mulai chapter satu sampe depannya bakal ada lagu di mulmed. Tapi terserah mau dengerin atau engga. Silakan disesuaikan dengan kuota internet/koneksi wi-fi kalian.
-;-;-;-;-
#1) eight cups of whole milk
.
.
.
.
.
Tidak ada satupun dari mereka yang menyangka. Kejutan dalam kenyataan memang selalu begitu, tak mampu ditebak. Kalau sudah bisa ditebak, jelas lah, namanya bukan kejutan lagi.
"Oh," Bintang menegakkan tubuhnya di kursi pesawat setelah menunduk meletakkan ranselnya di depan kaki, "elo toh."
Tertegun, Friska membaca ulang lagi tiket di tangan. Berharap dia salah membaca kode kursinya. Tapi, yah, sial, kursinya memang di sini. 11B. Tepat di sebelah 11A yang diisi oleh Bintang. Bintang Lazuardi. Dari seluruh manusia yang pernah Friska temui, ya Tuhan, kenapa harus Bintang?
Namun jika dipikir-pikir lagi, duduk di sebelah Bintang mungkin lebih baik dibanding apabila—dan hanya seandainya—yang duduk di sebelahnya adalah Reza. Beuh. Reza. Itu bisa jadi mimpi buruk untuk dirinya. Jelas-jelas Friska minta cuti panjang untuk liburan ke Italia agar bisa melupakan pria itu. Kalau sampai ia bertemu Reza lagi, bagaimana kabar hatinya?
"Lo nggak duduk? Banyak yang mau lewat, tuh."
Sekerjap, Friska buru-buru duduk di kursinya. Baru sadar bahwa dari tadi ia malah terpekur berpikir. Ia meletakkan tas selempang rajut warna biru-hijau di pangkuan. Kemudian menoleh ke kiri tempat Bintang menyandarkan kepala ke jendela.
Dari luar, penampilan Bintang mungkin terlihat laksana pria metropolitan yang up-to-date dengan trend fashion dan potongan rambut terkini—fresh clean-cut. Bajunya simpel, tapi terlihat berkelas. Dari jauh pun juga sudah terlihat kalau ia memakai barang-barang mahal. Namun, jika dilihat dari dekat, Friska mampu menangkap lingkaran hitam di bawah mata Bintang. Salah-salah, orang bisa mengira pria ini adalah "pemakai". Tapi, apa bedanya ia dengan Bintang sekarang? Dari semenjak ia berangkat tadi, ia sadar make-up yang ia kenakan tak mampu menutupi keseluruhan lingkaran hitam di matanya. Make-up hanya menutupi sebagian mata pandanya saja. Kalau orang memerhatikan lebih jeli, mereka semua pasti sadar bahwa lingkaran hitam miliknya sama parah dengan milik pria di sebelahnya. Friska menghela napas panjang. Both of them is a hot mess right now.
Bintang merogoh saku celana, mengeluarkan iPod dan membenarkan kabel earbuds-nya. Ia baru saja hendak memasang earbuds itu ketika Friska bersuara, "Tujuannya ke mana? Cuma nebeng di sini buat transit, atau terus sampai ke Italia?"
Pria itu menatap Friska dari ekor mata. Memasang satu earbuds di telinga kiri. "Italia." Ia memerhatikan potongan rambut baru Friska yang dipotong sebahu, di-blow ke dalam dan sekarang berponi. "Lo sekarang kayak Dora."
"Ha?"
"Dora the Explorer. Cocok, kok. Kayaknya lo juga mau berpetualang di Italia."
"Lah, maksudnya apa, tuh? Lo secara nggak langsung ngatain gue kayak anak kecil?"
Mata Bintang memindainya dari ujung kepala, ke kaus belang putih-biru yang terbalut kardigan chiffon putih tulang, lalu ke celana khaki selutut, terakhir, ke ujung kaki beralaskan wedges coklat tua. "Yep. Lo emang Dora the Explorer edisi COCO girl."
Huh?
Dia sebenarnya menghina atau apa, sih?
Bingung untuk membalas, Friska akhirnya diam dan memilih untuk sibuk sendiri. Pesawat sudah mau take off. Friska dan Bintang sudah memakai sabuk setelah pramugari di depan menyelesaikan instruksinya. Sementara Bintang asik dengan iPod sambil menatap jendela yang menampilkan pacuan lepas landas, Friska mematikan ponsel sembari membuka kotak bekal yang disiapkan ibunya. Tadi pagi, sang ibu habis memasak kue bolu marmer. Mantap punya. Campurannya pakai dark chocolate pula.
YOU ARE READING
Cheesy | ✓
RomanceBerniat 'membelokkan' jalan hidup yang ia pikir akan terasa cheesy bersama Bintang, Friska justru ditimpa dengan konspirasi semesta yang menghancurkan rencananya. Tak ada yang menduga mereka akan bertemu lagi setelah sepakat akan menghindari satu sa...