijual?"

"Karena kita butuh uang."

Mereka diam sejenak sembari mengedarkan pandang ke sekitar.

"Memori, kau hapal jalan kembali?"

"Tidak, aku bergantung padamu."

"Sial."

Mereka tersesat. Dan waktu juga terus berjalan.

***

Negeri MemoriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang